Tadi, sesudah Leon memakan bakso pedas-yang awalnya punya Riana, perutnya sangat sakit. Setelah mengantarkan Riana pulang, pria itu dengan cepat berlari ke dalam rumah dengan wajah merah padam ingin segera masuk ke kamar mandi. Bella yang melihat itu hanya mengernyit heran dengan Kakaknya sendiri.
Gadis mungil itu pulang lebih dahulu dengan Mamanya karena sudah menghabiskan baksonya di kedai yang juga dikunjungi Leon dan Riana. Maka dari itu, karena tidak tahu apa yang terjadi pada Leon, Bella hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh. Yang dia tahu hanyalah waktu di mana Leon dan Riana makan bersama.
Pria itu terus bolak-balik dari sofa ke kamar mandi sambil memegangi perutnya. Bella khawatir dengan Leon, dia berdiri dan duduk di depan Leon sambil melipat tangannya di atas meja. "Kak Gara kenapa, sih dari tadi ke kamar mandi mulu?" tanyanya serius. Kepalanya sedikit mendongak menatap Leon yang duduk di-sofa.
"Sakit perut," jawabnya tanpa memalingkan pandangan dari televisi. Dia mengambil kripik Kentang yang ada di tangan Bella, membuat gadis itu cemberut tidak terima makanannya dibawa.
"Ih ambil sendiri aja, kenapa, sih? Ini masih banyak di meja," protes Bella sambil mengangkat kripik Kentang ke depan wajah Leon. "Lagian itu pedas, tahu!"
Mata Leon membulat, dia menatap keripik di tangan Bella dan wajah Bella bergantian. "Bell, kok gak bilang?!" teriaknya nyaring. Dia berdecak kesal, lalu berlari ke arah dapur hendak meminum air. Satu gelas Leon minum sampai habis, dia meletakkan gelas di meja kemudian menghampiri Bella sambil mengipasi wajahnya menggunakan tangan.
Bella menatapnya polos, mengangkat kedua halisnya sambil bergumam, "Apa?" tidak mempedulikan tatapan maut Leon. Dia tidak peduli, Bella mengangkat bahunya acuh sambil memakan keripik Kentangnya saat Leon menaiki tangga.
-
Hari ini sangat cerah, Riana dan tiga temannya bersiap-siap memakai baju olahraga sebelum ke lapangan. Gadis itu mengikat rambutnya, menyisakan poninya yang terlihat begitu lucu. Ujung baju Riana sengaja dimasukkan ke dalam celana karena sedikit kebesaran. Tahu sendiri badan Riana kecil, tapi untungnya dia tinggi.
Mereka sudah berada di tepi lapangan, menunggu Pak Yugo datang. Di bawah pohon Mangga ada dua buah kursi panjang, jadi keempat wanita itu memilih duduk di sana. Udaranya sejuk, namun jika pergi ke tengah lapang, pasti panas.
Nada duduk bersebelahan dengan Riana, dia menyandarkan punggungnya sambil meneguk air mineral di tangannya hingga tersisa setengahnya. Riana yang menatap itu mengangkat sebelah alis, kemudian mencolek lengan Nada pelan.
"Kamu haus?" tanyanya setelah Nada menoleh. Riana menatap Nada yang sedang mengangguk menanggapi pertanyaan darinya. "Kenapa?"
"Gue cuma ngebayangin lagi olahraga di sana aja rasanya haus banget," jawabnya sambil menunjuk lapangan dengan dagunya. "Panas." diantara mereka, hanya Nada yang tidak suka olahraga. "Gimana caranya supaya gue gak ikut olahraga?"
"Ya Allah, kenapa teman Riana yang satu ini malasnya gini amat, sih?" rutuk Riana sambil memutar bola matanya. "Tapi ... kalau cuacanya secerah ini, aku bisa pingsan kepanasan. Hehe." Riana menyengir, membuat Nada menebik kesal.
Tadinya Nada ingin menjawab ucapan Riana lagi, namun tiba-tiba Oji berlari ke arah lapangan sambil berteriak memanggil semua teman sekelasnya.
"Heh! Cepetan ke lapangan, sekarang Pak Yugo berhalangan hadir!" teriaknya lagi, membuat teman-teman sekelasnya bersorak gembira. Tapi, mereka masih menuruti perintah Oji untuk berkumpul di lapangan dan berbaris rapi.
"Ji, kalau gak ada Pak Yugo gak usah olahraga, deh. Panas, ini!" keluh Yuna sambil menyimpan tangannya di atas kepala. "Kita ke kelas aja, ya? Bisa rebahan sambil makan kuaci. Iya, gak, Ri?" tanya Yuna sambil menaik-turunkan alisnya pada Riana.
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
Teen FictionBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...