Shakira pov.
"Kalian ngerasa nggak sih, kalo trainee baru itu misterius" ku dengar suara Cleo tiba-tiba terdengar dari belakangku.
Ting
Pintu lift terbuka, lalu aku bersama teman satu dorm ku berjalan keluar.
"Iya, apalagi dia juga gak banyak omong"
Kini giliran suara cempreng khas Kei yang terdengar."Ngomongin orang mulu, kalian gak mikir kalo dia nambah saingan kita disini " ini suara datar milik Jo.
"Bener kata, Jo. Kalian harus hati-hati, dia penguasa empat elemen" baru kali ini aku membuka suara menanggapi percakapan teman-temanku itu.
"APA!" Kupingku rasanya berdengung mendengar pekikan tiga orang di sampingku itu.
"Gak usah teriak bisa gak, sih?" Kesalku.
Aku berjalan menduhului mereka yang tadi sempat berhenti karena ucapanku. Namun buru-buru mengejarku, aku tau mereka penasaran tentang sosok Iliya, yang bahkan aku pun belum tau apa-apa tentangnya.
"Jangan bercanda deh, Sha?" Tubuhku tersentak saat di balik secara paksa. Pertama yang kulihat adalah muka Jo yang tampak serius, bahkan lebih serius dari biasanya.
"Ngapain gue bohong, orang tadi pak Abraham sendiri yang nganter"
"APA!" lagi-lagi aku memejamkan mataku berharap dengunga di telingaku segera menghilang.
"Jangan teriak pasukan dugong" demi apapun aku kesal pada mereka bertiga.
"Maaf, kak" cicit Kei. Aku hanya diam.
"Udah deh, gak usah di pikirin. Mending ke gedung agensi" ucapku final.
Jo, Cleo dan Kei terdiam setelahnya mengikuti langkahku menuju gedung agensi tempat kami berlatih.
Baru saja aku akan melewati pintu keluar aku teringat sesuatu. Aku berbalik, kedapati Jo, Cleo dan Kei menatapku heran.
"Kenapa, kak?" Tanya Cleo.
"Name tag gue ketinggalan" ucapku.
"Yaudah ayo balik" ajak Kei.
"Gak usah, kalian duluan aja. Gue ambil sendiri" segera aku berlari menuju lift setelah sebelumnya menepuk pelan pundak Jo.
###
Ceklek...
Aku memasuki dorm pelan. Keadaannya masih sama seperti sebelum ku tinggalkan. Aku hampir lupa jika kini ada penghuni baru.
Ake segera menuju kamar untuk mengambil name tag ku yang tertinggal. Keadaan kamar pun masih sama, hanya... terasa sedikit sunyi, mungkin. Kulihat gadis bernama Iliya itu tengah berdiri menghadap jendela, tirainya terbuka. Ku pikir ia tak tau kehdiranku.
"Hei, sedang apa?" Tanyaku yang membuat Iliya berbalik menatapku. Jujur rasanya tak nyaman berada di sana.
"Emm... hanya melihat-lihat" katanya "kak Sha, kok balik lagi?" Tanyanya.
Aku mengacungkan benda yang ku cari "ini, ketinggalan" Iliya hanya diam mengangguk.
"Kakak, ke gedung agensi dulu, ya" kulihat ia mengangguk, lalu aku bergegas meninggalkan dorm, aku akan terlambat jika tak segera pergi.
Terakhir yang ku lihat dari Iliya adalah matanya. Entahlah, wajahnya tak sembab atau matanya bengkak, tapi bulu matanya terlihat basah. Ku rasa ia belum beranjak dari kamar dorm. Kalau ia membasuh wajahnya, ku rasa tidak, kurasa ia... menangis. Aku memang bukan pembaca ekspresi wajah atau ahli psikologi. Tapi entahlah, instingku mengatakan itu.
Bahkan saat menatap matanya, rasanya tak sanggup menyelam lebih dalam pada dirinya. Seperti ada tameng yang membatasi dunianya. Gadis imut bertalenta itu bahkan menyimpan banyak misteri. Seperti teman-temanku, aku pun sedikit tak percaya dengan kemampuan gadis bermata bulat itu. Tapi yang pasti, ia masuk dalan ancaman untuk para trainee di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
trainee
Teen FictionHal gila yang telah di lakukan Kiran telah membuat kehidupan Iliya semakin kacau. Mungkin satu hal yang membuatnya bahagia, keluar dari rumah mengerikan yang selama lima belas tahun di huninya. Bertemu sosok keluarga baru ketika ia menjadi Trainee...