Segala aktivitas di SMA Gemilang berjalan apa adanya, bagaikan air yang mengalir dari hulu ke hilir. Beberapa minggu lagi, para Guru berencana mengadakan acara kemah. Tentu saja ada yang bersorak gembira, ada juga yang nyalinya menciut ketakutan.
Siswa-siswi yang lalu-lalang menuju tujuannya membuat Riana sulit mencari sosok sahabatnya, Anira Sabrina. Postur tubuhnya yang terbilang pendek memang sukar dicari dalam keramaian, Riana berjinjit sembari mengedarkan pandangannya dan menyipitkan matanya. Setelah berhasil menemukan Anira, langkahnya menuntun Riana untuk mendekat.
"Ra!" sapanya. Anira yang tadinya sibuk memandangi ponsel kini beralih melirik Riana.
"Eh, Na. Dari mana? Lapar, gak?" tanyanya yang dibalas anggukkan oleh Riana. Mereka berjalan beriringan sembari tertawa ria karena lelucon Anira. Tawa Anira seakan-akan menular pada Riana, begitu seterusnya hingga mereka tiba di tempat tujuan.
Anira memesan mie ayam dan jus Jambu masing-masing dua porsi. Ia kembali berjalan menuju Riana, kini meja paling pojok adalah pilihan mereka. Setelah menunggu beberapa menit, pesanannya datang. Mereka segera menyantap makanannya setelah berdo'a. Anira dan Riana adalah tipe wanita doyan makan, sekalinya lapar gak bisa nahan.
"Kok lo berani, sih ngedeketin cowok lagi berantem?" tanya Anira disela makannya. Riana yang mendengar pertanyaan Anira langsung memutar bola malas.
"Ganggu, bising, ricuh. Lagian, ya. Kalau mereka masuk rumah sakit, gimana?" Riana menghentikan kegiatannya—memakan mie ayam, lalu menumpukkan tangannya di meja. Pandangannya fokus menatap lawan bicaranya, Anira justru mengangkat sebelah alisnya.
"Emang sih, cuma lo ... ah udahlah, yang penting lo gak apa-apa," ucap Anira sembari memainkan sumpit di tangannya.
"Kamu tahu, cowok yang bisikin sesuatu sama aku?"
"Kak Leon, Ra! Ganteng banget iya, kan? Masa lo gak tahu?" tanyanya. Riana tampak mengerutkan kening, hanya manggut-manggut tak bersemangat membicarakan orang itu lagi.
"Emangnya aku harus tahu? Ganteng sih iya, tapi kelakuannya yang gak aku suka. Orangnya aneh, aku gak nanya nama, tiba-tiba ngasih tahu." Obrolan mereka terus berlanjut, hingga Riana menyadari orang yang mereka bicarakan kini berada tak jauh darinya. Seolah bodoh amat, Riana menghiraukan tatapan tajam bak pedang milik Leon.
Oh no, she corrected his heart pounding.
"Ra, Kak Leon kayaknya denger, deh. Takut dimarahin ih." Anira segera menundukkan kepalanya, Riana malah terang-terangan menatap balik manik hitam Leon. Begitu mereka menghentikan kegiatan bertatap muka, Riana dibuat heran oleh Leon karena ia berlalu pergi bersama Zio.
-
"Elo gak penasaran sama cewek yang kemarin?" tanya Zio. Mereka memilih berdiam diri di taman belakang, lebih tenang dan segar. Udaranya sejuk, Pepohonan rindang yang menjulang tinggi membuat siapapun yang didekatnya merasa fresh.
"Lo bisa cari tahu? Baru kali ini, Yo," jawabnya terus terang. Semumur hidupnya, hanya Riana yang menurutnya berbeda. Kebanyakan di luar sana, wanita-wanita akan berlagak sok cantik jika berpapasan dengan Leon. Tebar pesona dan pamer kecantikan, membuat kesan over dan jijik untuk dipandang.
"Kaget, gue. Nyelonong ke tengah-tengah, mau ikutan baku hantam, apa?!" rutuk Zio.
"Apalagi gue," jawab Leon. Ia mengambil ponselnya yang berbunyi.
Mama: Leon, kalo pulang mampir dulu ke toko buku, ya? Adik kamu mau novel, katanya, nanti uangnya Mama ganti, deh.
Leon: Iya Ma, gak usah ganti.
-
Gimana?🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
Teen FictionBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...