37

5.5K 540 9
                                    

Tia berdiri di atas gedung, menatap kebawah melihat monster yang kini sedang mengamuk, tangannya sudah memegang pedang seperti biasa. Namun yang berbeda sekarang adalah penglihatannya sedikit buram.

"Uhh..aku harus menyelesaikan ini dengan cepat." Setelah itu ia melompat ke bawah, dengan perputaran badan yang tepat ia berhasil mendarat di area monster. Terlihat para warga yang sudah di evakuasi, tempat menjadi kosong sementara.

Ia menggenggam pedangnya dan melaju cepat ke arah monster laba laba tersebut. Tinggi laba laba sekitar lima meter dan kedelapan kakinya memiliki daya rusak yang sangat memengaruhi.

Satu kaki menerjang Tia, Tia menahan serangan tersebut dilanjutkan serangan kedua kaki laba labanya, tak bisa menghindari Tia terkena serangan dan terjatuh. Melihat Tia yang jatuh ketanah laba laba tersebut mengambil kesempatan menyerang, dengan kedelapan kakinya ia menghantam tubuh Tia yang mungil.

Merasakan hantaman terus menerus membuat Tia berkali kali memuntahkan darahnya. Dengan kondisi yang benar benar sangat lemah membuatnya kesulitan untuk bertarung.

"Uhuk... Ah sialan.." darah Tia terus keluar, tangannya yang menahan benturan membuat warna tangannya berubah menjadi hitam.

Tapi tak hanya sekedar menahan, setiap serangan Tia menghitung jeda waktu yang ada, pergantian satu kaki ke kaki lainnya membutuhkan waktu sekitar tiga detik.

Tiga detik itu adalah peluang Tia keluar dari kondisi ini. Hanya tiga detik. Bagaimana caranya? Tentu dengan bantuan sihirnya.

Meski merasakan sakit yang tak ada habisnya tak membuat ia menyerah, memaksakan diri mengeluarkan sihir adalah kemampuan terbaik Tia.

Tiga detik itu, ia harus memegang salah satu kaki tersebut dan dengan kemampuan sihirnya ia harus bisa memutuskan kaki tersebut dengan waktu yang sangat tipis.

Jeda tiga detik itu akan datang dalam waktu dua detik lagi.

Satu...

Dua..

Pergantian kaki yang ditunggu Tia, Tia memegang kaki tersebut memfokuskan sihirnya pada tangannya yang sudah lebam, membengkokkan kaki laba laba dengan sekuat tenaga. Laba laba tersebut merasakan sakit dibagian kaki, ia menarik paksa kaki tersebut dari genggaman Tia.

Meski tak sesuai rencana Tia masih bisa berhasil kabur dari kondisi tersebut, Tia menggunakan kemampuan berteleportasinya namun kemampuan berpindahnya hanya bisa memindahkannya lima meter dari monster laba laba tersebut.

Walau hanya berpindah dengan jarak yang pendek setidaknya itu bisa membuatnya terlepas dari serangan laba laba meski hanya sebentar.

Dengan jalan yang pincang ia menyiapkan jebakan berupa darah yang terus menetes dari tubuhnya. Ia menggunakan darah itu sebagai pelengket agar laba laba tersebut tak bisa kemana mana.

"Kau harus rasakan ini.." dia mengontrol darahnya dan memusatkannya di bawah kaki laba laba tersebut, dengan darah perekat seperti itu laba laba akan susah untuk bergerak.

Sesuai perkiraan laba laba itu terjebak, Tia membentuk sesuatu lagi dari darahnya, sebuah peluru yang cukup besar siap menghantam tubuh monster tersebut.

Ketika diluncurkan kejadian yang selanjutnya terjadi adalah terdapat semacam dinding penghalang yang menghancurkan peluru Tia hingga berkeping keping.

Tia yang melihat itu sedikit terkejut, dinding penghalang? Bagaimana bisa? Monster seharusnya tak bisa memakai sihir.

Seakan menjawab pertanyaannya seseorang berjalan dari arah belakang laba laba itu, sebuah tanduk terlihat di atas kepalanya serta satu sayap yang terlihat sudah rusak.

Semakin ia mendekat Tia semakin tahu siapa yang ada di depannya. Melihat wujud nya membuat Tia membulatkan matanya.

"Ingat aku?" Tanyanya dengan senyuman miring.

Bagaimana bisa Tia tak mengingat sosok di depannya ini, dia adalah monster yang merasuki tubuh Mira. Bukankah seharusnya dia sudah mati bersamaan dengan Mira?

"Bagaimana bisa kau masih hidup?!" Pekik Tia yang langsung menggertakan giginya.

"Hmm.. bagaimana yaa, mungkin aku selamat dari kematian sepertinya tuhan sayang padaku."

Jawaban sosok tersebut membuat Tia mengepalkan kedua tangannya. Karena dialah sahabatnya mati, orang yang seharusnya mati adalah dia bukan Mira.

"Seharusnya yang mati adalah kau!!" Tia yang kehilangan kendalinya segera melompat menerjang monster brengsek di depannya itu.

"Huft.. eclipse serang dia.." seakan majikannya monster laba laba tersebut segera menghantam tubuh Tia, Tia yang terpental menabrak salah satu gedung di dekatnya. Tak peduli apa yang terjadi pada tubuhnya Tia kembali berdiri dan berkali kali menyerangnya namun selalu ditepis oleh serangan kuat laba laba tersebut.

Ia mengepalkan tangannya dan mulai bangkit dengan darah yang terus menetes dari seluruh tubuhnya. Dapat ia rasakan puluhan tulangnya sudah tak berada di posisi yang sama lagi.

Lagi lagi Tia berlari tak jelas ke arah sosok gadis tersebut tapi laba laba itu terus menghalangi. Namun sorot mata Tia bukanlah sorot mata yang biasanya ia gunakan, sorotan matanya seakan akan ingin menghancurkan apapun yang ada di depannya.

"Kuharap kau mengganti matamu." Komentarnya ketika melihat tatapan Tia.

Tak menggubris perkataan sosok itu Tia terus berusaha melawan laba laba di depannya, namun terus terussan ia terpental jauh.

Merasakan tubuhnya yang sebentar lagi akan hancur membuatnya terdiam sebentar.

"Aaarrghhhh!" Serunya yang langsung memaksakan diri untuk berdiri.

"Habisi dia."

Setelah itu laba laba tersebut berlari menuju Tia, kedua kakinya bahkan sudah siap untuk menghancurkan Tia menjadi dua.

Ketika laba laba itu ingin menginjak Tia sesuatu menahan serangannya. "Tidak secepat itu!" Seru laki laki tampan yang berhasil menahan kaki sebesar itu menggunakan kedua pedangnya.

Tia yang merasakan ada orang didepannya mengarahkan pandangannya ke atas, sosok laki laki yang lebih muda darinya kini berjuang agar kaki tersebut tidak menyentuhnya.

"Kuro..." Walaupun matanya tertutup darah namun ia masih bisa melihat secara samar samar.

"Tia san, kumohon jangan memaksakan diri. Maaf juga karena bertindak tanpa memberitahumu, tapi Tia san bolehkah saat ini kami menunjukkan kemampuan kami didepan dirimu?"

"Kami...?"

Saat itu kelima orang lainnya muncul membawa senjata masing masing. "Kalian...."

"Ini adalah pertarungan kita Tia san." Ucap mereka serempak.



-TBC-

bodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang