"segera hancurkan pertahanannya!" Sernia berlari sembari memegang pedangnya kuat kuat, tebasan tajam dan dalam ia lontarkan pada monster di depannya.
Dari belakang, angel melompat menggunakan pundak Sernia dan tepat menusukkannya di jantung monster tersebut, dalam hitungan detik monster itu berubah menjadi partikel kecil.
"Monster di daerah bucheon sudah dihabisi." Lapor Sernia pada Tia.
"Baiklah, segera kembali." Perintahnya langsung.
Sernia dan angel segera berteleportasi menggunakan alat yang telah dibuat Tiffany.
Tiffany membuat sebuah alat kecil untuk berteleportasi, alatnya diberikan sedikit sihir yang berasal dari Tia. Setidaknya alat kecil itu mampu memudahkan mereka untuk berpindah tempat dalam waktu yang singkat.
"Apakah tak apa apa menggunakan sihirmu secara terus terussan?" Tanya Tiffany pada Tia yang sedang berdiri di sampingnya.
"Tak apa." Jawabnya cepat.
"Umm...baiklah." Tiffany kembali melihat layar komputernya sedangkan Tia membuka pintu keluar dari ruangan. Gedungnya kini dipenuhi beberapa orang profesional yang dapat membantu mereka untuk mengumpulkan informasi, membantu Tiffany dalam pembuatan alat terbarunya, dan sebagai penyelidik.
Berjalan keluar diam diam ke kamar mandi tanpa diketahui siapapun adalah bakat alami Tia. Di ruangannya, lebih tepatnya kamar mandi ia menatap pantulan dirinya di kaca.
"Kau menyedihkan." Sedetik kemudian darah keluar dari mulut Tia, ia memuntahkan seluruh darah itu di wastafel yang tersedia.
Setelah muntah darah ia mengelap darah yang tersisa menggunakan tangannya, bahkan kini tangannya penuh dengan noda darah.
Menggunakan sihir secara terus menerus membuat tubuhnya terbebani dan semakin lama menjadi rusak, dalam artian tubuhnya terus mengeluarkan darah yang berlebihan. Kekuatannya yang biasa memanipulasi darah membuatnya merasakan kelebihan darah yang sewaktu waktu darah itu bisa keluar kapan saja.
Ini bukanlah pertanda baik, meskipun darahnya berlebihan dan terus keluar pasti akan ada waktunya darah ditubuhnya akan habis. Dan Tia tinggal menunggu kapan itu terjadi.
Kondisinya yang seperti ini tak ada yang mengetahui kecuali dirinya sendiri. Sekarang ia memiliki pikiran bahwa dunia ini bergantung padanya.
Ketika selesai ia segera membilas tangannya menggunakan banyak sabun agar tidak tercium aroma darah.
Saat keluar Tia sedikit terkejut karena Sernia ada di depan pintu toilet yang seakan akan menunggu dirinya.
"Maaf Tia san, aku masuk tanpa izin namun aku hanya ingin memberikan laporan tentang pengamatanku saat melawan monster tadi." Ia mengucapkan hal itu dengan membungkuk.
"Ah baiklah, laporan apa yang ingin kau katakan?" Tanya Tia lembut.
"Tia san, saat aku berjalan menuju kesini aku melihat sesuatu di langit, seperti sebuah titik hitam. Tak hanya saat ingin kesini, saat melawan monster aku tak sengaja melihatnya juga." Ucapnya serius.
"Titik hitam?"
"Ya. Seperti sebuah lubang pada tembok, kurang lebih seperti itu kelihatannya. Entah hanya aku saja yang melihat atau ada orang lain."
"Baiklah, terimakasih atas laporanmu." Tia berjalan melangkah menjauhi Sernia.
Melihat Tia yang melangkah jauh darinya Sernia segera memanggilnya, "Tunggu Tia san."
"Apa kau baik baik saja?" Lanjutnya.
Tia menoleh, "ya. Tentu saja." Tia tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
bodyguard
Teen Fiction"Dia seperti bukan manusia, dia dingin, tak pernah tersenyum bahkan berbicara hanya seperlunya. Tapi, entah mengapa kami menyukainya." genre: romance, fantasi, drama, action.