Serangan Balik Gilang

10.7K 1.4K 328
                                    

Cerita kembali ke alur maju


"Keandra?" Gilang mengulang lagi nama itu.

Gita berjengit sedikit mendengar nama itu keluar dari mulut Gilang.

"Dia, orang yang kamu sayang?" tanya Gilang hati-hati.

"Hmm ..." Gita bergumam, "Dulunya ... dia sama gigihnya seperti kamu, sama pantang menyerahnya. Tapi laki-laki mudah sekali berubahnya. Awalnya saya kira kamu sama aja, saya takut kamu juga hanya sesaat suka sama saya." Gadis itu tersenyum getir.

Gilang menyadari nada bicara Gita yang begitu sendu. Meretas lagi kenangan sepertinya menyakitkan untuk gadis itu.

"Saya takjub sama kekuatan perasaan, bisa bikin kita terbang tinggi, bisa jatuh ke jurang terendah. Menurut saya, hati saya belum siap untuk merasakan itu lagi ... tapi kenapa ya, hati itu susah banget diatur? Kamu setuju nggak?" Gita menengok ke arah Gilang.

Gilang kelihatan berpikir keras. "Ya memang, sekarang kayaknya saya ngerasain itu, 'kan saya sayang sama kamu ... kira-kira ya gitu."

Gita menatapnya ingin tahu. "Boleh saya tahu kenapa kamu bisa sayang sama saya? Alasannya?"

Gilang pun mengangkat bahu. "Nggak tahu, nggak ada alasannya. Pokoknya saya rasain di sini," Gilang menunjuk perutnya.

Gadis itu mengernyitkan dahinya, "Di perut? Kamu lapar mungkin?" Ia menahan senyum.

"Enggak, jadi di sini ada kupu-kupu gede. Kalau kamu dekat-dekat saya, Kupu-kupu itu terbang berisik banget ..." jelas Gilang, dengan ekspresi serius.

Gita pun sontak tertawa renyah. Masih mencoba menganggap analogi Gilang sebagai sebuah rocket science yang barangkali bisa dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut. Kupu-kupu di dalam perut. Sepertinya perut Gilang harus dicek dengan endoskopi.

"Nantiㅡ nanti kalau kamu udah sayang sama saya ... kupu-kupu di perut kamu juga bangun." Gilang tersenyum-senyum sendiri.

Atau sebaliknya, Gita harus belajar banyak bagaimana caranya menyayangi tanpa pamrih? Harus belajar bagaimana menjadikan masa lalu sebagai sebuah pembelajaran berharga alih-alih batu sandungan yang menghalangi kebahagiaan. Kebahagiaan yang bisa saja ada di depan mata, tapi terlalu sulit dilihat dengan mata telanjang.

Sepertinya tidak akan terlalu sulit, belajar menyayangi seorang Gemilang Mahameru. Atau mungkin ia sudah melakukannya, hanya saja tidak sadar?

Tidak ada yang bisa menjamin seorang Gilang akan lebih baik dari seorang Andra. Tidak ada yang bisa menjamin Gilang adalah yang terbaik. Namun tidak menutup kemungkinan Gilang bisa menjadi penyembuhnya. Menghilangkan sosok Andra dari guratan memorinya, selamanya.

Satu hal yang harus Gita lakukan adalah mencoba. Memberi kesempatan Gilang untuk membuktikan diri bahwa ia bisa menjadi lebih baik daripada Andra, atau siapapun.

"Kamu yakin, bisa terus sayang pada orang yang sama? Nerima kekurangan orang itu? Kamu yakin nggak bakalan berubah pikiran?"

Gilang menatap Gita lurus, kemudian mengangguk. Gadis itu pun mencari-cari keraguan pada sorot mata pemuda di hadapannya. Entah mungkin itu hanya halusinasinya, tapi sorot mata itu terasa tulus baginya. Darahnya pun seketika berdesir hebat.

Mungkin dirinyalah yang lebih membutuhkan Gilang, bukan sebaliknya?

Gadis itu pun menghela napas panjang. Mencoba mengatur ritme jantungnya yang mulai berdetak tanpa aturan. Merasakan sesuatu berderak di ulu hatinya. Perasaan itu tak asing, tapi ia tidak terlalu yakin apakah itu rasa yang sama.

Say My NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang