"iya... iya.. ini aku on the way pulang ko" ucap Irene lewat ponselnya."hati-hati ya..." kata Jevan.
"iya iyaa bye" Irene pun langsung menutup panggilannya.
Irene bergegas pulang karena susasana kampus yang mulai sepi. Berjalan di koridor seorang diri berhasil membuat ia merinding. Ia terus berjalan dengan langkah yang besar untuk pergi menuju lift.
Saat melewati kelas Dean kakinya dengan otomatis berjinjit sambil menengadahkan kepalanya, namun matanya terus menyipit setelah melihat ada orang yang sedang duduk dikelas seorang diri.
"wah aku benar-benar dibuat merinding saat ini".
Dengan rasa penasaran, Irene terus berjalan perlahan mendekati kelas itu dan mengintipnya melalui kaca jendela untuk memastikan apa yang sedang ia lihat saat ini.
"Dia beneran orang bukan sih? Gimana kalo dia itu satu sosik yang sedang menjelma menjadi manusia".
Irene langsung menggelengkan kepala dengan keras dan mulai memperhatikan orang itu dengan serius.
"sepertinya dia sedang tidur, aku bangunin aja kali ya? Tapi serem sumpah.. lagian kenapa sih dia tidur di kampus sampai jam segini" keluh Irene sambil memberanikan diri berjalan masuk kedalam kelas.
"Duh bangunin engga ya. Ah udah deh nanti juga dia bangun sendiri" gumam Irene ragu sambil melangkah mundur keluar kelas menuju lift.
Irene terus menekan tombol lift dengan perasaan yang sukar, sampai pada saat pintu lift terbuka ia tetap terdiam dan tidak ada tanda pergerakan sedikit pun pada kakinya, Irene masih tetap menekan tombol itu dengan penuh keraguan.
"Kasian kalo dia terbangun pada tengah malam pasti sangat menakutkan, aku bangunin aja deh".
Irene pun melepas tombol lift itu dan kembali menuju kelas tersebut. Irene mulai mendekati orang tersebut dengan perlahan sambil melirik kearah wajah orang tersebut.
Dengan sangat terkejut ia langsung melangkah mundur sambil menutup mulutnya "Dean ?!".
"astaga aku sangat malu untuk bertemu dengannya, terlalu banyak hal memalukan yang aku lakukan saat di festival, tapi kenapa dia harus tidur disini" gumamnya.
Irene kembali melirik wajah Dean yang saat ini sedang mengarah kearah jendela. Setelah ia perhatikan, Irene merasa ada yang tidak beres pada mantan kecengannya itu, wajah Dean terlihat begitu pucat juga dipenuhi dengan keringat, bahkan matanya terlihat begitu sembap.
Saat ini Irene mulai memikirkan hal - hal yang aneh yang membuatnya merasa panik. Rasa malunya saat ini langsung sirna, tanpa berpikir panjang ia memberanikan diri untuk menepuk pundak Dean.
"Dean.. ?" panggil Irene lembut.
Namun tidak ada reaksi apapun darinya, Dean terus terdiam dengan mata yang terpejam.
"Dean....Dean...." panggil Irene dengan suara yang sedikit lebih kencang sambil terus menepuk pundaknya.
Setelah berkali-kali dibangunkan, akhirnya Dean mulai membuka matanya yang sembap dengan perlahan dan mengangkat kepalanya dari meja.
"argh..." keluh Dean sambil memegangi lehernya.
"apa kamu baik-baik saja?" tanya Irene dengan panik.
"kamu kenapa ada disini?" tanya Dean dengan suaranya yang serak.
"hmm.. tadi aku abis dari perpus, terus lewat kelas ini dan liat kamu sedang tertidur, sebaiknya kamu pulang sekarang" ucap Irene.
"baiklah terima kasih" kata Dean sambil terus memegangi lehernya.
"cepat pulang dan istirahatlah, kamu terlihat sedang tidak sehat" tambah Irene.
"baiklah.. aku akan pulang sekarang" jawab Dean.
"apakah kamu memerlukan bantuan, kamu benar - benar terlihat sedang tidak enak badan".
"tidak perlu, makasih. Sebaiknya kamu pulang saja".
"hmm baiklah, aku duluan yaa" pamit Irene sambil berjalan keluar kelas dengan ragu, namun sesampainya di ambang pintu kelas Irene mendengar suara yang cukup keras tepat dibelakangnya.
BRUKH !!!
Setalah mendengar suara keras itu Irene langsung menoleh kearah belakang dengan cepat dan terlihat Dean yang sedang terduduk dilantai sambil memegangi meja, Irene langsung berlari kearahnya.
"Dean.. ada apa?!!".
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BLUE
RomanceSebuah perjalanan cinta seorang gadis pada lelaki yang sudah ia sukai semenjak awal kuliah, cinta yang ia kira bertepuk sebelah tangan rupanya menjadi sebuah cerita cinta yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidup. namun semuanya berubah begitu ce...