43.

1.5K 115 1
                                    

Sepasang netra itu perlahan bergera naik, membalas sepasang netra yang menatapnya khawatir.

Dug

Rigel terkejut, tubuh di depannya roboh seketika, menubruk dirinya. Tangan Iliya mencengkeram kuat punggung Rigel. Tak ada suara, hanya hisakan yang keluar dari sana.

Rigel diam, hanya tangannya yang bergerak mengusap, menenangkan. Hanya suara hisakan yang terdengar di antara keduanya.

Rigel menghela nafas "hei... udah, jangan nangis lagi. Kamu jelek kalo lagi nangis"

"Kenapa..." suara itu masih bergetar teredam di pelukan Rigel.

Pelukan itu sedikit terurai hingga Rigel mampu menatap wajah Iliya tepat di depannya. Tangannya memegang bahu Iliya.

"Iliya..."

"Gue gak pantes bahagia, ya?"

Rigel diam masih menatap Iliya.

"Semua orang pasti bahagia" ucapnya "sekecil apapun itu"

Iliya memutus kontak mata, menunduk menatap ke bawah. Ia melepaskan diri dari kedua tangan Rigel, duduk sendiri menghadap arah lain.

Rigel mendekat pada Iliya, ikut duduk di sana.

"Semua orang itu punya masalah, punya kisah buruk. Ada yang terselesaikan dan bahagia atau sebaliknya, tak terselesaikan dan menyedihkan"

"Gue di opsi kedua" Iliya menyela.

"Menurut kamu"

Iliya menoleh dengan tatapan tak mengerti mengarah pada Rigel.

"Mungkin kamu dalam fase itu, atau mungkin orang lain. Tapi bukan berarti kisahmu berhenti disini, kan?"

Rigel ikut menoleh, menatap sepasang manik legam itu.

"Jika kamu tak bisa menyelesaikan masalahmu, apa salahnya menciptakan kisah lain? Buat kebahagiaanmu sendiri"

Iliya mengusap pipinya pelan, bibirnya sedikit tertarik membentuk senyum kecil. Bukan senyum bahagia, tapi senyum pedihh yang di tunjukkannya.

Kepalanya mendongak, menatap kelamnya langit malam. Rigel, lelaki itu mengikuti tatapan Iliya.

"Itu Rigel"

Iliya bergeming, Rigel menunjuk benda langit bercahaya biru di atas sana.

"Kata orang, Rigel masuk dalam bintang paling cerlang di langit malam" jelasnya "tapi apa arti cerlang bagi Rigel tanpa Lail, tanpa malam" Rigel menoleh, menatap wajah datar Iliya yang tampak sembab.

Iliya masih terus diam, tak ingin menyahuti satu pun ucapan Rigel. Ia sekarang pusing, bingung, tak tahu ia harus apa sekarang.

"Jadi tolong tersenyum untuk Rigel"

Iliya, gadis itu sedikit menoleh, melirik Rigel di sampingnya. Keduanya bungkam, tenggelam dalam fikirannya masing-masing. Iliya dengan kisahnya dan Rigel dengan kecemasannya.

***

Rigel berjalan pelan, begitupun Iliya di sampingnya. Keduanya diam, sesekali Rigel meliriki sampingnya. Ia agak takut sekarang, takut gadis itu akan berbuat sesuatu yang mungkin di luar akal.

"Gue tahu soal tawaran bu Ajeng, lo terima?"

Rigel mencoba membuka percakapan di tengah keheningan keduanya. Sebenarnya, Rigel takut saat mendapati beberapa kali gadis di sampingnya menatap kosong dan kehilangan fokus.

"Iliya..." Rigel menyentuh tangan Iliya, sedikit menarik menghentikan langkahnya.

Iliya menatap Rigel, datar.

traineeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang