"Iliya aja!"
Mendengar namanya dilantunkan dengan keras, Iliya mendongak, melirik beberapa orang tengah berkumpul di barisan sebelahnya. Iliya diam memandang mereka datar begitupun sebaliknya, namun dengan tatapan berharap.
Tak mendapat respon apapun, Iliya kembali menelungkupkan kepalanya. Ia ingin tidur, kebetulan jam kosong. Ia lelah sering tak tidur saat malam.
Kiran ada disana, diantara orang-orang yang mengelilingi meja kosong itu.
"Iliya kan udah jadi trainee, udah pasti dong bakatnya bagus. Kalian juga liat kan penampilan Iliya waktu audisi dulu" katanya dengan semangat.
Semua orang tampak diam membisu, menimang-nimang ucapan Kirana barusan. Memang benar apa yang Kirana ucapkan, tapi ada satu hal yang mengganjal di hati para penghuni kelas itu. Terlalu tak mengerti sosok Iliya membuat mereka menyimpulkan hal negatif tentangnya. Mereka tak yakin apakah gadis itu mau menerima tanggung jawab yang tengah di rundingkan itu.
"Gue sih, oke oke aja buat ngiringin Iliya"
Semua mata tertuju pada laki-laki tinggi bersurai hitam itu. Mata hitamnya tampak tenang, setengah ucapan bibirnya tadi.
"Lo beneran, Yon?"
Lelaki yang di panggil Yon itu mengangguk mantap.
"Good"
Kiran tersenyum puas pada teman sekelasnya itu. Penampilan kelasnya akan spektakuler besok. Siapa yang tak tahu sosok Orion Giovano, anak musik dan youtuber terkenal, di tambah wajah bule lokalnya yang memikat.
"Tapi... dia mau emang?" Kirana menoleh pada gadis berkacamata itu.
"Iliya, urusan gue" katanya menyombongkan diri.
"Ekhem..."
Semua mata teralih pada sosok gadis yang baru saja datang.
"Pada ngomongin acara HUT sekolah, ya? Gue bersedia kok, kalo kalian maksa gue tampil" katanya menyombongkan diri "secara gue kan calon idol" lanjutnya.
Kiran tersenyum menatap gadis di depannya "hai Siska, makasih banget lho udah bersedia tampil"
Gadis yang di panggil Siska itu mengibaskan sebelah rambutnya.
"Tapi kayaknya kita gak perlu maksa lo, deh. Udah ada kandidat soalnya" Kirana menyeringai kemenangan.
Wajah Siska berubah heran, alisnya menyatu dengan kening berkerut.
"Mending lo jaga bazar aja"
Siska mengepalkan tangannya menahan amarah. Wajahnya pun memerah hingga merambat ke telinganya.
"Jangan marah dong, Sis... katanya calon artis, kan kudu sabar ngadepin mulut netijen"
Sekali lagi Kirana Rosie Aaron tersenyum kemenangan. Sedangkan sejak tadi semua yang ada di ruangan itu hanya diam memperhatikan. Mereka terlalu takut ikut dalam cekcok anak pemilik yayasan dan donatur terbesar itu.
***
Uhuk...
Iliya merampas kasar botol air mineral di hadapannya, lalu di tegaknya hingga tersisa setengah.
"Pelan aja makannya, Cha"
Iliya memejamkan matanya sejenak sambil mengatur nafasnya, kemudian menatap gadis berambut sebahu di hadapannya.
"Lo gila, ya!" Desis Iliya.
"Gue waras, Cha" sahut gadis itu.
Memutar bola matanya jengah, Iliya menghembuskan nafasnya kesal.
"Lo gak waras, Ran. Lo pikir gue robot lo yang bisa lo suruh-suruh ikut ini itu? Gue manusia, Ran. Gue jadi trainee aja udah capek, dan sekarang lo ngomong kalo gue mesti tampil di acara sekolah?"
Iliya melengos, menatap arah lain tak ingin menatap Kiran di hadapannya. Nafasnya memburu setelah mengeluarkan isi kepala yang selalu ditahannya. Bukan bermaksud memarahi Kirana, hanya saja ia ingin bebas memilih keputusannya sendiri.
"Iliya, di panggil bu Ajeng" Iliya mendongak, ditatapnya gadis yang baru saja datang menghampiri mejanya, begitupun Kiran, ia menatap gadis yang baru saja berbicara pada sahabatnya. Setelahnya, gadis itu meninggalka mereka tanpa mengucapkan apapun setelah Iliya memberikan sekali anggukan dan ucapan terima kasih.
Iliya melirik sekilas sahabatnya, lalu tanpa kata gadis itu berdiri.
"Tiga minggu lagi gue ada debut games, sorry..." Iliya berjalan meninggalkan Kirana.
Kirana mendongak menatap Iliya yang pergi meninggalkannya. Mengapa gadis itu yang minta maaf, harusnya ia yang berkata begitu.
***
Ceklek...
Aqila berhenti di tempatnya setelah sedikit mendorong pintu ruangan itu dan di dapatinya gadis bersurai malam yang tengah duduk tenang di tempatnya.
Gadis itu membuka matanya, menatal lurus pada kakak kelasnya itu.
"Masuk aja, gue gak ganggu, kok" katanya.
Ragu-ragu Aqila melangkah masuk, sebenarnya ia ingin berlatih sendiri tanpa ada orang lain. Diletakkannya tas punggungnya di depan cermin besar itu. Sekarang ia bingung sendiri apa yang harus di lakukannya lebih dulu. Diliriknya Iliya, setahunya itu nama gadis itu pewat cermin. Gadis itu masih duduk diam dengan mata terpejam. Benar memang, gadis itu tak mengganggu, tapi tetap saja gadis itu akan tahu tentang tampilan debut gamesnya. Mengingat dunia trainee itu sangat ketat, kesalahan sedikit akan sangat fatal, dunia trainee menuntut keberhasilan dan kesempurnaan.
"Gue gak seburuk yang lo pikirin"
Mata Aqila membola, bagaimana gadis itu tahu apa yang sedang dipikirkannya.
"Gue latihan juga, kok. Mau liat gue juga gak papa" Iliya membuka matanya menatap Aqila yang berdiri di tengah ruangan itu.
Iliya, gadis itu berdiri, lalu berjalan mendekati Aqila.
"Gue pake headphone, jadi gak ganggu" katanya pada Aqila tepat didepan gadis itu, lalu berjalan ke sisi lain ruangan.
Aqila hanya bisa diam. Ia jadi merasa tak enak pada gadis itu. Ia terlalu berburuk sangka pada gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
trainee
Teen FictionHal gila yang telah di lakukan Kiran telah membuat kehidupan Iliya semakin kacau. Mungkin satu hal yang membuatnya bahagia, keluar dari rumah mengerikan yang selama lima belas tahun di huninya. Bertemu sosok keluarga baru ketika ia menjadi Trainee...