11. Kantin

101 24 53
                                    

Riana sudah berada di kantin, dia mengedarkan pandangannya. Mereka mana, sih?  Batinnya.

"Riana, sini!" teriak Anira sambil melambaikan tangannya. Riana tersenyum, segera menghampiri ketiga sahabatnya. Akhir-akhir ini, Anin sering bersama mereka. Jelas, semakin rame.

"Lo lama banget, sih. Dari mana?" tanya Nada. Anin dan Anira mengangguki pertanyaan Nada, sedangkan Riana, dia tersenyum hambar.

Riana mulai menjelaskan semuanya, dimulai dari bertabrakan, hingga berdekatan dengan Leon. Sesekali ketiga wanita itu terkekeh mendengar penuturan Riana. Lucu banget, sih.

"Ya ampun, Ri! Coba gue lihat sobeknya. Panjang, gak?" Nada menoleh ke arah Riana, membuat Riana melotot memberi kode agar sedikit memelankan suaranya.

"Enggak, ah. Malu, Nadaaa," balas Riana. Dia masih menggunakan jaket Leon. Setidaknya, bisa menutupi rok bagian belakangnya.

"Kak Leon gemesin, deh. Kayaknya, dia suka sama lo, Ri," tebak Anira. Riana mengerutkan keningnya, lalu cengengesan.

"Gak mungkin, ah. Kayaknya, dia udah punya pacar. Soalnya, dia nemenin cewek ke toko buku," sangkal Riana. Teman-temannya melotot tak percaya dengan ucapan Riana. Masa, sih Leon begitu?

"Beneran?! Masa, sih? Setahu gue, dia baru putus sama mantannya satu tahun yang lalu." Anira dan Nada nampak bersemangat dengan obrolan kali ini.

"Mungkin, itu saudaranya. Lo jangan nyerah gitu, barangkali sepupunya," timpal Anin. Akhirnya, Anin ikut ngobrol juga, karena dari tadi hanya menjadi pendengar setia.

"Nah, bener kata Anin," sahut Anira. Riana hanya mengangguk-anggukan kepalanya, menanggapi saran mereka. Pandangannya berkeliling, kemudian terhenti di meja paling pojok.

Disana, ada Leon dengan teman-temannya. Mereka terlihat sedang bercanda gurau, diiringi tawa. Mata Riana dan Leon bertemu beberapa detik. Riana kaget, ia segera memalingkan wajahnya.

Anin menyenggol lengan Riana, lalu menunjuk Leon dengan dagunya. Riana enggan menoleh, takut salah tingkah.

Canggung. Di meja yang ditempati Riana, tak ada yang mau bersuara. Karena apa? Sekarang, teman-teman Leon sedang melirik mereka.

Anira dan Nada saling pandang, "Gimana, nih? Ada yang salah sama kita?" gumam Anira. Nada menggeleng, lalu menatap Riana. Dia pun terlihat gugup, lalu mengalihkan pandangan pada Anin. Hah? Dia tampak biasa-biasa saja. Dasar cuek!

"Hmm ... gue mau pesan bakso. Kalian mau makan apa? Gue yang traktir," tawar Anin. Mereka mengembangkan senyuman, lalu mengangguk.

"Anin terbaik! Gue mau nasi goreng aja," ucap Anira bersemangat.

"Gue bakso, Nin--"

"Sejak kapan nama kamu jadi bakso, Da?" tanya Riana. Nada memutar bola mata, lalu melipat tangan di meja.

"Riana Maudy, maksud gue itu, gue pengen bakso. Lo mah gitu." Nada cemberut, disusul tawa teman-temannya.

"Kalau gitu, gini ngomongnya, 'Nin, aku mau bakso aja' kayak Nira tadi, loh," jawabnya.

Nada malas berdebat dengan Riana. Lagian, nantinya juga Riana tak mau mengalah. Dan pastinya, Riana akan membuat otak Nada mendidih. "Terserah lo, deh. Gue ngalah."

"Yaudah, aku juga mau bakso, Nin." Anin tersenyum, lalu pergi memesan.

Mereka masih mengobrol, tetapi ada teriakan yang membuat mereka saling pandang. "Eh, lo tahu, gak lagu ini? 'Nada cinta di hatikuuu, hanya karena kamuuu, cuma kamuuu' ...." Zio memegang ponselnya, sambil dia dekatkan ke mulutnya.

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang