Nama Yang Terlarang

5.8K 1.2K 190
                                    


Sudah dua minggu lebih Gilang memenuhi janjinya untuk tidak menemui maupun menghubungi mahasiswi Teknik Lingkungan yang sudah memorak-morandakan hati dan pikirannya itu. Gadis lembut yang punya pemikiran kuat, dan prinsip yang sulit dibantah. Gadis yang selalu membuat Gilang berpikir dua kali akan segala tindakannya. Namun gadis itu jugalah yang memancing adrenalin dan endorfinnya hingga melonjak dalam jumlah mengerikan.

Gilang menyadari satu hal, ia sangat rindu. Hati kecilnya berharap gadis itu pun merindukannya, meski mereka masih sama-sama mencoba untuk lebih mengerti arti kesendirian. Mengerti bahwa keberadaannya sudah lebih dari cukup, tanpa harus ada embel-embel status yang mungkin akan membuat gadis itu terkekang.

Menimbang-nimbang, haruskah ia melanggar janjinya lebih dulu? Atau menunggu dan tetap menunggu? Hanya sekedar mendengar suaranya saja harusnya tak masalah 'kan? Kalau toh memang gadis itu tidak merindukannya, hasil terburuknya, teleponnya tidak dijawab.

Pemuda itu pun memutuskan untuk meraih hp nya dari atas nakas. Mencari nama favoritnya di antara ratusan nama di kontaknya. Gempita Maharani. Ia menggigit bibirnya sebelum menyentuh tanda call di touch screen-nya.

Tuut ... tuut ... tuut ...

Diangkat.

Ketika ada sedikit suara di ujung lain, ia pun merasakan kupu-kupu beterbangan di sekitar ulu hatinya. Gilang masih menggigiti bibirnya, mengatur kata-kata manis apa yang hendak dilontarkan pada gadis yang tak kalah manis.

" ... Gilang?" Suara lembut itu menyapanya duluan, karena Gilang tidak kunjung bersuara sejak tadi.

"Heiㅡ"

"Gilang, kamu sehat?" Gita memotong kalimat pertamanya. Namun Gilang merasa hal itu menyenangkan.

"Se-sehat Git, kamu gimana?"

"Alhamdulillah, saya seneng kalo kamu sehat ..."

Gita tidak menjawab pertanyaannya. Hanya menyatakan ia cukup senang Gilang baik-baik saja. Kenapa rasanya manis?

"Gita ... lagi apa?"

"Hm, saya lagi kangen sama seseorang ..."

Deg. Siapa? 

Gilang menyesap bibirnya sesaat, sebelum berkata, "Oh, beruntung ya, orang yang kamu kangenin ..."

Terdengar suara helaan napas gadis itu, Gilang sedikit banyak menanti jawabannya.

"Saya lebih beruntung Gilang, soalnya orang yang saya kangenin, nelepon saya sekarang ..."

Gilang terdiam. Ia berusaha mempekerjakan otaknya yang justru macet di saat genting begini. Coba dicerna baik-baik Gemilang, apakah kata-kata tadi sesulit itu untuk dimengerti?

Lama mereka sama-sama terdiam, tanpa memutuskan sambungan, dan hanya terdengar suara musik yang mengalun dari radio di kamar Gilang, bahkan sampai ke telinga Gita.

Ayo Gilang, bertindak.

"Git, kamu di kosan 'kan?" sahut Gilang buru-buru.

"Hmm, iya kenapa?"

"Setengah jam lagi saya jemput kamu ya?"

"Oh, emang mau ke mana, Gil?"

"Ada deh ... rahasia."


***


Say My NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang