"Hari ini aku mulai menyadari, ternyata namamu sudah menetap di hatiku. Dan harapanku, kamu pun merasakan itu. Rasa nyaman dan takut kehilangan."
- Leon Anggara
-
D
Dua puluh menit berlalu, dua remaja yang masih merasa asing itu kini sudah sampai di kediaman Riana. Setelah Leon menghentikan mobilnya, ia terdiam menatap lurus tanpa berpaling sedikit pun. Riana menoleh, baru tersadar satu hal. Dari mana Leon tahu rumahnya?
"Kok kamu tahu rumah aku? Suka nguntit, ya?" tebak Riana agak was-was. Yang ditanya menghela napas, kurang suka dituduh begitu. Mana mungkin pria itu mau menguntit? Masih banyak urusan yang lebih penting dari sekadar mencari tahu kehidupan orang lain. "Ih jawab!"
"Lo pikir, gue gak pernah lihat lo? Rumah kita searah," jawabnya. Riana mengangguk-anggukkan kepalanya, memilih tidak mau tahu lagi untuk ke depannya. Riana hendak turun, tetapi pergerakannya harus terhenti ketika suara bass terdengar menyebalkan.
"Tiap pagi ngomel-ngomel di depan teras sambil minum susu. Bagus." Riana berbalik, menatap Leon dengan pandangan ingin menghujat. "Oh?"
"Apa? Kamu nyindir aku?" tanyanya terdengar sebal. "Itu lagi kebetulan aja, kali. Jangan sok tahu, ya!" lanjut Riana mulai emosi. Leon tersenyum miring, ia memutar badannya, punggungnya menyondong sehingga wajah Leon dan Riana sangat dekat.
"Oke. Mungkin besok lo akan ngelakuin hal yang sama. kalo gue bener, lo harus nurut sama gue. Tapi ... kalo gue salah, lo bebas minta apa aja ke gue," ucapnya.
Riana menyipitkan matanya, memandang bingung pria didekatnya ini. "Kamu ngomong apa, deh, kak? Muter-muter mulu, perasaan!" Riana hengkang dari mobil, puas dengan jawabannya baruan.
"Gue cenayang...!" teriak Leon. Riana spontan menghentikan langkahnya. "Tapi boong," lanjutnya terdengar menyebalkan untuk Riana. Gadis itu mengepalkan tangan, dadanya kembang-kempis menahan amarah.
Karena Riana tak lagi berbalik, Leon memutuskan untuk melanjutkan lajunya. Agak tersenyum tipis mengingat ekspresi Riana tadi. Menggemaskan.
-
"Bunda! Kok gak bangunin Ria?!" teriaknya. Ia berlari setelah matanya terbuka lebar. Tahu bagaimana kondisi seseorang ketika baru bangun tidur?
Bugh!
"Sakit, woy! Ah kening aku," rengeknya. Ia menubruk pintu kamarnya karena terlalu buru-buru. Riana bangkit, tangannya masih mengusap keningnya yang memar.
"Mentang-mentang pintu, sombong banget punya badan keras. Lain kali, aku ganti aja pakai coklat. Biar pas kejeduk langsung aku makan!" Daffin yang merasa bising langsung keluar dari kamarnya. Kebetulan kamar mereka bersebelahan di lantai atas.
"Dek, rumah sakit, yuk! Kasian banget Adik gue yang cantik ini ngomong sama pintu. Kali-kali lirik cowok, biar gak bego!" celetuknya tak merasa bersalah. Riana memajukan bibirnya, berdecak kesal sebelum berlari ke kamar mandi.
Sesudah lama berdandan, Riana berlari ke luar rumah, tak lupa ia menyalami kedua orang tuanya. "Cepetan, Kak!" Riana menyimpan tangan kirinya di pinggang, sedangkan yang satunya lagi memegang gelas berisikan susu Pisang.
Sepertinya, dugaan kalian tentang susu pisang akan benar.
"Bentar, Dek. Nyari dulu handphone!" teriak Daffin dari dalam rumah.
Kini, mimik Riana sudah kusut. Ia menghela napas, lalu melirik jalan raya karena mobil hitam mencuri perhatiannya. Sekarang Riana masih meneguk susu Pisangnya, namun ia jadi kaget saat melihat lelaki yang memberinya sebutan 'Kepiting' sedang menatapnya.
Kacamata hitam bulat bertengger dimatanya, rambutnya berantakan tertiup semilir angin pagi. Leon tampak tampan, ia menyeringai sambil melambaikan tangan kirinya. Seakan-akan mengejek Riana karena tantangannya berhasil dia menangkan.
Riana lupa. Benar-benar lupa.
Gadis itu tersedak, ia segera menyimpan gelasnya di meja hingga terdengar bunyi khas gelas diletakkan cukup keras. Terlintas diingatannya kejadian kemarin sore.
"Oke. Mungkin besok lo akan ngelakuin hal yang sama. kalo gue bener, lo harus nurut sama gue. Tapi ... kalo gue salah, lo bebas minta apa aja ke gue."
"Kak! Cepetan, ih!"
Sungguh, Riana ingin berteriak sampai kaca rumahnya pecah. Daffin benar-benar tidak menghiraukan teriakan adiknya sendiri karena sibuk mencari ponsel.
-
Riana tiba di sekolah, ia nampak bingung karena gerbang sudah tertutup. Riana mencari cara agar ia dapat masuk, apalagi jam pertama adalah pelajaran IPA dengan gurunya yang terkenal killer, Pak Arka. Riana menggigit kukunya resah, celingukan entah harus berbuat apa.
"Permisi, Pak. Saya boleh masuk? Maaf saya telat. Soalnya tadi-"
"Minum susu Pisang." Itu bukan Riana yang bersuara. Melainkan ... Leon Anggara. Riana menelan ludah susah-susah, matanya membulat sempurna karena tak asing mendengar suara itu. Leon memasukkan kedua tangannya ke saku celana, agak tersenyum tipis.
"Sudah-sudah, cepat masuk! Lain kali jangan telat lagi." Pak Satpam membukakan gerbang bagi remaja yang kini masih bertatap muka, agak bingung juga karena bisa-bisanya pacaran ketika bel sudah berbunyi.
Ya, itu hanya pikirnya.
"Cepat, Ketoprak Bapak keburu dingin!"
"Apa?" Leon membenahi tasnya yang tersampir di pundak kirinya. Ia berdeham, memecah keheningan. Leon berlalu pergi, melewati gerbang dengan langkah santai seperti biasa.
"Neng Ria, itu pacarnya ninggalin," ujar pak Satpam memberi tahu. Riana tersadar, ia segera menggeleng cepat, menyangkalnya.
"Ya ampun, Pak. Aku gak terlalu kenal sama orang itu, dia bukan pacarnya Ria." Riana pergi, agak berlari kecil untuk dapat menyusl Leon. Setelah berdiri di sampingnya, Riana melangkah cepat, menyalipnya tanpa menoleh sedikitpun.
"Wanita Susu Pisang?" Leon menarik tangan Riana hingga ia berbalik. Dia tertegun ketika melihat ekspresi Riana, apakah gadis itu sangat marah padanya? Atau hanya kesal semata?
Oh jelas Riana kesal.
Riana mendengkus, ia menepis tangan kekar milik Leon. "Sok kenal, kamu," ujarnya lelah. Ia mencengkram tali tas, menyalurkan kegugupannya yang berusaha dia sembunyikan melalui ekspresi kesalnya.
"Kebiasaan, ya? Sampai lupa sama tantangan." Leon memasukkan tangannya ke dalam saku celana, sembari memandang lembut mata Riana.
"Gak penting, ah. Aku ke kelas dulu," ujar Riana. Dia melangkah menuju kelasnya, menghembuskan napas lega karena Pak Arka berhalangan hadir. Kedatangan Riana disambut oleh dua sahabatnya, Anira dan Nada.
Eh, tapi...?
-
Anira Sabrina.
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
Teen FictionBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...