39. Sakit Perut

42 6 1
                                    

INI MEREKA MAU DIGIMANAIN? TERJEBAK DI FRIENDZONE TERUS TAPI ADA BAPER-BAPERNYA, ATAU JADIAN TAPI MAKIN BAPER, HMM?

🎶 BTS–Zero O'Clock

——

Setelah duduk bersisian dengan Leon di taman depan tadi, Riana jadi senyam-senyum sendiri tak memerhatikan curhatan Anira tentang dunia halunya. Tidak hanya sekali Nada dan Anin saling pandang karena sikap Riana di dalam kelas.

Jantungnya terus berdebar kencang, ucapan Leon tadi terus terngiang-ngiang dikepalanya. Apalagi perkenalan konyolnya itu. Ceritanya mereka sudah saling mengenal, tetapi kemudian bertingkah seakan-akan belum pernah bertemu. Dan ... akhirnya mereka kembali berkenalan?

"Pas kita ke kantin, lo gak kenapa-napa?" Anin membalikkan kursinya ke belakang. "Dari tadi senyum terus! Aneh tahu, gak?"

Riana mendelik sedikit terkekeh. "Enggak. Kalian lanjut ngobrol aja, aku lagi menjalankan mode hemat energi!" dia kembali tersenyum manis.

"Heh! Itu kata Mr. Yoongi." Anira menangkup pipinya dengan kedua telapak tangan. "Ngobrolin Oppa sama mereka gak asik, gak nyambung."

Riana tidak peduli. Dia membuka bukunya, dan mencoretnya asal. Tangannya refleks menulis apa saja yang terlintas dipikirannya, mengingat Leon tentu yang ditulis hanya kata-kata mutiara bucin khas seseorang sedang kasmaran.

Leon Anggara Shaqi.

Begitu dia tulis di bukunya. Senyumannya terus mengembang tidak mau hilang. Yang dia pikirkan sekarang adalah: apakah Leon merasakan rasa yang sama? Gemetar aneh seperti salah tingkah namun ada yang beda.

Jatuh cinta itu ketika semua tentangnya seakan sempurna, merindukan dan dirindukan adalah bagiannya.

Anira dan dua temannya menganggukkan kepalanya, mulai paham dengan sikap Riana yang tiba-tiba tidak jelas. Dia menangkup pipinya, melirik Riana yang asik sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Cinta itu bikin goodmood, Kadang-kadang badmood juga. Dan sekarang, lo lagi ngalamin hal pertama. Goodmood," ujar Anira sambil mengacungkan jari telunjuknya. Perkataannya tidak diindahkan oleh Riana, bibirnya mencuat kesal segera merapat ke kursi Riana.

"Ri, Kak Leon ganteng?" bisik Anira sambil menyimpan kedua tangannya di dekat bibir. Kepalanya memiring, mencoba mengintip lagi coretan tangan temannya itu. "Lo jatuh cinta?"

"Iya!"

Riana mengerjap, mematung sendiri segera menengok ketiga temannya– salah tingkah. "Maksudnya–"

"GAK DENGAR!" teriak Nada, Anin dan Anira bersamaan. Tangan merekapun refleks menutup telinganya sambil memejamkan mata. Riana kaget, matanya beberapa kali mengerjap mencoba tetap tenang walaupun dia rasa pipinya memanas.

Anin berdiri, menutup bukunya cepat. "Guys, antar gue ke kantin, yuk! Gue traktir batagor Bi Ijah, gak apa-apa," ajaknya buru-buru. Yang dipanggil mengangguk kaku, segera lari terbirit-birit meninggalkan Riana sendirian. Gadis itu gugup, tanpa sadar menggigit bibir bawahnya sampai agak berdarah.

"Kok bis keceplosan gini, ya?" gumamnya tidak tenang. Riana menarik nafas dalam, menghembuskannya perlahan. Udara semakin dingin, Riana menggembungkan pipinya berniat mengambil jaket dari tasnya. "Ternyata hujan."

-

Hujan lebat mengguyur ibu kota, banyak siswa-siswi yang berteduh sampai hujan benar-benar reda. Sama seperti Leon dan dua temannya, dia masih berdiri dekat pagar pembatas. Berkali-kali Zio menggosokkan kedua telapak tangannya setelah itu meniupnya.

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang