53.

1.3K 119 4
                                    

Rigel berjalan dengan nampan di tangannya. Saat sampai di samping ranjang diletakkannya nampan berisi makanan dan juga segelas air di nakas kecil samping ranjang. Netranya menatap gadis yang meringkuk di atas ranjang sambil memeluk guling. Wajahnya tampak lelah.

Pandangannya beralih sesaat setelah ia melihat kaos hodie berlengan panjang yang di kenakan gadis itu. Itu miliknya. Agak lama memang ia menatap gadis itu sebelum mengalihkannya pada seisi kamar. Dulu ia pernah menempati kamar itu saat kamarnya di renovasi. Cukup lama ia tinggali dulu, hingga beberapa bajunya masih ada di almari. Ada sedikit rasa senang yang Rigel rasakan, melihat gadis itu memakai bajunya yang tampak kebesaran. Lucu batinnya.

"Bang"

Rigel menoleh saat dirasanya bahunya di tepuk. Sang mami baru saja datang dengan baskom berisi air dan juga handuk kecil di dalamnya. Maminya itu langsung duduk di pinggiran kasur dan meletakkan baskom di atas nakas, tepat di samping nampan makanan yang Rigel bawa tadi.

"Kenapa Icha nggak di bangunin, bang?" Tanya Retha, mami Rigel yang tengah mengompres dahi Iliya yang masih terlelap.

"Nggak tega" sahut Rigel seadanya "gimana keadaannya?"

"Kata dokter, Icha nggak papa cuma kecapean. Tekanan darahnya agak tinggi, kemungkinan Icha sering begadang, kurang tidur dan mungkin juga keseringan kena angin malem"

Rigel hanya mendengarkan penjelasan ibunya masih dengan berdiri, ia tak berniat hanya untuk sekedar duduk. Memang setelah ibunya membawa pulang Iliya, gadis itu badannya demam sehingga Retha memanggil dokter untuk memeriksa Iliya, ia juga sudah di beri obat.

Retha menatap putranya yang masih berdiri di dekat ranjang yang didudukinya "makasih ya, bang"

Rigel melirik menatap maminya yang juga tengah menatapnya. Sorot matanya mengatakan keheranan dengan ucapan maminya barusan.

"Sudah jagain Iliya"

Rigel tak menjawab juga tak bereaksi. Mendapati demikian Retha hanya tersenyum kecil. Ia kenal betul dengan putranya itu. Putranya memang begitu, tak suka berbasa-basi, menurutnya tak penting meski itu hanya menjawab singkat. Yang penting baginya ia paham dan tahu, sudah itu saja.

"Rigel keluar"

Belum mendapat persetujuan lelaki itu sudah pergi begitu saja dari kamar itu. Setelah menutup pintu, hal pertama yang dilihatnya adalah sang adik yang tampak mengintip ke dalam kamar yang pintunya baru saja ia tutup.

"Masuk aja"

Adiknya itu menatap sang kakak lalu menggeleng "Icha?"

"Baik, lagi tidur"

Terlihat wajah lega adik perempuannya itu. Rigel tahu adiknya sedang merasa tak enak hati pada Iliya.

"Jangan menyalahkan diri sendiri"

Setelah mengusak pelan kepala adiknya, Rigel segera beranjak pergi ke kamarnya di lantai atas. Kirana hanya diam di sana, merasa belum ingin beranjak.

***

Iliya mengeryitkan dahinya. Ada rasa basah dan dingin di sana. Perlahan Iliya membuka matanya, berat rasanya meski itu hanya sekedar membuka matanya. Iliya melihat ke sekelilingnya yang tampak asing. Hanya satu sosok yang tak asing baginya yang tengah duduk bersandar pada kepala ranjang dengan mata tertutup. Ia baru ingat, siang atau mungkin sore setelah acara sekolah entah itu telah usai atau belum, ia pulang bersama ibu sahabatnya.

Tangan Iliya meraba dahinya. Ada kain basah di sana. Ia meraihnya lalu mencoba mendudukkan dirinya susah payah, tubuhnya terasa lemas. Pergerakannya itu membuat Retha yang duduk di sampingnya itu terbangun.

traineeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang