48-The Truth

898 76 10
                                    


Sana menghela nafasnya sekali lagi sebelum keluar kamar, ia harus meneguhkan hatinya didepan kakak-kakak nya setelah kemarin berdiam diri dikamar seharian.

Dengan balutan dress yang begitu cantik, polesan wajah yang tak terlalu tebal, juga tas selempang yang tergantung dibahu kanannya ia keluar dengan penuh berani.

Masa bodoh dengan kakak-kakaknya, ia benar-benar masih marah soal saham dan soal bagaimana rencana kakak-kakaknya yang mungkin sengaja begitu untuk memperlihatkan Sana pada dunia.

"Where are you going, sist?"

Sana menoleh saat kakinya menapak dianak tangga terakhir, ia kembali menghela nafasnya.

Melihat sekilas Taeyoon disana lantas kembali melanjutkan jalannya menuju pintu depan.

"Mau kemana?" Tangannya dicekal oleh Hawoon saat Sana sudah ingin sampai didepan pintu.

Lagi. Ia kembali menghela nafasnya lagi. Lantas menepis pelan tangan Hawoon dipergelangan tangannya, "Biarkan aku pergi dan kita tidak akan berdebat." Ujar Sana pelan.

Ia lelah sekali, ia sudah tidak punya tenaga untuk terus menyembunyikan segalanya dan terus menerus berdebat dengan kakak-kakaknya karena hal kecil seperti ini.

Hawoon sebenarnya menahan emosinya sedari kemarin karena tak ingin menyakiti Sana lebih jauh. Hawoon mengerti jika Sana sedang tersakiti, jadi ia benar-benar harus bisa mengendalikan dirinya sendiri.

"Jangan buat aku marah dan jawab saja pertanyaan ku, Park."

Sana tersenyum kecut, "Begitukah?"

"Park Sana." Hawoon sudah benar-benar berada dipuncak amarahnya jika seperti ini.

Untuk informasi saja, Hawoon adalah orang yang tak bisa mengendalikan nya jika ia sedang marah. Jika yang ada dihadapannya ini bukan Sana—sang adik tercinta—ia pasti sudah menggila pada orang itu.

"Kalau begitu, jawab pertanyaan ku dan aku akan menjawab pertanyaan mu. Bagaimana? Bukankah itu adil?"

"Kau tinggal bilang akan pergi kemana dan dengan siapa. Lalu aku akan membukakan pintu untukmu, Sana. Apa sesulit itu menjawab pertanyaan ku?" Tanya Hawoon melemah. Berusaha untuk tidak emosi pada Sana.

Sedangkan Taeyoon disana masih memantau kakak dan adiknya itu. Takut-takut Hawoon lepas kendali pada Sana.

"Apa sesulit itu juga untuk menjawab pertanyaanku, oppa? Kenapa Haegi oppa tiba-tiba memberikan sahamnya padaku?"

Hawoon menghela, "Aku tidak tahu, Sana. Sumpah, kami belum membicarakan ini, Sayang—"

"Shut up! I don't care about everything. Tapi, bisakah jangan sangkut pautkan aku didalamnya? Aku sudah lelah terus mengikuti arahan gila dari kalian semua!"

"Sana—"

"Berhentilah, oppa. Please." Potong Sana melemah.

Tangan Hawoon hendak memegang pundak ringkih kecil itu sebelum Sana menepisnya dan menatapnya tajam.

"Jangan sentuh aku, oppa."

Dan setelah nya Sana pergi dari rumah untuk menepati janji temunya.

—————

"Gyu!"

"Ya!"

"Kim Mingyu!"

Mingyu mengerjap dan sedikit gelagapan sebelum menoleh pada orang yang memanggilnya, "A-ah, ya?"

"Kau ini kenapa? Sedari tadi Jungkook memanggil mu tahu," Ujar Eunwoo,

The Protect BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang