Hari demi hari terlewati, Irene meninggalkan segala kegiatan rutinitas bodoh yang ia lakukan selama ini. Irene benar-benar terluka semenjak kejadian di lapangan basket bodoh itu.
Saat ini ia benar - benar bertekad untuk melupakan Dean, meski ia tau itu sulit. Melupakan suaranya, genggaman tangan pertamanya, astaga itu benar-benar membuat Irene menggila. Irene terus menerus meremas kepalanya dengan kencang hingga rambutnya terlihat begitu berantakan.
"gembel darimana nih?" tanya Jevan sengaja mengacak - acak kembali rambut Irene yang berantakan.
"ih apaan sih" jawab Irene yang langsung menepis tangan Jevan.
"PMS?" tebak Jevan.
"engga juga" jawab Irene singkat.
"tunggu.. tunggu.. ada apa ini? pasti ada yang kamu sembunyikan..." jevan yang duduk disamping Irene langsung menatapnya dengan sangat dekat.
"engga ada apa - apa Jev" Irene mengucapkannya dengan irama memperjelas.
"hmm hmm" Jevan menggelengkan kepala tidak percaya.
"hmm hmm" Irene membalasnya dengan menganggukan kepalanya.
"jangan-jangan kamu masih mikirin Dean ya?" Tebak Jevan lagi.
"Ssst aku sedang tidak ingin membahasnya".
"gak pengen dibahas tapi dipikirin terus. Kantin lah yo" Jevan mencoba untuk mencairkan suasana.
Irene masih terdiam sambil menidurkan kepalanya dimeja, Jevan yang kesal dengan tingkah Irene langsung menarik lengan Irene dan membawanya keluar kelas.
"Jevan! Ah...." Irene merengek.
"makanya jangan lemes gitu dong, masa lemes gara - gara cowo yang udah jelas-jelas ga suka sama kamu" Jevan mengomel.
"Jevan!!!" Irene mengerang sambil memukul perut kekar Jevan dan memasang raut wajah cemberut.
"sorry - sorry" Jevan tertawa puas dan langsung mengajak Irene berjalan menuju kantin sambil merangkulnya.
"kita terlihat seperti orang yang sedang berpacaran ya" lanjutnya dengan bangga.
Irene langsung melepas rangkulan Jevan dan langsung mencubit sisi perutnya dengan gemas.
"IH" Jevan tiba - tiba menjauh dari Irene sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Apa?! Huh? Apa?!" Irene mendongak menatap Jevan dan langsung pergi meninggalkannya.
"bahaya nih Irene" ucap Jevan sambil mengikuti Irene dibelakang.
"Apa yang bahaya gila" Irene mencoba untuk tidak menghiraukannya lagi.
"omg omg omg" seru Jevan lagi sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya.
"apaan sii" Irene menoleh kearah Jevan.
"kenapa harus nyubit perut coba? Sebesar itukah rasa suka kamu sama perut aku?" Goda Jevan diikuti dengan tawanya yang terbahak - bahak.
"Jevan !!!!" teriak Irene sambil menghentak-hentakan kakinya ditempat layaknya anak kecil.
"idih, btw kenapa kamu cuma suka sama perutnya aja? Orangnya engga?" goda Jevan kembali sambil terus tertawa.
"JEVAN!" Irene langsung mengangkat kepalan tangannya dan berlari kearah Jevan, Jevan yang peka langsung berlari untuk menghindari pukulan Irene sambil tertawa.
Tak lama setelah berdamai, Jevan pun kembali merangkul Irene sambil mengusap keringat yang mengucur didahinya, suasana pun kembali tenang.
"Rin, kenapa sih sensi banget kalau aku bahas soal kita pacaran? emang aku ga boleh banget ya jadi pacar kamu?"...
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BLUE
RomanceSebuah perjalanan cinta seorang gadis pada lelaki yang sudah ia sukai semenjak awal kuliah, cinta yang ia kira bertepuk sebelah tangan rupanya menjadi sebuah cerita cinta yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidup. namun semuanya berubah begitu ce...