Matahari hampir tenggelam di ufuk barat, lembayung sore menyinari peradaban. Ditambah kicauan Burung yang merdu, serta riuk pikuk jalan raya dengan bunyi klakson yang saling bersahutan menemani Riana, gadis berperawakan tinggi dengan rambut panjangnya yang terurai, sesekali beterbangan tertabrak angin sore. Ia mematung di depan gerbang sekolah selama dua jam, menunggu Daffin."Kalau kak Daffin gak jemput lagi, aku cakar, ya!" gerutunya. Dia menunggu Kakaknya menjemput. Sendirian.
"Kenapa perempuan sering ngomong sendiri?" ucap seseorang. Riana tak menoleh padanya sedikit pun, terlalu malas menanggapi hal tak penting.
"Pikir sendiri, daripada nanya ke aku, mendingan pergi! Keburu aku jambak tuh ram–"
"–but," sambungnya memelan. Riana kaget, saat tahu Leon ada di sana.
"Kayaknya lagi banyak Orang Gila." Leon menggaruk kepalanya yang tak gatal, lalu menatap lekat mata Riana.
Tatapannya lembut, serta menyejukkan. Sepertinya tak ada sorot tajam atau pun sorot benci di sana. Riana balas menatap Leon dengan tak segan. Ia menaikkan sebelah alisnya, seakan meminta penjelasan.
"Ngapain di sini, Kak? Ganggu aja," ujarnya ketus. Leon menyunggingkan senyumannya, agak maju selangkah mendekati Riana.
"Kalau gue bener, lo harus nurut sama gue." Leon memasukkan tangannya ke dalam saku celana, menambah ketampanannya berkali lipat.
"Tadi buru-buru. Jadi, gak sempet minum susu di rumah. Udah, kamu pergi sana!" Riana melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 17:02.
"Pulang sama gue," ucapnya datar. Leon menarik lengan Riana menuju mobilnya, tetap kekeh meskipun menerima penolakan secara gamblang dari Riana.
"Apa sih Kak? Jangan maksa-maksa, ya! Ria enggak suka." Riana kesal, dia menaikkan nada suaranya, membuat Leon menghentikan langkahnya dan menatap datar wanita di depannya.
"Berisik. Tinggal duduk aja gak bisa?" Leon mulai sebal, ia memajukan badannya, condong ke arah Riana hingga jarak mereka sangat dekat.
Riana melotot, spontan memundurkan badannya. Jantungnya berdebar kencang, posisinya terlalu dekat dengan Leon. Sementara Leon, ia menaikkan sebelah alisnya, lalu tersenyum miring.
"Hm? Jangan baper. " Leon memakaikan sabuk pengaman untuk Riana. Badannya kembali tegak, memandang luar jendela, lalu melajukan kendaraannya.
Riana terdiam, merasa malu karena mungkin debaran jantungnya terdengar oleh Leon.
Tak bisa lagi berkata-kata, seakan tak ada aksara yang ingin dia lontarkan. Apalagi, kini Riana gelagapan sambil menggigit bibir bawahnya menahan malu.
Riana berdeham, belum terbiasa dengan keberadaan Leon didekatnya. Dia menatap Leon, tanpa disadari, kedua sudut bibirnya terangkat singkat.
"Emang. Mandang cowok ganteng berasa jernihin mata," sindir Leon pelan. Riana berdecak, ingin rasanya menjitak Leon yang kini tertawa renyah melihat reaksi Riana yang salah tingkah.
"Ganteng palamu, Kak." Riana menoleh, membuat Leon ikut menoleh dan menghentikan mobilnya. Leon menghela napas, menatap lembut Riana.
"Lo suka sama gue?" Leon menunjuk Riana, menebak asal.
"Gak usah sok tahu, ya! Emang kamu siapanya aku?" Riana tak mau kalah, dia mulai memanas. Siap berdebat dengan orang di sampingnya ini.
"Kata orang, Calon Pacar." Leon menipiskan bibirnya, membuat Riana menghela napas tak mau lagi berbicara.
"Kamu tuh kenapa, sih? Kamu kan yang nempelin sticky notes dimading sekolah?" ujar Riana.
Leon mengerutkan keningnya, mencerna perkataan Riana barusan. Riana merogoh tasnya, lalu menempelkan notes berwarna peach di lengan Leon.
Leon masih diam, membacanya.
"Cuma gue sama lo yang tahu ini. Kenapa...." Leon mengangkat kepalanya, memandang Riana yang kini mendengkus.
"Ih pura-pura enggak tahu." Riana menyodorkan kalung perak dengan huruf L menggantung di sana, membuatnya membeku untuk yang ke sekian kelinya.
Leon semakin tak mengerti, ia mengamati kalung perak di tangan Riana. Ia mengambilnya, lalu menyandarkan kepalanya.
"Ini kalung gue. Kenapa ada sama lo?"
"Tuh kan, bener! Kamu ngapain, sih bikin teka-teki gini? Kayak gak ada kerjaan aja."
"Na–""
"Udah, ya! Capek tahu aku ngomel terus!" Riana melepas sabuk pengaman, hendak turun, namun niatnya ia urungkan. Dia membalikkan badannya, lalu menunjuk Leon.
Dia berkata, "Satu lagi. Berhenti gangguin aku!"
Leon terdiam, menatap kepergian Riana setelah ucapannya berhasil membuat dia bungkam. "Gue salah apa? Itu juga kalung, kenapa udah di Riana?" Leon menggeleng, lalu melanjutkan perjalannya yang tertunda.
Pantas saja, kalung itu tidak ada di tasnya.
And, this is really weird.
-
Zio Giraka
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
Teen FictionBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...