62.

1.7K 109 15
                                    

Iliya memasang tas ransel di punggungnya. Ia siap untuk pergi sekarang setelah pelukan lama dari empat gadis itu yang penuh derai air mata. Meski begitu Iliya bahkan tak meneteskan satu air mata pun. Ia hanya tersenyum kecil, namun sangat tulus.

Keina kembali memeluk Iliya erat.

"Kei..." peringat Iliya pada gadis bersurai sebahu itu.

Keina menggeleng di pelukan itu "satu hari lagi, ya..."

"Nanti gue ketinggalan pesawat"

Seketika Keina melepas pelukannya dan menatap gadis di hadapannya itu dengan pandangan terkejutnya.

"Lo mau kemana?" Tanyanya dengan nada agak tinggi.

"Pulang"

Mungkin

Batin Iliya berkata, karena bibirnya hanya tersenyum tipis.

"Kemana?" Kali ini suara Keina mulai bergetar. Namun gadis bersurai pendek itu tak mendapat jawaban pasti, hanya seulas senyum dari Iliya. Setahunya Iliya adalah gadis Jakarta meski ia punya darah negara lain di tubuhnya. Sejak kemarin ia mencoba melepas Iliya yang tak akan lagi tinggal bersamanya, dan ia berharap Iliya akan sering menemuinya mengingat mereka masih dalam satu kota jadi mungkin adanya jika mereka akan sering bertemu.

"Jawab Ily" tanyanya lagi dengan wajah tak karuannnya.

"Selama empat bulan kedepan gue bakal pergi, dan kalian gak perlu tahu. Yang penting kalian fokus sama debut kalian"

Mendadak hening saat Iliya menjelaskan hal itu. Terkejut, karena kenyataan tu dan tentang kalimat panjang Iliya.

"Jadi lo gak ada waktu kita debut?" Cleo nampak tak percaya menatap Iliya.

Iliya menghela nafas perlahan. Kemudian di dirangkulnya semua anggota keluarga barunya itu. Ia tahu ini berat, tapi ia harus pergi. Iliya tahu orang-orang di sekitarnya itu sangat menyayanginya dan Iliya tahu betul bagaimana hal paling bahagia harus di lewati tanpa orang yang di sayang.

"Maaf"

***

Sekali lagi Iliya mendongak, menatap gedung tinggi di hadapannya. Berat untuk melepaskannya. Satu bulan penuh kisahnya akan tersimpan dengan rapih di hatinya.

"Ready?"

Iliya menoleh ke samping kanannya. Sosok laki-laki tinggi itu tengah menatap gedung di depannya itu sebelum akhirnya menatap dirinya. Iliya mengangguk mantap sebagai jawaban.

Rigel mengangguk lalu menarik koper dan tas di punggung gadis itu, membawanya pada mobil sewarna awan di sampingnya. Di tarus kedua benda itu di bagasi mobil. Setelahnya ia kembali ke tempat Iliya berdiri, menarik lengan gadis yang masih menatap gedung di depannya itu untuk mengikutinya. Rigel tahu, berat di rasakan gadis bersurai malam itu untuk meninggalkan orang-orang yang masih akan berkeliaran di gedung itu.

Rigel membawa Iliya masuk ke dalam mobil dan mulai membawanya pergi dari kawasan dorm. Sepanjang perjalanan keduanya bungkam, hanya suara bising kendaraan di jalanan yang terdengar. Bahkan deru nafas keduanya.

"Yakin mau pergi?"

Iliya sedikit menolehkan kepalanya pada Rigel saat lelaki itu mencoba mengurai kebungkaman keduanya. Iliya tersenyum sekilas lalu membalik pandangannya pada lalu lalang kendaraan di luar sana.

Rigel kembali diam setelah tak mendapat jawaban pasti dari gadis di sampingnya itu. Dan selanjutnya, perjalanan di lanjutkan dengan keheningan hingga sampai di sebuah gedung besar dan tinggi bernuansa putih itu. Sesaat setelah sampai, Iliya tanpa kata keluar dari mobil. Sejenak ia memandang ke dalam gedung besar itu. Iliya menghela nafas perlahan.

traineeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang