Penderitaan Gilang menerabas macet sore itu akhirnya berakhir, mereka pun tiba di restoran steak tepung, yang milkshake-nya enak banget. Dagingnya setipis daging shabu-shabu sih, tapi bumbunya enak, dan juga harganya terjangkau. Restoran model begini cocok deh buat kantong mahasiswa kere yang mau traktir kawan-kawan, macam Gilang.
Gilang menemukan sosok Dika yang terduduk di meja dekat taman, lalu ia menepuk punggung Dika dari belakang, "Bandrek!" Namun melihat muka Dika sepucat vampir, Gilang jadi bingung. "Kunaon, si Jaka mana?"
Lubang hidung Dika langsung kembang-kempis, "Si ontohod nya, anjiirr ngerakeun pisan! Numpahkeun milkshake yang lagi dibawa sama mas-masnya, mana banyak! Yaoloh tadi berarakan di sono noh!" Dika menunjuk TKP, di mana Jaka tadi menabrak mas-mas yang malang.
(Si bodoh, bikin malu banget! Numpahin Milkshake ...)
Juned pun menghela napas panjang lagi, kalau bukan biang kerok, bukan Jaka judulnya.
"Gelasnya pecah gak?" Pertanyaan yang paling penting, Nanda yang punya.
"Ya pecah lah ... aduh mau aing videoin tadi, tapi lagi nelpon, gak keburu! Untung aja, bukan lagi bawa hotplate masnya! Bisa gosong tangan si bahlul!"
"Ya ampun, masih untung cuma milkshake ya ... nanti kita tanya Jaka aja, ganti ruginya berapa, biar kita bisa bantu, gimana?" Gita usul.
"Jangan Git, biar aja Jaka tanggung jawab sendiri, udah besar!" Juned mencegah Gita untuk menyelesaikan urusan ini.
"Tapi Bang, kalo mahal gimana?" Gita bertanya khawatir.
"Neng Gita! Udah tenang aja! Di antara kita-kita, Jaka paling mampu deh! Dia mah penampilannya aja kucel, gembel, padahal sultan!" Air wajah Dika mulai cerah dengan kehadiran kawan-kawannya.
"Hah? Serius?!" Nanda berseru heboh, menatap Dika tak percaya.
"Lah ngopo kok kaget men? Durung tau nang omahe toh? ombo tenan! Gek bal-balan iso koyoke!" Bams menjelaskan pada Nanda.
(Lah kenapa kok kaget amat? Belum pernah main ke rumahnya 'kan? Luas banget! Bisa untuk main bola kayaknya!)
Luas rumah Jaka, yang menurut penerawangan Bams, bisa untuk main bola.
Bola apa dulu nih? Bola bekel kah?
Nanda membulatkan mata tak percaya. Kalau berdasarkan penampilan, memang Jaka lebih pas jadi gembel, tak tahunya ternyata, gembel elit?
"Nah, tuh datang biang keladi!" seru Juned.
Jaka mendekat sambil cengengesan, pakai jaket hoodie milik Dika, karena pasti baju dia sendiri basah. Ia menenteng kantong plastik, yang diduga isi bajunya sendiri.
"Maap Lur! Urang nyuci heula ieu, tapi tenang, tadi sakalian urang peseunkeun! Maraneh tinggal dahar weh!" Jaka angkat alis sambil nyengir.
(Maaf Bro! Tadi gue nyuci dulu nih, tapi tenang, tadi sekalian gue pesankan! Kalian tinggal makan!)
"Diapain tadi sama managernya? Di maki-maki nggak?" Dika melongok ke arah Jaka yang duduk di samping Bams.
"Teu lah! Nya urang gentian weh nu tumpahna sabaraha, nya menta maap oge sih! Tapi geus beres, tenang! Atuh mukanya naha pada stres kitu atuh??" Jaka mengedarkan pandang ke arah kawan-kawannya.
(Nggak lah! Ya tadi gue ganti rugi saja, minta maaf juga sih! Tapi sudah beres kok, tenang! Lalu kenapa muka kalian semua stres begitu?)
Kalau saja, mereka tidak berteman dengan Jaka, sepertinya hidup mereka akan sedikit lebih tenang. Namun, lelaki bergigi kelinci itu selalu punya cara untuk membuat mereka semua tersenyum dengan tingkah lakunya yang ajaib. Dibuang sayang, kawan seperti Jaka itu langka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say My Name
Romansa| Romance Comedy | Part of College Comedy Series | Gempita Maharani tidak pernah mengira bangun kesiangan akan mengubah seluruh rencananya. Kejadian konyol soal salah ambil makalah di tempat fotokopi, mengakibatkan ia harus mencari seseorang ke faku...