Will you marry me ?

1.1K 56 2
                                    

"Kapan kita nikah?".

"Apa?!" Tanya Dean terkejut.

"Kamu mencintaiku kan?" Tanya Irene.

"Tentu saja, kamu tidak perlu menanyakan hal seperti itu lagi padaku" jawab Dean tegas.

"So, apa lagi yang kamu tunggu?".

"Ini kamu serius ?" Tanya Dean masih tidak percaya.

"Serius, Aku terus berada disampingmu sampai saat ini De.. apakah kamu masih ragu?".

"Jujur Aku.. takut.."

"Kamu takut... kamu membebaniku? Kamu takut kamu tidak bisa berjalan lagi? Kamu takut kamu tidak bisa menjagaku? Kamu tidak perlu memikirkan semua itu De... kamu harus yakin bahwa kita pasti bisa melaluinya bersama-sama dengan bahagia" balas Irene.

"Kamu tau... kamu hanya perlu... terus berada disampingku, semangat, dan terus bersamaku" lanjutnya sambil memalingkan muka dari hadapan Dean dengan mata yang berkaca-kaca.

Dean terus menatap Irene dalam "you know what.. i actually waited for this for a long time, but i was too scared... aku selalu merasa ga pantes buat kamu, tapi kamu lagi dan lagi membuat pria malang ini sedikit merasa lebih sempurna" jelas Dean.

"Kamu yakin mau bersama pria malang ini sampai akhir hayat menjemput?" Lanjut Dean.

Irene mulai bertumpu dihadapan Dean sambil mengangguk keras.

"Karena pria malang ini akan benar-benar terlihat malang apalagi tanpa ada Irene disisinya" lanjut Dean.

Irene tersenyum sambil terus menatap Dean dari bawah. Dean ikut tersenyum sambil menggenggam kalung yang ada pada lehernya.

"Bisa tolong lepaskan?" Pinta Dean sambil memberikan kalung yang digantungi cincin.

"Ini cincin apa?" Tanya Irene ragu.

"Buka saja dulu".

Irene pun mengambil cincin yang ada pada kalung tersebut dan memberikannya pada Dean. Dean mengambilnya sambil tersenyum.

"Ideeva Irene tersayang, Will you marry me?" Tanya Dean tiba-tiba sambil memperlihatkan cincin yang ada pada tangannya.

Mata Irene langsung membulat sempurna dengan kedua tangan menutup mulutnya, ia langsung berdiri sambil melangkah mundur.

"Cin.. cincin itu.. kapan kamu menyiapkannya?" Tanya Irene benar-benar terkejut.

"Aku sudah menyiapkannya dari lama, namun belum ada momen yang tepat untuk memberikannya padamu. Aku selalu memakainya akhir-akhir ini, entah kenapa cincin ini membuatku selalu teringat padamu, rasanya kamu selalu hadir untuk memberi alarm bahwa aku harus bertahan" jelas Dean.

"So my dear, will you marry me ?"

Irene langsung menganggukan kepalanya dengan keras sambil menangis.

"Maaf aku tidak berlutut dihadapanmu" Dean tertawa dengan penuh haru sambil memasangkan cincin itu pada jari manis Irene.

Irene menggelengkan kepalanya sambil tertawa dengan pipi yang basah oleh air mata.

"Thank you Irene" ucap Dean menangis tersedu-sedu sambil menunduk.

"Aku masih tidak percaya Irene, ini benar-benar pencapaian paling besar yang pernah aku gapai selama hidup aku" lanjutnya sambil terus mengusap air mata pada pipinya.

Irene mengangguk "terimakasih juga karena sudah berani, aku sangat bahagia De".

Dean pun langsung menarik tangan Irene perlahan dan memeluknya erat. Dean mencium seluruh wajah Irene dan juga tangannya secara terus menerus. Mata mereka saling bertemu sambil tersenyum bahagia dan kembali berciuman.

3 bulan kemudian

Satu minggu lagi munuju hari pernikahan, Dean begitu rutin dan semangat melakukan terapi. Bahkan sampai dirumah ia melanjutkan terapi kedua tangan dan kakinya.

"Jangan terlalu over De, udah istirahat dulu" Irene mengingatkan.

"Engga ko, baru bentar" jawab Dean sambil terus melatih kakinya agar dapat berdiri tegak dengan menggunakan walking frame standing.

"Kamu ga kangen aku?" Rayu Irene yang sengaja melakukannya agar Dean beristirahat.

Dean mengangguk sambil memperlihatkan wajah sedih.

"Yauda sini peluk aku" Irene tertawa.

Dean menghembuskan napasnya dan langsung duduk dikursi roda, ia mulai menggerakan kursi rodanya dan menghampiri Irene yang saat ini berada dikasur. Saat ini kedua tangan Dean sudah kembali pulih mungkin tangan kanannya yang masih sedikit lemah, kakinya sudah bisa berdiri tegak dan kuat menopang tubuhnya meski tidak dalam waktu yang lama.

Dean pun langsung pindah kekasur dibantu oleh Irene. Setelah duduk dikasur Dean langsung memeluk Irene hangat sambil menciumnya. Irene tersenyum sambil mengusap rambut Dean lembut dan mengecup kepalanya.

"Aku tau kamu lelah" ucap Irene sambil terus mengusap rambutnya.

Dean hanya berbaring memeluk Irene sambil memejamkan matanya.

"Kamu sudah sangat hebat Dean, tiga bulan kondisimu sudah kembali seperti saat terakhir kita bertemu. Terimakasih atas kerja kerasnya sayang" ucap Irene sambil terus memeluknya.

Dean tersenyum sambil terus memeluk Irene  erat.

"Tidur ya... kalau kamu sakit, aku orang yang pertama yang akan aku salahkan, kamu mau?" Tanya Irene tegas.

Dean langsung menggelengkan kepalanya keras. Melihat reaksi Dean yang sangat menggemaskan membuat ujung bibir Irene mulai terangkat menahan tawa.

"Aduhhh sayang banget sama orang ini ga ngerti lagi" lanjut Irene sambil mencubit pipi Dean.

Dean yang sedang memeluk Irene sambil memejamkan matanya ikut tertawa dipelukan Irene.

"Sayang, kalau kamu terus bikin aku terbang kapan aku tidurnya?" Ucap Dean dengan nada suaranya yang berat.

"Eh iya, selamat tidur sayang !" Teriak Irene.

"Ah udah ah gajadi, yang ada aku ngakak loh sayang" Dean tertawa sambil melepas pelukannya dan mulai duduk.

"Maap maap" Irene tertawa "yaudah, mending sekarang mandi dulu kamu kan tadi keringetan, abis itu makan, terus tidur deh, setuju?".

"Setuju tuan putri" jawab Dean dengan nadanya yang gemas.

"Oke deh, aku bantu mbak didapur ya".

"Biarin mbak aja, kamu temenin aku" jawab Dean merayu

"Astaga" jawab Irene datar

"Kenapa?" Tanya Dean khawatir

"Gabisa Nolak!" Jawab Irene diikuti tawa mereka yang terbahak-bahak sambil memukul bahu satu sama lain.

"Udah ah ketawa mulu, ayo"

IN BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang