"sambil menunggu bom nya, segera berada di posisi lakukan ritual sihir agar memperlambat perluasan retakan!" Perintah Tia yang segera berteleportasi ke gedung PION.
Keeenam orang itu meski berada di negara negara yang berbeda tapi ketika dilihat di atas maka mereka membentuk seperti bintang.
"Sekarang!"
Dengan aba aba tersebut mereka mengucapkan mantra dan mantra itu ditujukkan ke langit, dengan kekuatan yang dahsyat retakan tersebut seperti bergerak lebih lambat, sayangnya karena menggunakan kekuatan sihir yang sangat banyak kemungkinan besar ritual itu tidak akan bertahan lama karena itu Tia segera menghampiri Tiffany.
"Siapkan bom yang kedua!" Perintah Tia padanya.
Seluruh badan Tiffany mengejang, ia menatap marah ke arah Tia. "tidak akan!" Serunya. Untuk pertama kalinya Tiffany berbicara pada Tia dengan nada tinggi.
"Kita tak punya waktu lagi, kita harus membuat keputusan." Pinta Tia tegas.
"Tak bisa! Tak boleh, pasti ada cara lain.. aku yakin!"
Tapi perkataannya itu tak digubris Tia, Tia segera mengambil alih komputernya namun Tiffany menahan tangannya.
"Ku bilang tak boleh!" Teriaknya dan tanpa sadar air matanya mengalir.
"Kita harus melakukannya Tiffany." Dengan mengatakan itu Tia tersenyum.
"Untuk mencapai kemenangan harus ada pengorbanan yang dilakukan." Lanjutnya, perkataannya itu sangat menusuk Tiffany tepat di dadanya.
"Jika kita tak melakukan ini, akan banyak orang yang mati Tiffany..
Lihatlah keluar, dunia sedang dalam kekacauan. Apakah kau ingin dunia ini hancur?"
Tiffany tak menjawab, ia menundukkan pandangannya. Tia yang melihat itu menepuk kepalanya lembut, "tak apa, semua akan baik baik saja. Aku percaya padamu.." senyumnya, setelah itu Tia membuat agar bom kedua berada di posisi yang akan diluncurkan.
Selesai sudah berada di posisi yang seharusnya, Tia memeluk Tiffany lagi. "Aku percaya padamu Tiffany, sampaikan terimakasih ku kepada mereka semua.. dan sampaikan *******. Katakan itu pada mereka oke?" Sekali lagi ia tersenyum sedangkan Tiffany bergelimang air mata.
Tia melangkah pergi dengan cepat sedangkan Tiffany menangis di depan komputernya, hitungan mundur agar bom itu diluncurkan mulai berjalan dan Tia sudah berada di posisi bom tersebut.
Ia mengikatkan dirinya ke bom itu, dan tinggal menunggu bom itu siap diluncurkan.
5...
4...
3...
2..
1...
"Bom akan diluncurkan."
Peringatan itu muncul di komputer Tiffany dan ia menutup matanya menahan tangisan yang akan terus keluar dari matanya.
Dengan cepat bom itu meluncur bersama Tia, dengan tekad yang kuat Tia perlahan lahan mendekati retakan tersebut.
"Aku harus melakukannya dengan tepat." Ucapnya di dalam hati.
Dia memejamkan matanya dan menghela nafasnya sembari tersenyum. "Maaf.."
Sementara itu semua orang mengetahui bahwa bom itu akan diluncurkan tapi mereka semua tak mengetahui sesuatu yang terjadi di sana.
Bom akan mendekati retakan dalam hitungan detik,
3
2
1
"Sekarang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
bodyguard
Teen Fiction"Dia seperti bukan manusia, dia dingin, tak pernah tersenyum bahkan berbicara hanya seperlunya. Tapi, entah mengapa kami menyukainya." genre: romance, fantasi, drama, action.