Sekarang hari Jum'at, siswa-siswi SMA Gemilang berkumpul di lapangan yang begitu luas. Mereka mengeluh, karena panasnya matahari yang menyorot begitu ganas.
"Mau ada apaan, sih dikumpulin gini?!" tanya Nada. Dia mengipasi wajahnya dengan tangan, sambil sesekali menyeka keringatnya.
Teman-temannya mengangguk, "Gak tahu, nih. Siapa yang nyuruh kumpul, coba?!" Anira balik bertanya. Diantara mereka hanya Anin yang orangnya tak terlalu ambil pusing. Dia pikir, percuma juga ngomel-ngomel gak jelas. Ngehabisin tenaga sama bikin tenggorokan kering doang, jadi, dia meletakkan bukunya di kepala, lumayan ngurangin panas.
"Kak Arfa, Nir," jawab Anin santai. Sementara yang lain, mereka menatap bingung Anin. "Ketua OSIS," lanjutnya.
Setelah itu, seorang lelaki jangkung tiba di depan mereka. Semua orang tahu, itu Arfa, ketua OSIS yang Anin maksud. Riana yang baru bertemu lagi tersenyum, dia hanya pernah melihatnya saat MOS, itupun jarang.
Ketiga sahabatnya melirik Riana, kemudian saling pandang. Sebuah ide jahil terlintas dipikiran Nada, dia tersenyum renyah, lalu menepuk pundak Riana.
"Sampe segitunya lo ngelihatin kak Arfa. Ganteng, ya?" godanya. Riana memandang Nada, lalu mencebik mengalihkan pandangan. Salah tingkah, ya kepergok senyam-senyum gitu?
"Apaan, sih, kamu." Jawaban Riana sukses mengundang tawa mereka. Anin langsung mencolek pipi Riana, membuat sang empunya menoleh.
"Ganteng mana sama kak Leon?" tanya Anin. Nada dan Anira kompak mengacungkan jempol, sambil mengedipkan sebelah matanya. "Jawab, dong, Ri."
"Hm, ganteng kak Leon. Kak Arfa juga ganteng, jangan bilang dia cantik," jawab Riana datar. Yang lain terkekeh gemas, mereka tahu Riana tidak sadar berujar demikian.
"Siapa, sih yang bisa ngalahin kegantengannya?" Anira menyimpan kedua tangannya dipinggang, sambil menaik-naikkan alisnya. "Gak ada, kan?" sambungnya.
"Ayahnya, mungkin." Mereka spontan menoleh ke arah Riana, membuat Riana mengerjapkan matanya.
"Emangnya lo tahu, muka ayahnya gimana?!"
"Udah pernah ketemu ayah sama bundanya, Ri?"
"Cie~ ketemu orang tua kak Leon, nih."
"Ih, kalian kenapa, sih? Aku cuma nebak doang," jawab Riana ketus. Mereka memutar bola mata, lalu mendengus kesal.
"Gak ada kata lain, selain 'nebak', Ri?" tanya Anin. Riana ambigu, dia menggaruk kepalanya, padahal tidak gatal. Mungkin, menunjukkan ketidak mengertiannya, ya.
"Misalnya?" ujar Riana. Dia memandang ke depan lagi, berusaha tidak memperdulikan pertanyaan dari sahabatnya tentang Leon.
"Misalnya, 'Belum ketemu, sih' atau 'Kapan-kapan mau ketemu, kok' gitu, Riana." Riana tak menjawab lagi, dia fokus mendengarkan apa yang Arfa ucapkan.
"Intinya, saya berdiri di sini untuk menyampaikan rencana yang dahulu pernah kalian dengar," ujar Arfa tenang. Dia berdiri dengan Rima-- wakil ketua OSIS SMA Gemilang. Jika diamati, mereka sangat serasi dari sisi manapun. Cantik dan tampan.
Arfa berdeham, lalu melanjutkan ucapannya, "Mungkin ini mendadak, tapi acara kemah itu bisa kita laksanakan besok pagi. Tempatnya lumayan jauh, jadi ... kita ke sana naik bis."
Rima maju selangkah, lalu mengambil alih mikrofon di tangan Arfa. Dia menjelaskan berbagai hal tentang persiapan perkemahan. Mereka akan mengambil satu kertas yang terlipat, di sana ada nomor yang akan menentukan seseorang duduk dengan siapa dalam bis.
Riana dan sahabatnya tegang, ketika hendak membuka lipatan kertas. Katanya, takut tidak satu bis. "Satu, dua, tiga." Mereka membukanya, lalu saling tatap.
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
Teen FictionBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...