44. Gadis Ajaib

30 4 0
                                    

Seminggu baru update, huft.

———

Malam ini, adalah malam paling mengejutkan bagi Riana sekaligus Leon. Bagaimana tidak? Sesuatu yang selama ini membuat mereka penasaran sudah terjawab, bahkan pelakunya tak terduga. Ada rasa senang sekaligus canggung ketika Leon dan Riana duduk bersisian seperti sekarang.

Tadi, Daffin menyuruh mereka untuk berjalan-jalan, padahal sudah malam. Katanya, dia akan menonton film kesukaan Dinda di ruang keluarga bersama Bi Iis dan juga Mang Juki. Ayah dan Bunda Riana sedang mengunjungi rumah Nenek Riana— Ibunda Brian— di Bandung.

Ngomong-ngomong, sekarang mereka berada di taman kota. Duduk di bangku, sambil menikmati suasana malam. Riana jarang keluar malam-malam begini, jadi rasanya sangat dingin. Gadis itu hanya fokus pada coklatnya, tidak mempedulikan pria di sampingnya yang tampak sedang berfikir.

"Ri...." Leon jadi ingat Bella. Gadis mungil itu pernah menjadi sasaran curhat-nya jika suasana hati Leon sedang tidak menentu. Leon pernah bertanya, 'romantis itu, bagusnya gimana?' dan saat itu juga, jiwa ke-soktahuan Bella membeludak.

Tersadar dari lamunannya, Riana menengok ke kiri dengan kedua alis yang sudah terangkat. "Iya?" coklatnya masih tersisa banyak, jadi sampai sekarang, mulutnya tidak berhenti mengemut.

"Kata Bella, Dokter Kang sama Kapten Yoo romantis," ucapnya tanpa memandang Riana. Gadis itu masih terdiam, menunggu Leon kembali bersuara. "Lo mau, gak, tali sepatunya gue ikat?" tanya Leon polos, sepolos-polosnya.

"Hm?" Riana memiringkan kepalanya, menimang-nimang perkataan Leon. Kemudian, ia mengangguk sambil tersenyum manis. "Boleh. Tapi ... talinya sudah rapi. Copotin lagi aja, deh." Riana mencondongkan tubuhnya, membuka tali sepatunya bersamaan dengan Leon yang sudah berjongkok menggunakan kaki kanan sebagai tumpuan. Gadis itu kembali tegap, mulai memakan coklatnya sambil menunduk.

"Gimana, ya, rasanya? Dokter Kang pasti seneng banget!" ucap Riana bersemangat.

Leon mulai mengikat tali sepatu Riana dengan serius dan hati-hati, karena itu yang Bella katakan. Setelah merasa selesai, Leon mendongak lagi, lalu mendudukkan diri di samping Riana. "Gimana rasanya?"

Senyum Riana mengembang, membuat Leon juga ikut tersenyum. "Senang. Nyaman. Kalau talinya lepas, nanti keinjak. Takut jatuh, hehe." dia membalikkan badannya, jadi menghadap ke arah Leon. "Makasih, Kak Leon! Aku serasa jadi Dokter Kang, loh."

"Gue ... jadi Kapten Yoo?" Leon menunjuk dirinya sendiri. "Mereka pacaran, Ri. Kita enggak," lanjutnya setelah melihat Riana mengangguk. Dia jadi terdiam, memikirkan ucapan Bella lagi. Diam-diam Leon mendengkus karena di antara mereka tidak ada yang bersuara. Kesannya jadi ... sepi.

Leon memandang Riana lekat, tanpa sadar sudah tersenyum. Kalau dilihat dari dekat seperti ini, Riana memang terlihat sangat cantik. Apalagi kalau Riana sedang diam, rasanya damai, tentram, adem, kalem pula. Tidak salah kalau teman-teman Leon memberikannya nama panggilan "Cinderella". Dia ... benar-benar cantik.

"Sekarang, aku menyadarinya. Keberadaanmu, juga senyum tulusmu adalah canduku. Senyuman yang ingin selalu kulihat, sampai kapanpun."

"Hm?"

Riana langsung menegak, menatap Leon yang juga sedang menatapnya. Lebih tepatnya, salah tingkah karena ketahuan memerhatikan Riana sebegitunya. Gadis itu langsung memejamkan mata, lalu memajukan bibirnya sehingga pipinya  sedikit menggembung.

Sedangkan di tempatnya, Leon sudah membulatkan mata, menelan ludah susah-susah agak memundurkan diri. Jantungnya berdetak kencang, tidak normal seperti seharusnya. Tidak mungkin kalau Leon menderita penyakit gagal jantung. Bukan, bukan, ini Riana penyebabnya.

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang