Jejaknya membeku tertahan.
Jeritan pilu di tengah keramaian.
Sebuah kehidupan telah dipeluk Tuhan.
Sekejap mata sekilas pandangan.
Orang-orang mulai berbisik gamang.
Sungguh ironi untuk hal yang pasti datang.
Tak tunggu siang atau menjelang petang.
Janji jiwa kembali tak memandang bimbang.
Andai manusia tak berpura lupa.
Andai kematian terlintas di sela sibuknya fana.
Mungkin manusia tak sempat menyenangkan jiwa.
Terlalu sibuk menangisi dosa.
Namun mungkin janji palsu lebih indah.
Mungkin berbuat amalan timbulkan gerah.
Atau mungkin hati kita masih keras dan angkuh.
Tanpa sadar sediakan bara pembakar tubuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monolog
PoetryTeater kehidupan telah dimulai, dengan pelakon tunggal dan dialog bisu. Rencana berjalan, takdir melantai, di antara hati yang patah dan bujukan palsu. Maukah engkau menjadi pendengarku? Memahami potongan sketsa peran, menghakimi kenangan dan w...