"Cukup! Aku bosen dengerin semua ocehan kamu itu!"
Brak!
"Pah! Pah!"
Chaeyoung menghembuskan nafas lelah mendengar pertengkaran itu lagi. Beberapa hari belakangan, kedua orang tuanya selalu saja bertengkar. Entah apa yang mereka ributkan, Chaeyoung tidak terlalu tahu.
"Ribut terus. Gimana gue mau betah di rumah kalo kaya gini?" Gumam Chaeyoung pelan, kakinya bergerak membuka pintu balkon kamarnya. Duduk di salah satu kursi yang memang sengaja diletakkan di sana.
"Chaeng."
Tap.
Mata Chaeyoung membulat sempurna melihat pemandangan di depannya. Jihoon baru saja melompat dari rumahnya ke balkon kamar Chaeyoung.
"Jihoon! Ngapain lompat kaya gitu? Kalo jatuh gimana?" Panik Chaeyoung.
"Ngga bakal jatuh. Orang jaraknya ngga ada semeter juga."
Jihoon dengan santainya duduk di samping Chaeyoung yang masih mencak-mencak akibat kelakuannya tadi.
"Tetep aja Jihoon."
"Iya-iya, Maaf Chaeyoung." Ucap Jihoon, sama sekali tidak terdengar sebuah penyesalan didalamnya.
"Nih."
Chaeyoung menatap Jihoon bingung. Cowok itu menyodorkan sebuah earphone berwarna soft pink kepadanya.
"Buat apa?"
Jihoon tidak menjawab. Dipasangkannya earphone itu ke telinga Chaeyoung, lalu menyambungkannya ke ponselnya sendiri.
"Gue tau, orang tua lo akhir-akhir ini sering berantem." Ucap Jihoon pelan.
"Lo pasti ngerasa keganggu sama itu semua, atau lebih tepatnya lo ngga suka mereka berantem. Gue semalem pergi ke toko handphone nemenin Mamah, disana gue liat earphone ini. Gue keinget sama lo, jadi gue beli deh."
Penjelasan Jihoon membuat Chaeyoung terdiam. Jihoon benar, Chaeyoung sungguh tidak menyukai pertengkaran itu. Dia tidak suka orang tuanya selalu saja bertengkar, bahkan karena hal sepele.
Chaeyoung rindu keluarganya yang dulu.
"Lo bisa pake earphone ini kalo mereka lagi ribut. Atur volume paling keras, supaya lo ngga denger suara mereka."
"Jihoon." Panggil Chaeyoung.
"Hm?"
"Makasih."
"Ngga masalah, Chae. Gue ngga suka liat lo ngelamun terus."
"Gue cuma bingung kenapa mereka selalu aja ribut. Bahkan karena hal sepele. Gue takut, Hoon. Gue cape."
Jihoon memeluk Chaeyoung erat. Kata-kata itu membuat Jihoon takut.
"Ada gue disini Chae, ada gue. Ada temen-temen lo juga. Lo punya kita semua."
"Gimana kalo mereka milih buat pisah?" Tanya Chaeyoung bergetar.
"Gimana kalo mereka milih buat ninggalin gue?"
"Gimana kalo gue kehilangan salah satu dari mereka?"
"Gimana–"
"Ssssttt. Berhenti mikir kaya gitu. Semuanya pasti baik-baik aja, Chae."
— — — —
Nayeon menjatuhkan kepalanya keatas meja kantin. Kali ini tidak ada yang berani mengganggu mereka seperti tempo hari. Takut dilabrak dan berakhir di rumah sakit.
"Kalian ngerasa aneh ngga sih sama Chaeyoung?"
Suara Jihyo menghentikan keheningan yang terjadi diantara mereka berenam.
"Aneh? Aneh kenapa?" Tanya Jeongyeon bingung sambil menyeruput es jeruknya.
"Dia keliatan murung, terus banyak ngelamun juga. Liat aja kemarin waktu kita kumpul, biasanya kan dia ikut ribut bareng Dahyun, tapi kemarin? Diem aja. Kaya ngga minat gitu."
Penjelasan Jihyo membuat Jeongyeon mengangguk setuju, begitu pula Mina dan juga Momo.
"Dahyun ngga cerita apa-apa gitu? Atau Tzuyu? Mereka kan satu sekolah. Siapa tau Chaeyoung ada masalah di sekolahnya." Ucap Mina.
"Ngga ada deh kayanya. Mereka asik-asik aja." Jawab Momo.
"Mau ke rumahnya nanti?" Tawar Jihyo.
"Jangan nanti, gue masih ada kelas." Tolak Momo.
"Yaudah, gimana kalo besok?"
"Boleh." Jawab Mina.
"Kak Nayeon? Sana?" Panggil Jeongyeon karena sedari tadi dua orang itu hanya menyimak.
"Gue ikut aja." Jawab Nayeon yang diangguki Sana.
"Kenapa tuh?" Tanya Mina.
"Kak Nayeon sih jelas masih dalam fase-fase galau karena abis putus, tapi kalo Sana, gatau deh gue. Kenapa lo?"
Belum sempat Sana menjawab, handphonenya yang terletak diatas meja berkedip sebanyak tiga kali. Menandakan sebuah pesan yang masuk sebanyak tiga kali secara beruntun.
Sana hanya melirik sekilas, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Momo.
"Dari siapa sih?" Tanya Momo penasaran. Diambilnya handphone Sana, lalu dibuka satu per satu pesan itu.
"What?" Pekik Momo tidak percaya.
"Apa? Kenapa?" Tanya Jihyo rusuh. Tangannya merebut handphone Sana dari Momo.
"Gila, lo diajak jalan sama tiga orang sekaligus?!" Tanya Jeongyeon setelah melihat pesan itu bersama Jihyo dan juga Mina.
Nayeon yang tadinya tidak bersemangat, langsung menegakkan badannya.
"Dengan tempat dan waktu yang sama?!" Ucap Nayeon dan Mina secara bersamaan.
"Tau, ah."
"Kok bisa sih, San?" Tanya Nayeon bingung.
"Mana gue tau. Mereka tiba-tiba chat kaya gitu. Udah dari semalem gue di teror sama mereka." Sana menjawabnya dengan lemas.
"Mark Tuan, Kim Seokjin, Kim Taehyung, lo mau pilih pergi sama siapa?" Tanya Jihyo sedikit antusias.
"Gue ngga mau pergi sama siapapun. Mau tidur aja gue dirumah." Ketus Sana.
"Kok gitu? Pilih lah salah satu. Kasian ini mereka, spam lo terus." Bujuk Jihyo. Handphone Sana yang berada di genggamannya terus saja berkedip.
"Gatau. Gue bingung."
Sana beralih posisi menjadi menelungkupkan kepalanya diatas meja. Terlihat jelas kalau Sana sedang bingung.
"Guys, gue kangen Mamah."
Mereka terdiam. Sana jarang sekali mengatakan kalau dia rindu kepada Ibunya. Kata-kata itu sudah menjadi kata keramat bagi mereka berdelapan, karena kalau Sana sampai mengatakan itu, berarti dia sedang benar-benar merasa bingung ataupun frustasi.
"Pengen pulang ke Jepang."
— — — —
Gimana sama Chaeyoung?
Boleh ngga kalo Sana pulang ke Jepang?Tbc.
![](https://img.wattpad.com/cover/201669933-288-k685043.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Life [Complete]
Fanfiction"Hidup-hidup kita, ngga usah lah pikirin apa kata orang lain."