Shakira terus mengikuti langkah Ily yang terus berjalan keluar gedung dorm yang tampak sepi mengingat itu masih jam setengah tiga pagi. Ily tampak mengangguk pada pak Burhan yang tengah memdapat tugas berjaga.
Shakira juga menyapa pria paruh itu sambil mengendap-endap yang tentu mengundang heran.
Tak menghiraukan itu, Shakira tetap mengikuti Ily secara diam-diam. Beberapa kali Shakira harus bersembunyi karna gadis itu beberapa kali menoleh kebelakang karna merasa didikuti.
Gedung agensi
Fikir Shakira, saat jalan yang ia lewati menuju gedung menjulang itu. Tapi terpatahkan saat Ily berbelok pada jalan sempit samping gedung. Ia terus berjalan pada jalan padat penduduk itu. Dari mana ia tahu ada surau disini? Shakira sendiri tak pernah ketempat yang dipijaknya saat ini.
Ily berhenti memandangi surau dihadapannya. Perlahan ia memasuki area surau itu. Sambil merogoh saku jaket hitamnya, menarik sebuah amplop putih lalu dimasukkan dalam kotak amal surau.
Setelahnya Ily masuk ke kamar mandi, tak lama, ia keluar dengan wajah basah lalu berjalan masuk ke dalam surau.Shakira berjalan mendekat, mengintip dari balik jendela surau. Dilihatnya Ily tengah menunaikan shalat tahajud.
Ily menangis, punggungnya bergetar. Ia tersedu-sedu. Shakira diam, ia meresapi apa yang dilihatnya. Ia bersyukur, ia masih memiliki keluarga sederhana yang bahagia.
***
Gerimis mengguyur pagi ini, membuat hawa dingin. Shakira berdiri menata sarapan di meja makan. Bersama tiga adiknya, pagi ini terasa cukup gaduh karna Kei, Jo dan Cleo bercekcok ria pagi ini.
Sreek...
Suara tarikan kursi terdengar. Shakira menoleh, mendapati Ily baru saja duduk, wajahnya seperti biasa, datar tanpa ekspresi, ia yang terakhir bergabung di meja makan pagi ini. Ia tampak sudah rapi dengan seragam sekolahnya.
Shakira tersenyum, lalu menaruh sepotong roti tawar dengan selai coklat di piring Ily.
"Tidurmu nyenyak?" Tanya Shakira.
"Cukup"
Shakira diam, sebenarnya ia cukup tahu kalau gadis itu tak cukup tidur. Semalam mereka pulang sekitar jam satu malam. Selanjutnya Ily terbangun dan keluar dari dorm sekitar jam setengah tiga pagi. Ia baru kembali sebelum azan subuh.
"Selesai, Ily berangkat"
Empat gadis yang tengah menikmati sarapan pagi itu, seketika menoleh saat mendengar suara itu dan mendapati Ily telah menutup pintu dorm.
Shakira, Kei, Jo dan Cleo diam memandangi kepergian Ily dengan kening berkerut.
Shakira menghela nafas. Andaikan ia tahu tentang gadis cantik itu, dan tahu cara menghiburnya.
***
Ily melangkah pelan menuju kelasnya. Pandangannya terus tertuju pada kakinya yang masih terus melangkah pelan. Pikirannya dipenuhi kejadian kemarin sore.
Tes...
Ily berhenti, dirasakannya pipinya basah. Diusapnya kasar pipi basahnya. Ia benci saat ini, ia benci menangis, ia benci air matanya, ia benci merasa rapuh.
Menghela nafas, Ily kembali melangkahkan kakinya.
Dug...
Ily mengeryit sambil mengusap dahinya, dirasanya ia baru saja menabrak sesuatu didepannya. Ily mendongak, lalu memutar bola mata malas.
"Lo emang hobi ngelamun, ya?"
Ily memandang kesal lelaki jangkung dihadapnnya itu.
"Minggir" sahut Ily.
"Gue nanya, masa gak di jawab"
"Au ah, kak" Ily bergeser ke samping Rigel lalu melanjutkan jalannya menuju kelas.
***
Memasuki kelasnya yang tampak masih sepi, ini baru jam enam lebih dua puluh lima menit. Hanya terlihat beberapa siswa yang terbilang rajin yang diketahui Ily.
Ily berjalan menuju bangkunya di pojok belakang. Ia tak menyapa atau sekedar tersenyum pada siswa yang dilewatinya. Bukannya ia sombong, tapi akan aneh jika ia berbasa-basi pada para siswa pendiam dikelasnya. Bahkan mungkin Ily tak hafal dengan setiap nama siswa di kelasnya.
Baru saja Ily akan duduk di bangkunya, tapi tak jadi karna dilihatnya setangkai bunga berwarna kuning bersih tergeletak di bangkunya. Ditambah sebuah note berwarna senada disampingnya.
Tangan Ily meraih setangkai bunga Lily berwarna kuning itu dan note disampingnya.
'Cerialah hari ini, seceria bunga lily. Selamat belajar'
R
Ily mengeryit, lagi-lagi 'R' mengiriminya bunga. Bahkan ia tak tahu sosok 'R' itu seperti apa. Yang bahkan ia tahu semua tentang kehidupan Ily.
Ily melirik pada dua gadis yang tengah duduk di bangku pojok depan sambil sesekali membenarkan kacamatanya yang melorot saat membaca. Haruskah Ily bertanya tentang bunga di tangannya pada dua sosok itu? Bahkan seingat Ily ia tak pernah saling berbicara.
Memghela nafas, Ily memasukkan setangkai lily berwarna kuning cerah itu pada laci mejanya, tak lupa juga note berwarna senada tadi. Ia tak akan ambil pusing soal siapa sosok 'R' selagi ia tak mengganggu kehidupannya.
***
Rasya turun dari mobil seputih awan itu dengan senyum mengambang. Dirinya senang, akhirnya setelah bertahun-tahun ia bisa bertemu dengab adik kecilnya dan menghabiskan waktu bersama untuk seterusnya. Tadi saat perjalanan pulang dari Bandung ia sempatkan mampir ke toko kue, ia membeli dua loyang besar lasagna kesukaan adiknya.
Rasya berjalan sambil menemteng koper kecil dan sebuah paper bag di tangannya. Ia langsung masuk ke rumah karna pintu sudah terbuka lebar.
"Assalamualaikum"
Wanita paruh baya yang temgah sibuk dengan tasnya itu seketika menoleh, lalu wajahnya nampak bahagia dengan kepulangan putra sulungnya.
"Rasya"
Rasya tersenyum lalu mencium punggung bundanya.
"Pulang kok gak bilang-bilang? Eh, bunda lagi buru-buru, ada acara di rumah bu Raharja. Bunda berangkat dulu. Assalamualaikum" bundanya itu langsung pergi karna buru-buru.
Rasya memandang kepergian bundanya. Ditatapnya rumah luas yang tengah ia pijak. Matanya melihat ke berbagai arah. Rasanya ada yang kurang, rasanya berbeda, rumahnya dingin dan sepi...
Rasya menggeleng, mengabaikan rasa tak nyaman yang tiba-tiba menyeruak di hatinya. Ia kembali melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. Sambil membersihkan diri dan menunggu adiknya yang akan pulang sebentar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
trainee
Teen FictionHal gila yang telah di lakukan Kiran telah membuat kehidupan Iliya semakin kacau. Mungkin satu hal yang membuatnya bahagia, keluar dari rumah mengerikan yang selama lima belas tahun di huninya. Bertemu sosok keluarga baru ketika ia menjadi Trainee...