Gilang memilih mengantar Gita pulang dengan taksi, karena nggak mungkin naik motor dengan keadaan kayak beginiㅡ maksudnya, Gilang sudah ngantuk. Mana Gita sedang sakit, suruh angin-anginan pakai motor? Bisa-bisa mencair sampai kosan.
Begitu masuk ke dalam taksi burung biru, Gilang pun meminta bapak supir untuk mampir ke Mekdi drive-thru di perempatan Dago, membelikan Gita sesuatu untuk dimakan. Pengin sih, belikan pecel lele supaya semangat makannya, tapi rempong turun-turun dulu, ngantre. Tadi sudah di info ya, Gilang ngantuk. Titik.
"Paket panas satu aja mas, minumnya ganti teh kotak ya. Satu porsi aja kok." Gilang sedang ngomong sendiri ke mesin interkom yang hanya layar itu. Lalu mengambil pesanan di konter belakang setelah membayar.
Tak jauh dan tak lama setelah itu, mereka sampai di kosan Gita. Gilang menggendong lagi Gita yang sudah setengah tertidur. Kali ini, tak pakai lama, langsung diboyong begitu sajaㅡ kelamaan kalau meminta dia naik ke punggung Gilang. Karena habis menangis, pasti ngantuk banget ini cewek sekarang.
Kasihan banget sih Gita nih, dipikir-pikir, memang dia apes melulu sejak bertemu Gilang. Huft, Gilang nggak mau kalau sampai Gita tak sudi ketemu-ketemu dirinya lagi karena takut sial. Please, besok jangan sial lagi, kek.
Kepala Gita pun terkulai lunglai di bahu Gilang. Tangannya sudah tak banyak bergerak, fix, Gita sudah kelewat lemas. Gilang dekap lagi dan mengeratkan pegangannya di lipatan lutut dan punggungnya.
Gilang tendang pagar kosan Gita agar terbuka, untung saja belum digembok, karena masih pukul 10 lewat.
Yang lebih untung lagi, mbak-mbak yang sepertinya penjaga kosan, sedang telponan di depan teras. Mata si Mbak langsung mau keluar lihat ada cowok agak ganteng, tengah menggendong salah satu anak kosanㅡ gendongnya macam pengantin baru yang mau ke kamar buat honeymoon.
Masalahnya, pengantin wanitanya lagi lemas ini, alias setengah sadar, boro-boro pengin honeymoon. Ingin nangis yang ada pengantin prianya. Gilang sabar, Gilang tabah.
"Mbak, sorry nih, saya nggak jahat kok! Ini saya cuman mau anterㅡ em, temen saya pulang, soalnya dia sakit! Boleh bantu kasih tau kamarnya di mana?" Gilang bertanya sopan pada si Mbak yang masih cangap dari tadi.
Temen, temenㅡ uh, lidah aing kelu banget sebut kata temen! Aing maunya calon istri, titik!
"Oh, itu Mbak Gita ya? Bener, 'kan?" Si Mbak mau verifikasi, macam mau masuk home base FBI.
Gilang pun manggut, pasang muka baik-baik. Tahan napas, agar muka mesumnya tak kelihatan. Tapi sudah malam juga, gelap sih, muka Gilang sudah nyaru sama langit malam. Percuma sok baik.
Si Mbak langsung berubah sigap. "Oh, sini, sini, Den! Kamar Mbak Gita tuh deket kok, lantai satu. Masuk dulu, Den!"
Bagus deh, lantai satu. Kalau sampai kamar Gita di lantai tiga, bisa copot sol sepatu Gilang. Dadas, lur.
Gilang membenahi posisi Gita yang sudah agak merosot dari gendongannya. Duh, kapan lagi, bisa peluk-peluk gebetan lama-lama begini. Gita yang apes, Gilang yang untung.
Gilang pun masuk ke kosan yang cukup besar itu, kamarnya berjejer dengan desain dan warna yang sama. Memang rumah yang sengaja dibangun untuk dijadikan kosan.
Si Mbak membukakan pintu dengan kunci cadangan, salah satu kamar di ujung koridor pertama. Benar, memang tidak jauh. Dan terbukalah kamar seorang Gempitaㅡ yang rapi, bernuansa hitam dan putih. Sedikit ada aksesoris berwarna ungu atau pink menggantung di dinding, atau diletakkan di meja. Koleksi foto-fotonya tertempel berjajar di sebuah tali yang melintang di dinding, seperti jemuran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say My Name
Romance| Romance Comedy | Part of College Comedy Series | Gempita Maharani tidak pernah mengira bangun kesiangan akan mengubah seluruh rencananya. Kejadian konyol soal salah ambil makalah di tempat fotokopi, mengakibatkan ia harus mencari seseorang ke faku...