Penyesalan Tiada Tara

5.8K 1.2K 160
                                    



Ketika mereka sampai di parkiran sebuah restoran ramen di kawasan Geger Kalong Hilir, gadis itu ngeloyor begitu saja setelah melepaskan helm dan jaket Gilang. Tidak peduli dengan rambutnya yang awut-awutan kayak orang gila.

Gilang mengunci motornya, lalu buru-buru mengejar Gita, yang sudah masuk ke restoran ramen langganan Gilang dan Dika. Ia bertanya pada kasirnya apakah sudah ada yang memesan tempat atas nama Aryandhika, Mas kasir menginfokan sudah ada, dan menunjukkan area sebelah kanannya pada Gilang. Sudah jadi perjanjian tak langsung untuk geng Duda Kelam, siapapun yang datang duluan harus pesan atas nama Aryandhika. 

Rupanya Jaka dan Bams yang sudah sampai duluan. Ia menemukan sosok Gita yang duduk memunggungi arah kedatangannya. Jaka dan Bams yang kelihatan sedang bertanya sesuatu pada Gita. Gilang menghela napas panjang sebelum duduk di kursi depan Gita. Namun tatapan bingung Bams dan Jaka membuat Gilang salah tingkah.

"Mbok apakno cah ayu ki, loh kok mrengut, Gil?" tanya Bams.

(Diapakan gadis ini kok sampai cemberut, Gil?)

Gilang menggoyangkan kedua tangannya, "Enggak diapa-apain! Git? Kamu kenapa, hm?" tanyanya lembut.

Gita hanya menunduk, selepas menyugar rambutnya yang tadinya berantakan. Tidak menjawab.

"Git, kunaon atuh, mun si Gilang macem-macem lapor Jaka, nanti Jaka smek don!" seloroh Jaka.

Seorang pramusaji menghampiri meja mereka dengan senyum ramahnya, "Sore Kakak, sudah siap memesan, atau masih mau nunggu?" sapanya, sembari meletakkan buku menu di meja.

"Anu, nunggu temen-temenku disek, ya Mas? Gak popo ya?" balas Bams dengan cengiran canggung.

"Oh baik, kalau begitu nanti panggil kami saja kalau sudah siap memesan ya! Terima kasih," Ia pun pamit.

Gilang masih berusaha menatap mata Gita, tapi gadis itu selalu menghindari tatapannya. Apa semua gara-gara Gilang ngebut? Toh mereka selamat sampai tujuan, apa coba yang harus dipermasalahkan?

"Dika sama Nanda lelet bener anjir, lapar aing!" Jaka menarik hp nya dari saku celana, berniat menghubungi Dika.

Gilang terlihat jengah dengan situasi kaku ini, "Git, ngomong yuk di luar kalo nggak mau ngomong di sini," tegas Gilang.

Bams pun menendang kaki Jaka di bawah meja, mengisyaratkan ada hal serius yang mungkin tidak mereka duga. Jaka yang menangkap sinyal itu, langsung pura-pura teleponnya diangkat, menjauh dari kursinya. Sementara si cowok Jawa tulen buru-buru pamit ke toilet.

Sepeninggal kawan-kawannya, ia pun membuka omongan, "Git, saya ada salah?" Gilang mulai tidak sabar didiamkan terus-terusan begini.

Gita pun akhirnya mendongak, melirik Gilang sekilas, sebelum membuang muka lagi. "Saya udah bilang jangan ngebut-ngebut, kamu nggak dengerin 'kan? Memang kamu mau denger kalo saya jabarin semuanya?"

Gilang menelan ludah, urusan sepele itu ternyata.

"Yang penting sampe dengan selamat Git, kenapa sih emangnya ngebut sekali-sekali? 'Kan naikin adrenalin?"

"Alasan konyol kayak gitu, bisa bahayain banyak nyawa Gilang, bukan cuma nyawa kamu dan nyawa saya, tapi orang lain juga bisa kena imbasnya! Pengemudi macam kamu itu yang bikin jalanan Indonesia semrawut!"

"Harusnya kamu mikir Gita, kenapa saya sampe ngebut tadi, alasannya apa?" balas Gilang.

"Apa? Biar dibilang keren? Biar saya terkesan?"

Say My NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang