Malam Mencekam Gilang

8.9K 1.9K 202
                                    



Gilang mencoba untuk menghubungi Gita berulang kali, tapi selalu masuk ke mailbox. Sms juga tak dibalas. Perasaan Gilang semakin tidak enak begitu sampai di gerbang kampus. Dari jauh, gedung tempat Gita biasa praktikum sudah remang-remang. Kegiatan belajar mengajar pasti sudah harusnya selesai.

Dia tetap berniat naik ke lantai tiga, tempat yang ia yakini jadi kelas terakhirnya Gita hari ini. Biar kata fakultas orang, yang mana sudah banyak ruangan kosong melompong, Gilang tetap terobos.

Gita harusnya punya sedikit manner untuk basa-basi, kalau memang dia mau pulang sendiri.

Bukan, ini sejujurnya, Gilang takut Gita kenapa-kenapa, makanya nggak bisa mengabari. 

Apa gini rasanya mengkhawatirkan jodoh?

Dia pun menepuk pipinya sendiri agar tidak halu berkepanjangan. Kemudian menghampiri Satpam, begitu sampai di area lab Teknik Lingkungan. "Pak, ini masih ada kelas gak sih?"

"Udah kelar, Jang! Nyari siapa, atuh?" sapa Pak Satpam.

"Pak, tau Gempita, gak?" Gilang asal saja tanya-tanya, berasa Gita famous banget kayak Raisa.

"Hah? Gempita? Ooh, yang cantik banget kayak Maudy Koesnaedi?" Pak Satpam toel-toel dagunya belaga mikir.

"Ha? Enggak ah, kayak Twice Mina, ah!" Gilang malah rebutan Gita mirip siapa, ke Pak Satpam.

"He euh, tau kok! Anak baru 'kan? Suka ngasih Bapak teh kotak tuh!" Pak Satpam senyum bahagia membayangkan teh kotak.

"Pak, temenin saya yuk, ke atas! Bapak masih pegang kunci ruangan, 'kan?"

"Loh, emangnya Gempita masih di kelas? Tadi Bapak udah cek, semua kosong, kok! Bapak yang konciin ...." Pak Satpam keukeuh.

"Pak, berbuat baiklah sekali-sekali, temenin saya sekali ini ajah, nanti saya jajanin teh kotak sekarton!" Gilang merajuk.

Pak Satpam langsung semringah dengar teh kotak sekarton. Ia pun manggut dan mengantarkan Gilang ke lantai tiga.

Pak Satpam mengecek lagi jadwal-jadwal praktikum di catatannya. Harusnya TL18 punya kelas terakhir di Lab B, dan menurut Pak Satpam, sudah tak ada orang tadi, tapi mereka tetap jalan ke ruangan itu. Titik.

Gilang komat-kamit baca doa dalam hati, selagi melangkah di koridor yang sudah tak berpenghuni itu. Langkah kakinya pun menggema di sekelilingnya. Bangunan kampusnya memang bangunan dari zaman Belanda, jadi yah, bayangkan saja deh sendiri. Buat uji nyali cocok deh, kalau iseng.

Begitu mereka tiba di ruangan yang dimaksudㅡsudah gelap, tentunya. Gilang mengisyaratkan Pak Satpam untuk buka lagi pintunya.

Dan ketika kunci gembok pertama diputar, ringtone lagu dangdut koplo hp Gilang memecah keheningan. Kampret.

"Apaan nyet? Kemana aja lu? Lelet kaya siput, anjing, beneran!" Gilang mengumpat-umpat sohibnya yang nggak salah apa-apa, kecuali menelepon di detik yang salah.

"Santuy, lur! Di mane? Urang naik ke lante tiga nyak? Anjis, gelap coy! Maneh sorangan?" balas Dika santai banget. Minta diberi jotos.

Sementara Gilang sudah panik sejadi-jadinya, Dika santai saja. Peduli gak sih dia sama Ayunda?!

"Sama Pak ..., Sueb!" Gilang melirik name tag Pak Satpam.

"Pak Sueb? Dosennya Gita ama Nanda?" Dika masih pakai nanya, nggak penting pula, minta direbus.

"Bacot anjing! Burukeun ka dieu, aing lagi bukain pintunya, kayaknya ada yang gak beres di dalem!"

Pak Sueb yang sudah selesai membuka bergrendel-grendel tumpukan gembok, akhirnya mengangkat alis, tanda beres. Mohon maaf, karena ini laboratorium isinya barang-barang mahal nan langka, jadi gemboknya kayak mau masuk Pentagon.

Say My NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang