17. Kemah (b)

67 18 50
                                    

Malam hari, udara dingin. Mereka enggan keluar tenda tanpa jaket. Jika tidak, di tengah-tengah kegiatan, hembusan angin dapat membuat mereka menggigil kedinginan.

Semua orang sedang duduk melingkar, menatap api unggun yang bersinar memberi kehangatan. Canda dan tawa pecah, memberi dampak kesenangan terhadap setiap orang.

Riana duduk di sebelah kiri Anira, sedangkan Anin dan Nada di sebelah kanannya.

"Guys, mendingan, kalau ada yang mau curhat sekalian di sini aja!" teriak salah satu dari mereka.

Yang lainnya mengangguk, "Setuju!" lalu, tepuk tangan.

"Gue-gue!" teriak Yuna. Dia berdeham, menunggu reaksi teman-temannya. "Gimana, sih, sikap seseorang ketika jatuh cinta?" tanyanya.

Bahkan, ketika dalam keadaan seperti ini, juga ketika di sana berbeda-beda tingkatan, Yuna masih berani menanyakan hal berbau cinta. Remaja memang seperti ini, 'kan?

Gina mengangkat tangan, seketika pandangan semua orang tertuju padanya. Dia menurunkan tangannya, kemudian tersenyum singkat.

"Gue pernah jatuh cinta. Gue juga tahu bagaimana rasanya saat itu...," ucapnya. Yang lainnya menyimak, menopang dagunya dengan tangan sambil mengerutkan kening.

"Gue saat itu sering gugup, kalau deket dia. Gue sering curi pandang, kalau gak sengaja ketemu. Yang paling gue gak ngerti, kenapa kalau dia deket cewek lain, gue suka kesel. Apa bisa dibilang jealous?" katanya. "Udah, sih, Na. Itu doang yang gue rasain. Selebihnya, yang lain aja," lanjutnya.

Yuna mengangguk-angguk, berucap terimakasih setelahnya. "Ada lagi, gak?" tanyanya.

"Cinta itu membingungkan."

Hening.

Banyak pasang mata saling berpandangan, lalu menoleh padanya. "Jelasin, dong, Ri!" ucap Nira antusias.

Leon yang dari tadi hanya memainkan handphone, kini mendongak, karena tahu persis siapa pemilik suara itu. Benar, dia Riana.

"Kenapa, sih ada kata cinta? Kenapa juga kita bisa merasakan jatuh hati? Kebesaran Tuhan memang agung. Membingungkan, seperti yang Gina bilang. Cinta bikin gugup, senang, dan juga kecewa dalam satu paket. Sulit didefinisikan." Riana berhenti sejenak, lalu tersenyum tulus.

"Tapi, cinta sendiri tergantung bagaimana orang itu menganggapnya. Kalau dia yakin cinta membahagiakan, selanjutnya akan sangat berarti. Tapi, kalau dia tidak terlalu peduli, akhirnya amburadul," lanjutnya.

"Bentar-bentar. Ri, lo kenapa mendadak gini? Maksud gue, dewasa dikit," potong Nira.

Riana mencebik, "Emangnya dulu aku gimana?!" katanya.

Anira geleng-geleng, lalu menyengir lebar.

"Bapak salut sama anak muda zaman sekarang. Masih segede gitu, udah bisa mendefinisikan apa itu cinta." pak Arka ikut nimbrung. Membuat kekehan anak-anak terdengar jelas.

"Tapi, ada juga cinta yang membuat luka. Mereka satu paket, di mana ada cinta, di situ juga luka hadir," ujar Anin lembut. Dia melanjutkan, "Kalau patah hati, seharusnya bisa move on, kan, guys?!" teriak Anin sambil tertawa.

Yang lain terbahak, banyak orang yang tersindir karena--mungkin-- belum bisa melupakan masa lalunya. Ketika kata "melupakan" diucapkan, sangat mudah, bukan? Tapi, realisasinya belum tentu.

Leon berdiri, sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket. Dia berbalik, berjalan tanpa arah. Zio dan Keano yang melihat itu saling pandang, lalu kembali menatap lurus. Sahabat yang baik, bukan? Mengerti keadaan kawannya ketika dia tak menjelaskannya?

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang