Hening...
Hanya suara hembusan nafas yang terdengar. Rasya diam mengamati bundanya yang tengah berdiri mematung dihadapannya.
"Ini semua hadiah ulang tahun untuk Bunda" setelah sekian lama bungkam, lelaki itu baru saja membuka suaranya. Sambil menunjuk pada kotak-kotak kado yang di dominasi warna biru muda itu. Rasya baru saja mengambilnya dari kolong tempat tidur sang adik dan juga di atas almari di kamarnya.
"Apa bunda masih akan benci dengan orang yang selalu sayang dan ingat ulang tahun bunda?" Tanya Rasya.
Maya, wanita itu hanya diam, wajahnya datar tak berekspresi. Tapi entah mengapa hatinya terasa tak nyaman dan... "Jeya nggak pernah ngasih kado-kado ini sama bunda karan dia tahu kalo bunda gak pernah ngasih ke bunda. Tapi dia gak pernah absen buat ngasih bunda Kado"
Rasya berjalan mendekat.
"Dan ini" putranya itu menunjukkab sebuah kotak kecil berwarna biru muda ditangannya "mungkin hadiah terakhir dari Jeya"
Rasya menarih paksa kotak ditangannya pada tangan bundanya "selamat ulang tahun" lelaki itu meninggalkan sang bunda yang tengah mematung.
Tangan Maya terangkat membuka kotak yang di berikan putranya. Ada sedikit rasa takut di relung hatinya.
Maya meraih sebuah kertas yang terlipat didalamnya, dibuka lalu dibacanya.
'Selamat Ulang Tahun Bunda :)'
Dilihatnya isi yang lain dalam kotak itu, sebuag kalung perak berbandul bulan sabit yang tampak sederhana namun penuh arti.
Gadis kecil itu, gadis bergaun biru muda itu menyodorkan sebuah kotak berwarna biru pada wanita dihadapannya.
"Selamat ualng tahun, bunda" ucapnya.
Maya, wanita itu menerimanya dengan wajah datar lalu menganguk sekali. Diterimanya kotak itu dan diletakka asal di atas meja.
"Uh... lucunya anakmu, jeng"
"Iya, cantik banget"
Berbagai ucapan pujian itu tertuju untuk Iliya, dan Maya hanya tersenyum tipis yang terkesan dipaksakan.
"Bunda..." itu bukan teriakan Iliya, namun teriakan Dinda yang tengah berlari menghampiri Maya. Dan dengan sigap wanita itu menangkapnya dan menggendongnya dengan raut bahagia.
Semua itu tak luput dari pandangan Iliya, gadis tujuh tahun itu sudah mengerti tentang situasi yang menimpanya.
"Bunda..."
Wanita itu tersadar, berbalik menatap keponakannya yang berada di ambang pintu.
"Kamu udah pulang?"
Dinda mengangguk "bunda ngapain kesini?"
"Gak lagi ngapa-ngapain, yaudah ayo turun"
Maya menunutun Dinda untuk keluar dari kamar itu. Maya, wanita itu menatap sebentar ruang kamar dihadapannya, ruangan yang hampir tak pernah ia masuki selama hampir lima belas tahun. Perlahan tangannya menarik tuas pintu menutup kamar yang baru saja dipijaknya.
***
Hap...Iliya memasukkan bola basket ke dalam ring. Tapi telinganya tetap mendengar langkah kaki yang mendekat padanya.
"Bisa on time gak?" Tanyanya tanpa menoleh.
Bintang mengeryit, gadis itu berbalik menghadap Bintang.
"Pantes aja, coach Revin ngehukum lo" cibirnya.
Bintang mendelik "sebenernya lo ngapain, sih? Nyuruh gue kesini"
"Menurut lo"
Iliya, gadis itu malah meninggalkan Bintang sendirian, mau tak mau Bintang mengikuti gadis yang lebih pendek darinya itu.
"Sebenernya lo mau ngapain, sih?" Tanya Bintang untuk kedua kalinya.
"Lo pikun, ya?"
"Lo ngatain gue!"
"Lagian punya tugas kok lupa" cibir Iliya sambil terus berjalan pergi.
***
Laki-laki tinggi besar itu menghempaskan tubuhnya di sofa, wajahnya terlihat kusut menahan kesal. Bintang, beberapa kali lelaki itu menghembuskan nafasnya kesal.
"Lo kenapa, sih, Bin? Kusut amat tuh muka?" Gilang baru saja datang membawa setumpuk pakaian yang baru ia cuci, lalu di taruhnya di atas meja untuk di lipat satu per satu. Bintang hanya meleirik tajam lelaki itu.
"Lo tau trainee baru yang namanya, Jeya?" Tanyanya.
Gilang menoleh "Iliya?"
"Jeya"
"Iya Iliya"
"Jey..."
"Iya! Jeya itu nama belakangnya goblok!" Kesal Gilang menyela ucapan Bintang yang kepala batu itu.
Bintang hanya mampu diam tak berkutik.
"Ngapain lo nanyain dia?" Tanya Gilang yang tengah melipat beberapa pakaiannya yang baru kering.
"Gak boleh emang? Lagian di games besok gue kan sama itu cewek"
Gilang hanya mengangguk-angguk mengiyakan.
"Terus?"
"Terus apanya?" Bintang melirik heran pada teman barunya yang baru beberapa hari masuk sebagai trainee.
Gilang memdelik "pasti ada hal lain yang pengen lo tau soal Iliya, kan?"
"Ng-nggak"
Gilang memicing "bener"
"Heem"
"Masa?"
"Heem"
"Tadi lo ketemu sama Iliya, kan?"
"Heem"
"Cantikkan?"
"Heem"
***
Hai hai author kambek
Maafkeun author yang baru bisa up
Luv you guys
KAMU SEDANG MEMBACA
trainee
Teen FictionHal gila yang telah di lakukan Kiran telah membuat kehidupan Iliya semakin kacau. Mungkin satu hal yang membuatnya bahagia, keluar dari rumah mengerikan yang selama lima belas tahun di huninya. Bertemu sosok keluarga baru ketika ia menjadi Trainee...