04 RED HAWK

2.7K 437 12
                                    

Regina berjalan menyusuri koridor panjang menuju ruang utama. Bunyi sol sepatunya terdengar jelas di tempat yang cukup sunyi itu. Sesekali beberapa robot pekerja lewat dan menyapanya. Dan wanita itu tersenyum serta mengangguk kecil membalas sapaan tersebut. Ya, semua yang ada di sana cukup ramah satu sama lain. Bahkan mesin pun tahu cara beretika. Regina menghembuskan nafas panjang jika teringat sikap NC yang selalu memberontaknya dan berbuat ulah. Pemuda itu cukup menyulitkan jika sudah menginginkan sesuatu.

"Dia hanya ingin menjalani kehidupannya di luar gedung. Kita bisa tetap mengawasinya bukan?" Ujar Lanee ketika Regina menghampiri dan berdiri di sampingnya sembari memperhatikan beberapa anak buah mereka melakukan suatu uji coba di ruangan berkaca itu.

"Kau selalu bisa membaca apa yang kupikirkan." Ujar Regina.

"Ini pukul sepuluh, kau pasti baru mengunjungi kamar NC. Dan raut wajahmu menunjukkan hasilnya." Wanita yang lebih semampai itu tersenyum. Tangannya yang lentik menyibak rambut hitamnya ke belakang dengan anggun. Regina tahu benar wanita mediteranian itu. Ia orang yang cukup hebat di timnya. Dan dia, adalah satu-satunya orang di tempat ini yang masih didengar baik oleh NC tanpa menggerutu.

"Terimakasih atas perhatianmu." Kata Regina singkat.

Stella Lanee, selangkah mendekati Regina. "Kau tak ingin memberinya kesempatan? Setidaknya kau juga harus memikirkan kondisi emosionalnya. Usianya sudah delapan belas tahun dan dia belum pernah menginjakkan kaki di luar gedung ini. Kita semua tahu ini tak baik."

"Kata siapa dia belum pernah keluar? Kami pernah mengajaknya keluar dan berjalan-jalan mengunjungi tempat-tempat menarik di kota ini selama beberapa hari ketika usianya sepuluh dan tiga belas tahun. Dan karena itulah hingga saat ini dia terus merengek untuk bisa hidup layak di luar Laboratorium, dia lupa dengan peranannya."

"Dia hanya remaja. Kau tidak harus bertindak sekeras ini dan melimpahkan kewajiban kita, memfokuskan peranannya. Beri dia kelonggaran. Beri waktu untuk dia bisa bermain-main di luar dan bertemu gadis-gadis seusianya. Kurasa itu bagus."

"Dia tidak hanya ingin bermain di luar, dia ingin hidup layaknya orang lain di luar yang tidak pernah berurusan dengan semua ini. Dia benar-benar sudah lupa siapa dirinya." Regina memijat dahinya sementara Lanee tertawa kecil mendengar itu.

"Hidup seperti orang lain?"

"Ya, dia ingin bebas. Dia ingin tinggal di kota dan bahkan dengan.. namanya sendiri."

"Nama?"

"Dia menginginkan nama. Nama manusia, pria. Aku tak mengerti kenapa ia tak bisa bersikap dewasa sedikit pun, dia satu-satunya harapan kita."

Lanee memasukkan kedua tangannya ke saku dan kembali memperhatikan anak-anak buahnya. "Dia hanya butuh suasana baru. Dia berbicara ingin tinggal di kota atau memiliki nama. Kurasa itu karena dia sudah sangat bosan dengan tindakan tegas yang kau buat."

"Kau terus-terusan menyalahkanku."

"Maafkan aku." Lanee berpaling, menatap Regina. "Kau harus hati-hati Regina. Dia bisa saja meledak dan berbuat ulah lagi. Anak laki-laki memiliki nyali yang jauh lebih ekstrem ketimbang anak perempuan. Kurasa kita semua yang ada di sini, tak boleh lupa bagaimana cara mendidik anak laki-laki." Tambah Lanee sambil tersenyum cantik.

"Aku yakin dia takkan melakukan apapun. Berhentilah menyudutkanku." Regina membalas tatapannya. Mereka saling memandang beberapa saat seolah saling menunjukkan keyakinan akan pendapat mereka masing-masing yang dianggap benar. Dan selang beberapa saat, Regina akhirnya mengalah. "Ya, oke. Mungkin kau ada benarnya. Tapi maaf, aku akan tetap menggunakan cara lama. Dia tanggung jawabku." Regina bersiap untuk melangkah pergi. "Terimakasih atas perbincangan ringan ini, Lanee, sampai nanti." Ujarnya kemudian meninggalkan wanita jangkung itu.

THE Y [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang