Chapter 1
Dengan rambut yang terombang-ambing Irene berlari seorang diri menuju kampus sambil memegangi tas selempangnya.
Waktu masuk kelas sudah lewat lima menit dan ia butuh sepuluh menit lagi agar diizinkan masuk.
Kecepatan berlarinya terus bertambah seiring pintu lift fakultas yang hampir tertutup. Ia langsung menekan tombol lift tersebut berulang kali sampai akhirnya pintu lift itu pun berhasil terbuka.
Setelah pintu lift berhasil terbuka, Irene langsung terkejut melihat lift yang sudah terisi penuh dengan para mahassiswa yang sedang menatapnya kesal.
"aduh kenapa dibuka lagi, apa dia tidak lihat liftnya sudah penuh" komentar mereka.
"maaf, aku tidak tau" dengan rasa kecewa Irene pun langsung mundur dari tempatnya agar pintu lift bisa tertutup kembali.
Namun saat ia melangkahkan kakinya kebelakang, tiba - tiba seseorang berhasil meraih lengannya dan menarik Irene pergi.
Irene terkejut namun entah kenapa ia hanya mengikuti arahan dari laki - laki itu sambil terus menatapnya dari belakang.
"kita pakai yang ini saja" ucapnya sambil membalikan badan kearah Irene.
Dengan sangat terkejut Irene langsung menutup mulutnya tepat setelah laki-laki itu menoleh kearahnya.
"Dean cuk! Dean! Oh My God"
"lift barang ini cepat jika sedang tidak ada muatan berat" tambahnya lagi.
"apa kita boleh menggunakan lift ini?" Tanya Irene mencoba untuk tenang dan tidak terlihat gugup.
"selama ada aku, kamu boleh menaikinya" jawab Dean.
"Oh baik, sultan bebas"
"nah sudah terbuka" Dean langsung masuk sambil menatap Irene.
Irene dan Dean pun masuk. Mereka berdiri berdampingan dipenuhi rasa canggung. Keheningan benar-benar menyelimuti mereka, Irene sudah merasakan keringat dingin mengalir deras di punggungnya.
"Apa yang terjadi tuhan"
TING
Mereka pun sampai dilantai delapan. Dean langsung berlari keluar dari lift, sedangkan Irene masih shock dan terlihat mematung didalam lift setelah melihat Dean dengan jarak yang begitu dekat dan memegangi tangannya untuk pertama kalinya.
"apa yang kamu lakukan? Ayo nanti kamu telat" teriak Dean masih peduli.
Meski sebenarnya saat ini ia sedang ingin melamun memikirkan semua kenangan ini dan menyimpan semuanya pada memorinya, namun tanpa sadar rupanya ada hal yang lebih mendesak daripada itu.
"telat sama dengan ketinggalan kelas"
Ucapan wali dosennya itu tiba - tiba muncul mengelilingi kepalanya. Irene pun dengan terpaksa langsung berlari kearah kelasnya dengan cepat.
"maaf pak, izin masuk".
"cepat, sisa waktumu hanya satu menit".
3 jam kemudian
"kamu mau kemana?" tanya Jevan.
"aku mau ke perpustakaan dulu Jev".
"aku antar pulang ya? Aku tungguin" tawar Jevan.
"tidak perlu jev, terima kasih. Aku akan pulang sendiri" tolak Irene dengan ramah.
"yakin??" tanya Jevan kembali untuk memastikan.
"ya... pulang duluan saja".
"hmm baiklah, jika kamu membutuhkan sesuatu, hubungi aku ya" ucap Jevan sambil melangkah pergi meninggalkan Irene.
"baiklah Terimakasih...".
Irene melewati koridor seorang diri, tampaknya tidak ada satu pun mahasiswa yang berlalu lalang disini, hanya terdengar suara pantulan bola basket yang berhasil memenuhi keheningan seisi fakultas.
Irene berjalan ke arah lapangan basket, disana terlihat seorang lelaki jangkung yang sedang men-dribble bolanya.
Irene kembali berjalan sambil terus menatap laki - laki itu yang saat ini berhasil melakukan long shoot.
Karena merasa terkesan secara tidak sadar ia bertepuk tangan dengan pelan, laki - laki itu langsung menyeka keringatnya lalu menoleh kearah luar lapangan, dan secara kebetulan mata mereka saling bertemu.
Irene yang terkejut langsung membuang muka dan berjalan lebih cepat menuju perpustakaan.
"WTF. Dean lagi? Kenapa aku harus terus-terusan bertemu dengan Dean?" gumam Irene sambil lanjut berjalan kearah perpustakaan dan menutupi wajahnya yang merona
Setuju ga sih guys? Waktu kamu suka sama seseorang, kayanya dipermudah gitu ketemu doi 😁, terus jadi nervous ga jelas gitu karena takut doi ngeliat kamu, padahal doi ga peduli sama sekali kan ya 😑
Tak lama kemudian Irene kembali dengan dua buku besar yang ada pada tangannya, saat ini ia memilih untuk melewati jalan yang berbeda.
Meski ia harus berjalan lebih jauh lagi, tapi ini lebih baik dibanding ia harus bertatap muka lagi dengan Dean.
Bukan tidak ingin, hanya saja ia tidak tau bagaimana cara mengatasi wajah meronanya nanti.
"nona lift?" .....
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BLUE
RomanceSebuah perjalanan cinta seorang gadis pada lelaki yang sudah ia sukai semenjak awal kuliah, cinta yang ia kira bertepuk sebelah tangan rupanya menjadi sebuah cerita cinta yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidup. namun semuanya berubah begitu ce...