Voment ya^^
Terakhir kali Je A merasa hatinya sangat terluka adalah saat ia mengetahui bahwa ia bukanlah anak kandung dari Shin Jieun. Hal itu ia ketahui ketika usianya tujuh belas tahun. Saat itu ia baru duduk ditahun kedua sekolah menengah atas. Dan ia masih dikenal dengan nama Oh Je A.
Hidup Je A tidak dilimpahi banyak uang seperti teman-temannya yang banyak menghabiskan liburan musim dinginnya untuk pergi berlibur dengan keluarga mereka. Liburannya hanya diisi dengan bekerja, entah membantu ibunya menjual ikan, mengantar susu setiap pagi atau membantu bibi Koo menjadi pelayan kedai. Tapi Je A tidak pernah menyesal dibesarkan oleh keluarga serba kekurangan, apalagi bisa mengenal Shin Jieun sebagai ibunya sejak kecil. Pun, meski sebegitu menyebalkannya Sehun, Je A sangat menyanyangi adiknya itu.
Je A menatap kolam dengan pandangan yang menerawang jauh. Ingatannya memutar memori pada hari dimana ia mengetahui fakta menyedihkan itu. Ia ingat, saat itu ia baru pulang dari mengantar ikan pada pelanggan. Dan ia melihat ibunya memarahi Sehun habis-habisan karena adiknya itu berniat menjual sebuah kalung yang sedang ibunya genggam. Bahkan ibunya itu benar-benar memukul telapak tangan dan betis Sehun dengan ranting kayu karena terlalu marah.
Waktu itu, Je A hendak menghentikan ibunya tapi apa yang ia dengar membuatnya terkejut.
'Kenapa kau tidak menjadi sepertinya? Dia bukan anak kandungku tapi dia bekerja keras agar kita bisa makan. Dan kauㅡbagaimana bisa mau menjual miliknya ini? Jawab ibu Sehun.'
Je A masih bisa merasakan sakit hatinya saat mendengar hal itu. Rasanya sulit menerima kenyataan, dimana orang yang selama ini dia cintai dan dia panggil ibu bukanlah orang tua kandungnya. Kenyataan dimana dia tidak pernah tahu siapa orang tuanya membuatnya sangat terluka. Kenangan yang terisa dari kedua orang tuanya hanyalah sebuah kalung berliontin bulatan pipih dengan cetakan gambar bintang dan namanya disana.
Dan hari ini, Je A kembali merasakan sakit yang hampir serupa. Dimana ia dibuat menangis sampai dadanya tak juga merasa lega meski dia sudah banyak mengeluarkan air mata.
Ada satu titik dimana Je A merasa begitu bodoh dan merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia menaruh perasan yang sangat sakral pada pria seperti Byun Baekhyun? Pada pria yang jelas sudah ia tahu sangat berperilaku lebih buruk dari penjahat karena telah membuatnya terjebak untuk berbuat dosa dengan mempermainkan pernikahan yang seharusnya suci seperti ini.
Terlebih, Je A merasa bahwa seharusnya dia bisa mengantisipasi hak seperti ini dengan sangat serius. Jika sudah seperti ini, dia yakin pasti setidaknya sepuluh bulan kedepan akan lebih sulit baginya untuk berhadapan dengan Baekhyun. Sungguh sangat sulit dipercaya bahwa saingannya adalah orang yang sudah tidak ada didunia.
"Ya! Ternyata kau disini!"
Sebelum Je A menoleh pada suara itu, ia buru-buru mengusap pipinya.
"Ibu."
"Kau menangis?" Jieun duduk disebelah Je A dan menatap putrinya itu dengan kening yang mengerut, "Iya, kau pasti menangis. Ada apa?"
Je A menggeleng.
"Apa kepalamu bermasalah lagi? Katakan padaku?" tanya Jieun tak menyerah.
Alih-alih menjawab Je A justru terkekeh dan memgecup pipi ibunya dengan cepat.
"Aku tidak menangis, bu. Udaranya dingin, mataku jadi berair dan dengar kan?" Je A menunjuk hidungnya yang memgkerut, "Suaraku sengau, aku mendadak flu."
Jieun menelisik wajah anaknya itu. Dia yakin, Je A baru saja menangis.
"Apa ada hubungannya dengan Baekhyun? Sejak siang, kau terlihat menghindari suamimu sampai tidak ikut makan. Jangan-jangan kau juga melewatkan makan malammu ya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Darkness - Complete
Fanfiction[Complete] Mereka seperti dua sisi mata uang yang berbeda, dua kutub yang berlawanan dan tidak mungkin disatukan. Tapi takdir membuat keduanya terikat, tidak melibatkan dua hati tapi menjanjikan masa depan. Seperti skenario dengan cerita penuh kege...