Hilang

2.6K 122 14
                                    

Reva buru-buru berlari ke arah UGD, tempat dimana Daffa di tangani.

"Gue yakin Daffa gak papa Rev." Seru Regal memberikan kepercayaan dan ke kuatkan pada Reva.

Reva tidak bisa menjawab, ia hanya terdiam sambil menatap Regal. Sedetik kemudian Reva tiba-tiba memeluk Regal dengan erat. "Jangan tinggalin gue, gue gak mau sendiri, Zylan berubah Daffa pergi, gue gak mau lo pergi juga." Kata Reva, hanya itu yang ada di fikiran nya saat ini.

"Gue gak pergi Daffa pun sama." Jawab Rachel dengan percaya diri.

Reva masih dalam pelukan Regal, ia benar-benar tidak ingin kehilangan Regal Sedetik pun.

Setelah menunggu kurang lebih 1 jam dokter keluar dari ruang UGD.

"Gimana dok keadaan temen saya?" Tanya Rachel, karna Reva tidak mampu mengeluarkan kan separuh kata pun dari bibir nya.

"Pasien koma, dan terdapat gumpalan darah di kepala nya, yang mengharuskan kami tim medis melakukan operasi." Jelas dokter.

Reva terdiam, ia benar-benar takut jika Daffa meninggalkan nya. "Lakukan dok, apa pun itu, soal biaya biar saya yang tanggung." Kata Reva.

Dokter itu terdiam. "Tapi kami tidak bisa melakukan operasi tanpa persetujuan keluarga pasien." Jelas dokter tersebut. "Saya pacar nya dan saya yakin mamah nya pun pasti setuju." Ucap Reva meyakinkan.

Dokter itu pun mengangguk. "Baiklah oprasi akan dilakukan esok jam 8 pagi." Kata dokter, "Kalian boleh menjenguk tapi hanya sebentar." Lanjut nya.

Reva dan Regal mengangguk tanda mengerti. Dokter itu pun tersenyum. "baik kalau begitu saya permisi." kata dokter lalu pergi meninggalkan Reva dan Regal.

Regal dan Reva masuk kedalam menggunakan baju khusus yang sudah di siapkan.

Reva tersenyum getir. "Kenapa? Kenapa kamu mau? Kenapa kamu bohong? Kenapa kamu pergi? Dan kenapa kamu buat aku sedih? Mana janji kamu yang kata nya bakal selalu buat aku bahagia? Mana Daff, bangun Daff bangun, buktiin ke aku kalo kamu sayang sama aku." Reva menggoyangkan lengan Daffa berharap mendapat respon dari sang pemilik lengan.

"Udah Re, lo jangan kaya gini, kasian Daffa." Rachel menarik Reva menjauh, membawa Reva keluar dari kamar UGD.

Reva memeluk Rachel dengan sangat erat, seakan itu adalah hal yang ia miliki saat ini dan tidak ingin melepaskan nya walau hanya sedetik saja.

❄️❄️❄️

"Reva pasti ngamuk." Risa berkata pada dua teman nya sambil fokus pada jalan yang cukup padat.

"Bukan ngamuk lagi. Jiwa psycho nya kambuh, inget kan dulu?" Timpal Kiran.

Kini ketiga perempuan itu sedang menuju rumah sakit yang menangani Daffa.

"Oh, sh*t. Kenapa hari ini jalanan begitu penuh." Kesal Nadia yang duduk di samping Risa, lengan kanan Nadia terukur ke arah stir mobil dan membunyikan klakson mobil tersebut.

Setelah 26 menit di perjalanan mereka akhirnya sampai di rumah sakit yang mereka tuju.

Mereka berlari ke arah ruang UGD yang sudah mereka ketahui dimana letaknya.

"Reva!" Panggil Kiran.

Reva hanya menoleh dan menatap nana ketiga teman nya itu, kiran tau, apa yang sekarang sedang Reva fikiran.

"Lo tenang ya Rev, Daffa pasti bangun ko." Kiran mencoba untuk terus menenangkan Reva.

"Gimana kalau kejadian itu keulang lagi? Gue gak mau gue gak mau, cukup sekali gue kehilangan don't again!" Ucap Reva dengan sesegukan.

❄️❄️❄️

Sudah seminggu selepas operasi, Daffa tidak juga sadarkan diri, Reva semakin takut, kalau Daffa benar-benar tidak akan membuka matanya kembali.

"Daff, udah seminggu lo gak bangun. Gak kangen sama gue? Gue kangen di omelin sama lo. Bangun Daff plis, bangun buat gue." Nada pelan itu diiringi dengan air mata yang mengalir.

Reva menoleh ke arah Dafi lalu ke arah Rava berlanjut pada Regal dan teman teman nya yang lain, semua yang di tatap menunjuk, tak ada yang bisa melihat Reva seterpuruk itu.

Reva berdiri, berjalan ke arah Rava baru satu langkah iya maju tubuh nya sudah langsung ambruk tepat di hadapan Dafi yang ada di samping nya.

"Reva!" Seru kaget semua orang yang ada di dalam ruangan.

❄️❄️❄️

Reva pingsan, ia terlalu lelah dan telat makan, sudah 2 hari Reva tak sadarkan diri, Risa, Kiran, Nadia dan Regal menjaga Reva sedangkan yang lain menjaga Daffa.

Reva terbangun di dalam ruangan dengan nuansa putih dan bau obat yang menyeruak di dalam indra pe ciuman nya.

"Gue~gue dimana? Da~Daffa mana?" Tanya Reva sambil celingak-celinguk mencari keberadaan Daffa.

Kiran menggeleng lemah, karna dirinya yang di tanya oleh Reva. "Daffa belom sadar, bahkan kata dokter, kemungkinan Daffa untuk sadar sangat kecil, kalau dalam 1 minggu ini Daffa gak ada perubahan, dokter terpaksa harus ngelepas alat bantu nafas Daffa." Jelas Kiran membuat Reva menangis tanpa suara.

"Engga, Daffa pasti bangun gue yakin, lo semua juga yakin kan? Daffa pasti bangun percaya sama gue." Reva tetap percaya bahwa pacarnya aja membuka mata dan tida akan meninggalkannya nya.

Regal berjalan mendekati Reva dan membawa Reva dalam pelukan nya. "Lo tenang, lo masih sakit, lo harus sembuh dulu, kalau lo sembuh gue yakin Daffa juga pasti bakal sembuh, Daffa pasti bangun, gue yakin, kan Daffa sayang sama lo, dia gak akan ninggalin lo Rev! Percaya sama gue." Kata Regal menenangkan Reva.

Reva sedikit tenang mendengar ucapan Regal, namun kini Regal yang tak tenang dengan ucapan nya sendiri.

"Sekarang gue yang gak yakin, kalau Daffa bakal sadar seperti apa yang gue ucapin." Ucap nya dalam hati.

"Gue mau liat Daffa," Kata Reva dan di angguki oleh Rachel.

Reva tidak mau pakai kursi roda akhirnya ia di gendong oleh Regal di punggung nya.

Selama berjalan ke arah kamar Regal tampak merapalkan doa-doa. Entah doa apa yang ia baca namun bibirnya tidak berhenti bergumam.

"Berhenti dulu deh." Reva meminta untuk berhenti di dekat kamar mandi.

Regal diam sejenak menoleh sedikit ke arah Reva agar bisa melihat wajah perempuan itu, "Kenapa?" tanya Regal.

"Pingin kencing." jawab Reva.

"Owh." Regal tidak menurunkan Reva melainkan membawa Reva masuk kedalam salah satu kamar mandi itu. Karna Reva memang tidak meminta untuk di turunkan, namun meminta untuk berhenti.

Setelah selesai mereka melanjutkan langkah nya menuju ke kamar Daffa, belum membuka pintu jantung Reva sudah bergerak lebih cepat dari sebelumnya.

Reva sudah di turunkan oleh Regal dari gendong nya, karna permintaan Reva.

"Ko perasaan gue deg-degan ya?" Tanya Reva.

"Sh*t, feeling nya Reva kan kuat, kenapa sih harus punya feeling kuat kaya gitu." Batin Regal kesal.

Reva membuka pintu nya dengan satu Tarakan nafas. Dan apa yang Reva lihat mampu membuat nya terduduk lemas, tak perlu lagi penjelasan ia pun sudah tau apa yang terjadi.

❄️❄️❄️

Wajib vote and komen

I love you gaes

Ice Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang