"Seperti biasa, bu. Titipan papah" Rigel meletakkan amplop coklat itu di atas meja, dapat dilihat isi didalamnya banyak, terlihat dari ketebalannya.
Wanita paruh baya yang ada di depannya itu tersenyum ramah, lalu tangannya terulur mengambil amplop itu.
"Tolong samapaikan terima kasih saya sama papah kamu, semoga keluarga kalian selalu dilindungi Allah" katanya penuh kelembutan, ditempatnya Iliya tersenyum, andaikan bundanya punya kehangatan seperti itu, mungkin ia akan merasa bahagia.
"Dan... ini siapa, nak Rigel?"
"Saya Iliya, bu"
***
Iliya memandang kedepan, dimana banyak anak kecil berlarian bermain bersenda gurau. Hatinya menghangat melihat setiap senyum yang terukir dari anak-anak itu.
"Kenapa kakak gak kasih uangnya tranfer aja, sih?"
Rigel menoleh ke samping "kata bokap gue, biar gue bertanggung jawab" katanya.
Iliya hanya mengangguk mengiyakan.
Bruuuk...
Iliya segara berdiri dari duduknya lalu berjongkok "kamu gapapa?"
Iliya bertanya pada anak lelaki yang baru saja jatuh dihadapannya, lalu membantunya berdiri. Anak kecil itu menatap Iliya, lalu mengangguk dan tersenyum lebar.
"Sean gapapa"
Tiba-tiba tubuh anak kecil bernama Sean itu terangkat. Iliya menoleh, mendapati Rigel menggendong Sean.
"Jagoan kak Rigel kan kuat" Rigel tersenyum mendapati celotehan anak usia lima tahun itu.
"Lain kali hati-hati, oke?"
Sean mengangguk semangat menanggapi perkataan Rigel. Rigel menurunkannya, anak itu langsung saja berlari mengikuti teman-temannya.
Rigel duduk, diikuti Iliya.
"Itu Adrisean" Iliya menoleh mendengar penuturan Rigel "gue yang temuin dia dulu" lanjutnya. Sedangkan Iliya masih menatapanya, menunggu kalimat selanjutnya.
"Niatnya sih mau adopsi dia jadi adek, tapi dulu gue masih smp, jadi belom ngerti. Terus bokap langsung bawa dia ke sini. Lagian gue bersyukur dia di rawat dengan baik sama bu Rahma"
Rigel menoleh, menatap Iliya yang balas menatapnya dengan tatapan aneh.
"Kenapa?" Tanyanya.
"Aneh"
"Ceritanya?"
"Elo"
"Gue?" Iliya mengangguk.
"Lo aneh ngomong banyak"
Rigel terperangah mendapati jawaban itu dari Iliya. Ia mendengus sebal dan keduanya kembali diam.
Iliya diam, memandang anak-anak yang tengah bermain didepannya.
"Mereka beruntung, mendapat kasih sayang yang banyak, meski bukan orang tuanya"
Rigel menengok, menatap Iliya. Sebenarnya ia tak begitu heran soal gadis itu, mengingat ia pernah melihat kejadiannya secara langsung. Tapi tetap saja, ia tak tahu seluk beluk gadis berkulit putih di sampingnya.
"Mereka masih bisa ketawa, tanpa tahu apa rasanya hidup tanpa kasih sayang" lanjutnya dengan tatapan tak beralih dan kosong.
Rigel diam tak mampu berkata.
Drt...drt...
Iliya menatap ponselnya, sebuah panggilan dari nomor tak dikenal masuk ke ponselnya. Ia mengeryit, menerka-nerka siapa sosok yang menelfonnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
trainee
Teen FictionHal gila yang telah di lakukan Kiran telah membuat kehidupan Iliya semakin kacau. Mungkin satu hal yang membuatnya bahagia, keluar dari rumah mengerikan yang selama lima belas tahun di huninya. Bertemu sosok keluarga baru ketika ia menjadi Trainee...