Gita dengan ragu menuju ke kamar kakaknya yang tertutup rapat. Gadis itu menelan ludah, sebelum mengetuk pelan pintu kayu di hadapannya. Beberapa ketukan, dan suara tegas kakaknya memintanya untuk membuka saja pintunya.
Ia membuka pintu yang tidak terkunci itu, dan melongok ke dalam kamar kakaknya yang masih terang benderang. "Mas, boleh masuk nggak?"
Genta belum tidur, masih berkutat dengan laptop dan diktat tebal di meja belajarnya. Ia menekan kacamatanya agar kembali ke puncak hidungnya, lantas nyengir lebar. "Ya boleh dong, Dek."
Gita pun berjalan pelan ke kamar kakaknya yang bernuansa coklat itu. Kemudian melihat kasur kakaknya yang agak berantakan, gadis itu refleks melipat selimut motif kotak-kotak yang tergeletak, dan merapikan seprai nya, sebelum duduk di pinggiran kasur.
"Silahkan rebahan dulu aja, Bu. Keluhannya apa aja?" ujar Genta. Namun ia masih memunggungi adiknya, kembali fokus ke layar laptopnya.
Gita mendengus pelan, "Pasiennya kabur Mas, kalo dilirik aja enggak."
"Saya multitasking Bu, saya dengerin kok. Serius,"
"Mas lagi apa sih? Kok sibuk banget?"
"Lagi ada mood buat ngetik skripsi ini Masmu, kamu ganggu aja lagian," canda Genta.
"Ya 'kan aku pulang besok Mas, kalo skripsi bisa besoknya lagi ..." gumam Gita.
"Hm, give me ten minutes, will you?"
Gita pun mengangguk sendiri, sadar bahwa kakaknya tidak akan melihatnya, ia pun diam saja. Menunggu sepuluh menit sesuai permintaan kakaknya. Biasanya masnya itu selalu menepati janji.
Ia melirik jam dinding yang tepat di atas meja belajar kakaknya. Sepuluh menit ternyata bisa selama itu rupanya. Gadis itu pun memilih untuk merebahkan diri di kasur empuk kakaknya. Meremas-remas tangannya sambil mendengarkan suara halus ketikan keypad laptop.
"Oops, time's up!" Genta mendongak ke arah jam dinding sambil merenggangkan tubuhnya. Ia menguap lebar sebelum memutar kursinya, dan meluncur ke sisi kasur. Genta memandangi adiknya yang malah merem di kasurnya.
"Jadi ono opo toh, Nduk?" Genta mencubit pipi Gita, agar membuka matanya lagi.
(Jadi ada apa, Nak?)
"Aaah," Gita kontan meringis, sambil menjauhkan tangan jahil kakaknya dari wajahnya. "Udah? Skripsinya udah Bab 5 belum?" sindirnya.
"Oke, konsultasinya sekian, dan terima kasih!" Genta menarik selimut dan menutupi muka Gita dengan selimut tebal itu.
Gita terkekeh renyah mendengar nada gusar dari mulut masnya. "Maaf, maaf, gak bahas-bahas lagi deh! Mas, ih ... dengerin." Gita menarik ujung celana basket yang dikenakan masnya.
"Iya apaan buru, Mas mau nonton liga champion nanti,"
"Ah, 'kan masih jam satu, masih lama! Mas, bantuin aku ngomong sama Ayah dong!" Gita memilih to the point.
Genta melepas kacamatanya, dan meletakkannya di nakas samping kasur. "Ngomong soal?"
"Yaa, soal si mas itu, yang tadi siang."
Genta mendengus tertawa. "Mas Gara?"
Gita mengangguk, sambil memiringkan tubuhnya ke arah masnya, yang sedang menggosok wajahnya untuk mengusir kantuk.
Genta pun menyeringai, "Kenapa, kamu udah nggak sabar mau dinikahin, hah?"
Gita pun memejamkan matanya sedetik, heran pada konklusi asal dari kakak semata wayangnya itu. "Gila kali! Enggaklah, Masku sayang! Justru bantuin aku ngomong sama Ayah, kalo aku nggak mau ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Say My Name
Romance| Romance Comedy | Part of College Comedy Series | Gempita Maharani tidak pernah mengira bangun kesiangan akan mengubah seluruh rencananya. Kejadian konyol soal salah ambil makalah di tempat fotokopi, mengakibatkan ia harus mencari seseorang ke faku...