Sepeninggal para tamu yang membawa sedikit kehebohan di kediaman keluarga Suryolaksono, keempat anggota keluarga itu kini sedang menikmati waktu bersama di ruang tengah, ditemani dengan cemilan, dan juga siaran tv.
Genta yang memegang remote control, mengecilkan volumenya sembari melirik ayahnya, "Yah, yang mas-mas pendiem tadi siapa sih, Yah? Kayaknya belum pernah liat, anak MT?"
Gita masih sibuk mengunyah keripik, di samping ibunya. Ayah yang fokus menatap layar tv pun menjawab, "Oh, iyo Gen, anak MT*, kelihatan banget ya? Wong yang lain wes podo bangkotan, dia tok masih seger," lalu terkekeh.
(Orang yang lain sudah pada tua, dia sendiri yang masih segar, )
"Hahaa, ya gimana yaa habis lihat pak Jo, pak Dedi, pak Yanto ... terus lihat mas itu ... si Gita aja sampe susah ngedip!" Genta menyindir adiknya.
Gita sontak melotot ke arah masnya dengan mulut penuh keripik. Dia pun mengunyah keras-keras.
Gadis itu menelan keripiknya, "Enggak tuh! Biasa aja! Aku cuma ngeliatin karena ngerasa aneh aja, ada yang masih muda temen ayah ..." Ia mencoba menjawab setenang mungkin.
Kenapa sih Mas Genta nih, mancing-mancing aja?
"Yaa, kalo naksir juga nggak papa Dek! Kayaknya masnya tadi adem gitu, serius, nggak pecicilan. Kira-kira cocok buat jadi suami ..." Genta justru kedengaran serius.
Kali ini Gita tersedak keripiknya. Gadis itu tak menyangka kakaknya akan berpikiran sejauh itu mengenai tatapan ingin tahunya pada orang asing. Ia harus menyiapkan serangan balik yang masuk akal untuk menyangkal kakaknya.
Suami?! Nggak salah denger?
Berkebalikan dengan Gita yang kelihatan gusar, Ayah justru tersenyum, "Tapi Ayah setuju sih Git, kalo Ayah kenalin aja gimana? Siapa tahu jodoh? Ya kamu kuliah dulu aja ... santai. Dia juga 'kan masih ada kontrak yang harus dilewati dulu. Anaknya pinter, sopan, blas ndak pernah macem-macem seingat ayah. Ayah suka, tanggung jawab sama kerjaan."
Loh kok jadi gini sih?
"Aah, Ibu bantuin sih, Gita mau dijual sama Ayah! Kayak Siti Nurbaya!" Gita memeluk ibunya dan menyembunyikan wajahnya di bahu ibunya.
Ibunya pun tersenyum sambil mengerling memperingatkan pada suaminya yang sedang tertawa-tawa geli. "Nggak dijual, sayang ... Ayah maksudnya baik, biar Gita ndak dapet yang main-main ... 'kan untuk masa depan kamu juga, tapi kalo nggak mau ya ndak papa. Ayah nggak maksa, iya 'kan Yah?" Ibu menekankan pertanyaan untuk suaminya itu.
"Iya ... iya, Ayah ndak maksa kok Dek, 'kan siapa tau ajaa! Masalahnya Ayah bingung lho, nemu di mana lagi calon mantu kayak dia? Mana ganteng, bertanggung jawab, cocok buat anak gadis kesayangan Ayah,"
"Ya itu 'kan menurut ayah ... menurut aku belom tentu," Gita cemberut.
"Waaah, kalo begini sih, kayaknya udah punya cowok nih Yah, si Adek! Ayok kita cari tahu Yah!" Genta memanas-manasi.
"Itu dia Gen! Koyoke bener iki ..." Ayah memicingkan matanya ke arah Gita yang masih bersandar di bahu ibunya.
( Kayaknya benar ini ...)
"Mas Genta, udah ... nggak usah ngomporin. Skripsinya sana kerjain!" Ibu menegur pelan, tapi menusuk.
Genta merosot di sofa. "Ya Allah Bu, Genta udah kerja kayak kuda, hari libur santai dikit bisa 'kan Bu?"
"Yowes, kalo ndak lulus juga, yo pindah kolong jembatan aja gih!" Kali ini Ayah yang sewot.
"Wah, serangan fajar ini sih! Kok jadi aku yang kena ..." Genta mencebik pada adiknya yang lagi senyam-senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say My Name
Romance| Romance Comedy | Part of College Comedy Series | Gempita Maharani tidak pernah mengira bangun kesiangan akan mengubah seluruh rencananya. Kejadian konyol soal salah ambil makalah di tempat fotokopi, mengakibatkan ia harus mencari seseorang ke faku...