30.

2K 158 14
                                    

Rasya berjalan menuruni tangga dengan malas, matanya masih mengantuk. Beberapa kali mulutnya terbuka lebar mengeluarkan gas karbon.

"Sebentar!" Teriaknya sambil berjalan malas mendekati pintu. Rumahnya tampak sepi hari ini. Ia sendiri malas untuk pergi ke kantor dam ingin terus menenggelamkan diri di kamar adiknya. Ya, semalam Rasya tidur di kamar Iliya untuk mengobati rasa rindunya.

Berdiri, sambil menatap pria dengan setelan khas tukang pos di hadapannya.

"Permisi, mas. Ada paket untuk ibu Maya" katanya.

"Ya, saya anaknya" setelahnya Rasya menerima sebuah kotak berukuran sedang.

"Silahkan tanda tangan disini, mas"

Rasya mengikuti arahan si mas tukang pos itu. Tapi otaknya masih menebak-nebak seseorang yang mengirim paket ditangannya, karna tak ada identitas pengirimnya.

"Permisi, mas" Rasya hanya mengangguk saat mas tukang pos itu undur diri dengam senyuman ramah.

Berjalan ke dalam rumah, Rasya sedikit menggoyangkan kotak ditangannya. Ia sudah penasaran dengan pengirimnya dan sekarang dengan isinya.

Rasya mendudukkan dirinya disofa ruang tamu. Tangannya tergerak menypbek bungkus kotak berwarna coklat itu. Sebuah kotak berwarna biru langit terpampang didalamnya. Selanjutnya Rasya membuka tutup kotak di tangannya.

Sebuah amplop coklat, foto polaroid, satu kotak kecil, dan selembar surat. Rasa penasaran Rasya, lelaki itu mengambil surat berwarna baby blue yang terlihat sangat imut dalam kotak di tangannya. Dibuka dan dibaca, hati Rasya mendadak marah bercampur prihatin. Ia tak sanggup jika ia harus menjadi gadis itu.

***

Kiran, gadis itu mengeryit heran saat seorang gadis tinggi semampai itu duduk di kursi tepat di depannya. Begitupun Iliya, meski wajahnya terkesan datar, tetap saja matanya menatap heran.

"Hai... Kirana" sapanya dibuat-buat, gadis itu lalu menghadap ke depansaat Mr. Revin mulai memasuki ruangan.

Kiran mencibir, matanya memicing curiga pada Siska, gadis yang kini tengah duduk didepannya.

Kiran mendekat pada Iliya "kok nenek sihir aneh, ya?" Tanyanya.

Iliya sedikit monoleh, lalu mengedikkan bahu acuh, tak peduli, ia cukup lelah hari ini.

Pelajaran matematika dimulai. Semua murid di ruangan itu hening, hanya terdengar suara Mr. Revin yang menjelaskan materi di depan.

"Awww!"

Suara teriakan itu memekakkan telinga hingga semua mata tertuju pada gadis semampai di depan Kiran.

"Siska, kenapa kamu berteriak?" Mr. Revin yang berada di depan bertanya dengan agak marah saat ia menerangkan terjadi keributan.

"Iliya Mr. Dia ngejambak saya" katanya memelas. Sedangkan Iliya, matanya membulat tak percaya.

"Iliya?"

"Lo apa..." Kiran hampir berteriak tak terima saat sahabatnya itu di fitnah namun terhenti karna Siska kembali membela dirinya sendiri.

"Iya Mr., Raya saksinya, tadi Iliya menjambak saya. Mungkin dia dendam karna saya yang memberi tahu anda kalau kemarin sore Iliya bolos latihan, terus semalem dia ada hukum"

Mr. Revin diam mendengarkan penjelasan Siska.

"Iliya"

Namanya disebut, Iliya mendongak menatap Mr. Revin yang berdiri menatapnya.

"Keluar dari kelas saya" katanya datar.

Iliya diam, lalu menuruti kata-kata yang diucapkan untukknya.

traineeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang