Menunggu Hujan Reda

5.9K 1.3K 205
                                    



Di luar, ternyata hujan cukup deras. Keluar dari parkiran BIP, mobil Gilang pun terjebak di kemacetan Jalan Merdeka. Namun jangan sedih, masih ada pelipur lara di dalam mobil; radio. Satu hal baru yang diketahui Gilang saat itu, bahwa stasiun radio favorit mereka sama.

"Padahal Prambors lebih terkenal Git, di kota mana aja ada?"

"Iyaa sih, saya suka dengerin Prambors juga, tapi sejak tinggal di Bandung tuh, Ardan kayak lebih ngena aja, lebih Bandung gitu kesannya ... aneh gak sih alesannya?" Gita terkekeh pelan.

Gilang tersenyum, "Enggaklah, nggak aneh,"

Gilang termasuk insan muda setianya Ardan dari masih bocah, karena ketularan Mas Gara yang selalu mendengarkan radio anak muda satu itu.

"Soalnya lucu banget ini sih Hegarmanah! Kayaknya Dika cocok deh masuk Ardan!" tandas Gita.

*Hegarmanah (Salah satu program di Radio Ardan)

Memang dipikir-pikir lagi, Dika itu sejenis radio rusak, ada saatnya pengin dimatikan, ada saatnya pengin dinyalakan.

"Gantiin si Kang Rasmus gitu? Wakaka," Gilang ngakak membayangkan Dika betulan menjadi penyiar.

"Gabungin aja kalo perlu, seru nggak sih? Sayang tahu, bakat ngocehnya Dika kalo gak dimanfaatin ..." Gita masih semangat membicarakan si kuda lumping.

"Si Dika emang dulu pas SMA ikutan radio sekolah tahu, suka jadi DJ abal-abal gitu. Dia paham tuh, siapa lagi gebet siapa, soalnya 'kan dia yang bacain request orang-orang!"

"Request-nya pake nama samaran pasti deh!" tebak Gita.

"Iyalah! hayoo, kamu suka nitip salam juga ya dulu? Pake apa samarannya, Putri Penguin, gitu? Hahaha," Gilang terbahak-bahak puas.

"Hng, rese sumpah ..." Gita menggeleng sambil tertawa. "Nggak ada yang lebih norak?"


***


Sepanjang perjalanan, mereka berdua membicarakan banyak hal konyol, yang tak jauh dari anak-anak Duda Kelam yang kelakuannya macam Powers Rangers salah dapat misi. Khilaf tiada akhir.

Ketika mereka sampai di kosan Gita, sayangnya hujan masih saja deras, belum ada tanda-tanda akan reda. Gadis itu pun melongok ke arah pagar, menimbang untuk menerobos hujan saja, toh jaraknya tidak jauh.

Gilang yang melihat arah pandangan Gita, berkata, "Jangan mikir mau hujan-hujanan ya, Bu!" Seolah membaca pikiran sang gadis.

"He? Ah gak papa lah deket banget ini, habis ini langsung mandi, nggak bakalan sakit ... saya lupa bawa payung soalnya," Gita bersikeras.

"Udah tunggu aja sampe reda! Palingan sejam," ujar Gilang santai.

"Hah, nggaklah! Mau ngapain di sini juga?" balas Gita.

Coba dipikirkan dengan pikiran jernih, hujan-hujan begini, di dalam mobil berdua. Jangan ditanya mengenai suhu, tentu bisa menebak berapa derajat. Kegiatan apa yang bisa dilakukan, selain dengar radio atau main game di hp?

"Ngobrol aja! Emang kenapa sih, Git? Males ya, ngobrol lama-lama ama saya?"

Gilang pun menggelosor mencari posisi enak. Sementara Gita menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ya bukan gitu, maksudnya. Cuma ya, nggak jelas dong tetep aja?"

Iya, nggak jelas, kayak perasaan kamu ke aku ya Git?

Say My NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang