The Art of Sleeping Alone

188 3 0
                                    

Sebuah cerita pendek. Enjoy!

Jauh sebelum aku mengenalmu, tidur sendiri bukanlah suatu masalah. Teman tidur tidak jadi kebutuhan primer sebelumnya. Cukup bantal dan guling yang jadi sumber kenyamanan. Meskipun terkadang aku mengalami insomnia, cukup secangkir teh hangat dan buku favorit yang membantuku cepat terlelap.

Sebelumnya, aku tak pernah peduli dengan ada atau tidaknya teman tidur. Aku bukan seorang gadis penakut. Meskipun mati lampu atau saat hujan serta halilintar menyambar keras di luar sana, tak jadi pengganggu tidurku. Bahkan membuatku bertambah nyenyak dan nyaman.

Aku memang punya seorang adik perempuan, namun kami tidak pernah berbagi kamar. Sejak kecil kami telah dibiasakan oleh Ibuku untuk belajar tidur sendiri. Bahkan hingga kuliah dan kerja di luar kota, aku selalu memilih untuk tidak punya teman sekamar. Bagiku, begitu ribetnya jika harus berbagi kamar dengan seseorang. Sifat introvert membuaku cukup sulit jika harus berbagi ruang privasi dengan orang lain. Bagiku, waktu tidur adalah saatnya bersama diriku sendiri. Aku bisa bebas berpikir tentang banyak hal tanpa interupsi seorangpun.

Ah, itu jauh sebelum ada dirimu. Aku sudah dibuat lupa tentang rasa nyaman tidur sendiri. Mungkin, karena begitu berhasilnya dirimu membuatku terbiasa memiliki teman tidur. Aku masih ingat dengan jelas, betapa susahnya aku menerima keberadaanmu sebagai teman tidurku. Jika bukan karena statusmu sebagai suamiku, sudah aku usir dari tempat tidurku, yang kini disebut tempat tidur kita.

Kamu seorang pendengkur hebat, membuatku tersiksa luar biasa pada bulan-bulan awal kita tinggal bersama. Tunggu, itu belum seberapa, bulan-bulan selanjutnya secara terang-terangan kamu kentut sembarangan bahkan dengan sengaja hanya untuk menggodaku. Namun, pelan-pelan semuanya berubah. Kamu membuat kebiasaan baru untukku. Suara dengkuranmu berubah menjadi lullaby yang membantuku terlena. Bahkan aku sudah tak anti lagi dengan kentutmu, aku bahkan membalasmu dengan melemparkan tubuhku di atasmu hingga kamu merasa kesal karena berat tubuhku. Lalu kita tertawa dan sebuah kecupan ringan kamu singgahi di bibirku.

Tempat tidur semakin menjadi persinggahan favoritku di akhir hari sejak bersamamu. Sebelum tidur, kita terbiasa bercerita tentang apa saja, mulai dari bagaimana kegiatan dan pekerjaan kita hari itu, menu sarapan keesokan harinya, rencana-rencana masa depan, nostalgia tentang masa lalu, hingga gosip tak penting para selebriti di televisi yang secara tak sengaja kita tonton saat di kantor masing-masing.

Sejak bersamamu, mimpi buruk tidak menjadi momok yang menghantuiku saat terbangun. Kamu akan menenangkanku hanya dengan usapan pelan di ubun kepalaku. Aku begitu terbiasa dengan kenyamanan pelukanmu, sentuhanmu, dan suaramu yang mengisi seluruh kamar ini. Tidak ada satu titikpun di ruangan ini yang luput dari keberadaanmu.

Kini, tanpamu sebagai teman tidurku, semuanya tak sama lagi. Tak ada lagi dengkuran yang menjadi lagu tidurku, tak ada lagi teman perang kentut yang menyebalkan, tak ada lagi teman berbagi cerita, tak ada lagi sang penenang di kala mimpi buruk menyerang.

Mendadak kamar ini menjadi begitu dingin tanpa kehadiranmu, meskipun aku sudah menutupi tubuhku dengan selimut tebal. Kamar ini hanya menjadi ruangan yang penuh kehampaan tanpa suaramu, meski aku sudah menyetel lagu favoritku. Rasanya tempat tidur ini menjadi begitu luas tanpa inchi tubuhmu, meskipun sudah kutambahi beberapa bantal untuk mengisi ketiadaanmu. Betapapun tebal selimut yang kupakai untuk menutupi tubuhku, tetap tak bisa menggantikan hangatnya tubuhmu saat memelukku. Aku rindu dekapanmu, aroma tubuhmu, dan kecupan ringanmu.

Beberapa barang-barangmu masih tersimpan rapi di lemari pakaian milik kita bersama. Bahkan handuk kotor yang terakhir kamu gunakan, masih tergantung di samping milikku. Buku-buku favoritmu juga masih tersusun rapi di antara tumpukan majalah langgananku. Sungguh, keberadaan benda-benda itu semakin menyiksaku, namun aku masih belum punya keinginan untuk menyingkirkannya. Mungkin, karena aku masih ingin mengingatmu, atau karena aku masih ingin merasakan kehadiranmu di sini, dan menepis fakta bahwa kamu telah pergi meninggalkanku untuk tidur sendiri.

Jangan lupa Vote & Komen ya! 🖤

MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang