Pagi akhirnya kembali.
Setelah puas memaksa malam yang basah pergi.
Kata demi kata menggantung di langit-langit.
Berputar, membentur, dan bertarung sengit.
Lelaki itu termanggu senyap.
Sedang menebak aliran kalimat yang merayap.
Sambil menghayati lekukan yang bolak-balik di hadapannya.
Satu per satu prosa mati dalam kepalanya.
Pikiran yang dikuasai dengan manis,
oleh kalimat yang tersusun dalam buku yang belum ditulis.
Kata per kata masih berputar bingung,
membentuk barisan dialog yang menggantung.
Hingga sang pemilik lekukan berbalik mematung.
Punah sudah ribuan kata yang menggantung.
Kalah dengan senyum yang menghias.
Bahkan waktu terasa beku dan sisakan bias.
Jangan lupa Vote & Komen ya! 🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Monolog
PoetryTeater kehidupan telah dimulai, dengan pelakon tunggal dan dialog bisu. Rencana berjalan, takdir melantai, di antara hati yang patah dan bujukan palsu. Maukah engkau menjadi pendengarku? Memahami potongan sketsa peran, menghakimi kenangan dan w...