Nayeon terduduk lemas di ruang BEM kampusnya. Sedari tadi mulutnya terus mengeluarkan umpatan untuk Jeongyeon. Orang yang secara tidak langsung telah membuatnya seperti ini. Andai saja bukan karena dare itu, pasti saat ini Nayeon sedang bersama dengan Jinyoung. Menghabiskan waktu berdua seperti biasanya.
Se-bucin itu Im Nayeon kepada seorang Park Jinyoung.
"Ngapain sih tleponin mulu?" Gerutu Nayeon kesal. Tangannya sudah sangat gatal ingin mengangkat panggilan itu.
"Biar ngga ditleponin mulu, mending lo matiin handphone lo." Saran Jihyo. Telinganya sudah panas mendengar celotehan Nayeon yang tidak ada habisnya.
"Bener juga. Sini gue bantuin."
Jeongyeon mengambil handphone Nayeon, mematikannya lalu memasukkan handphone itu kedalam saku jaketnya.
"Kalem Kak Nay, tinggal setengah hari lagi." Ucap Sana. Matanya masih fokus memperhatikan laporan yang sedang dikerjakannya.
"Dulu lo biasa aja perasaan. Ngga ketemu selama seminggu juga tenang-tenang aja, lah sekarang. Baru juga setengah hari udah lemes." Ucap Jihyo.
"Itu kan sebelum pacaran. Lo juga nanti ngerasain kalo udah lengket sama Daniel."
"Emang dasar lo nya aja yang bucin."
"Iya-iya, percaya gue mah sama yang udah pasti."
"Bisa ngga sih, ngga usah bahas pasangan? Kalian ngga liat ini gue jomblo sendiri disini?" Sela Sana cepat.
Benar juga, di dalam ruang BEM hanya ada mereka berempat, karena anggota yang lain langsung keluar begitu rapat selesai 15 menit yang lalu. Dan diantara mereka, hanya Sana yang tidak memiliki pasangan. Alias miris abis.
"Lah, si Taehyung lo kemanain?" Tanya Jeongyeon.
"Emangnya Taehyung siapa?"
"Ngapain nanya ke gue? Kan situ yang jalanin."
"Gatau."
"Move on napa sih? Cowok ganteng gitu lo diemin. Kurang nge-gas apalagi coba si Taehyung?" Kesal Jihyo.
"Proses."
"Tapi, San."
Nayeon menegakkan badannya. Menatap serius Sana yang duduk berseberangan dengannya.
"Apaan?"
Sana hanya melirik Nayeon sekilas. Matanya tetap fokus pada laptop di depannya.
"Kayanya proses move on lo ngga akan berjalan semulus itu. Tadi, sebelum gue dateng ke sini, gue ngeliat seseorang di depan pintu ruang kelas lo. Gue yakin seratus persen, yang gue liat itu mantan lo." Jelas Nayeon serius.
"Bohong lo."
— — — —
"Iiih Jimiiiin. Gue kan udah bilang sama lo. Jangan pake saus tomat, tapi kenapa malah sosisnya ketutup sama saus kaya gini?" Omel Mina tidak percaya. Jarinya menunjuk-nunjuk sosis di depannya yang dipenuhi saus tomat."Kenapa sih? Biasanya juga lo minta dibanyakin saus tomatnya. Kenapa sekarang malah marah-marah?" Tanya Jimin mencoba untuk sabar. Sejak kemarin Mina selalu memarahinya karena hal yang sama. Saus tomat.
"Ya kan itu biasanya. Sekarang gue ngga mau yang biasa."
Mina mendorong jauh-jauh sosis itu dari hadapannya.
"Kenapa? Selama gue kenal sama lo, lo ngga pernah tuh nolak yang namanya saus tomat."
"Ish! Gue tuh kena dare sama anak-anak." Kesal Mina.
"Dare?"
"Iya. Ngga boleh makan pake saus tomat selama seminggu. Seminggu Jim. Seminggu."
"Kenapa ngga lo tolak?"
"Dan jadi babu mereka selama seminggu? No!" Tolak Mina mentah-mentah.
"Bener juga. Lo nanti bakal di suruh ini-itu sama mereka berdelapan. Majikan satu aja udah repot, apalagi delapan." Maklum Jimin.
"Tuh lo tau."
"Yaudah. Sosis ini biar gue yang makan."
Jimin menarik sosis itu mendekat kearahnya.
"Jangan!"
"Loh kok jangan?"
"Nanti gue kepengen gimana?"
"Aduuuh. Yaudah, ini ditinggal aja. Kita makan di luar. Yuk."
Jimin berdiri, lalu menarik tangan Mina dan membawanya menuju restoran yang biasa mereka datangi. Meninggalkan sosis yang dilumuri saus tomat itu diatas meja. Begitu saja.
— — — —
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Life [Complete]
Fanfiction"Hidup-hidup kita, ngga usah lah pikirin apa kata orang lain."