Bagiku, hadirnya bagaikan jari-jari yang menggerakkan roda hidupku.
Membilas setiap keraguanku dengan kalimat-kalimat penguatnya.
Menopang segala jatuhku, agar tetap berdiri dengan kedua kakiku.
Menggenggam jemariku agar terus melangkah.Namun, takdir berputar.
Cepat atau lambat, semuanya terbuka.
Bahwa aku ego, bahwa dia tak pernah cukup untukku.
Aku sang pendamba, sang pungguk perindu bulan.Dia selangkah, maka ku berlanjut tiga langkah.
Dia mendekat, aku berlari.
Lukanya menganga, aku semakin sakit.
Dia merana, rasa bersalah semakin menginjak diriku.Mungkin benar, ini pertanda.
Bahwa kita harus usai, bahwa aku lanjut berjalan,
Namun kali ini sendiri.
Dan untuk pertama kalinya, pelukannya tidak mampu menenangkanku.Jangan lupa Vote & Komen ya! 🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Monolog
PoetryTeater kehidupan telah dimulai, dengan pelakon tunggal dan dialog bisu. Rencana berjalan, takdir melantai, di antara hati yang patah dan bujukan palsu. Maukah engkau menjadi pendengarku? Memahami potongan sketsa peran, menghakimi kenangan dan w...