16. Kemah (a)

70 21 65
                                    

Mereka sampai disebuah hutan dengan pepohonan yang rindang. Semuanya terus berjalan menjelajahi hutan, diiringi suara Jangkrik-jangkrik dan hewan kecil lainnya.

"Capek, pak. Masih jauh, ya?" teriak salah satu siswi di belakang. Pak Arka menoleh, lalu terdiam sejenak. Dadanya kembang kempis, setelah lama berjalan.

"Sedikit lagi. Jalan aja, masa bapak aja masih kuat?" jawab pak Arka. Yang lain menghembuskan napas pasrah, kemudian kembali melangkah.

"Itu mah takdir bapak, kali. Diharusin kuat. Lah saya? Dibentak cewek galak aja langsung ciut, gak kuat, pak!" Zio malah cuhat, mengundang tawa semua orang.

Nada yang terus berjalan tak menanggapinya, dia malas berurusan dengannya. Yang ada, Zio akan terus mengganggu dan menggoda Nada. Yang akhirnya, Nada akan kesal dan uring-uringan tak jelas.

Pak Arka diam sejenak, memandang Zio dengan tatapan heran. "Loh, emangnya situ punya cewek?" tanyanya.

Mereka terus mengobrol sambil berjalan, sedikit bisa mengurangi rasa capek. Apalagi dengan curhatan Zio yang teman-temannya pikir, mengenaskan.

"Ya, pasti, dong ... gak punya," jawab Zio sambil memiringkan kepalanya.

"Kebanyakan makan sambel, lo!" teriak Argi dari belakang. Argi berjalan bersama teman-teman yang lainnya, sedangkan Zio, dia lebih tertarik ngobrol dengan pak Arka. Walau Zio terlihat sangat bandel, dia hanya pernah masuk ruangan BK dua kali.

Yang pertama, karena ketahuan bolos di belakang Sekolah. Yang kedua, karena ngerusuh saat pelajaran bahasa Inggris.

"Yon, masa dari tadi gue di-bully mulu, sih?! Lo mah enak di-bis empat sama calon bebeb lo. Lah gue? Diteriakin human bis dua," adu Zio ke Leon.

Leon hanya melirik Zio, kemudian berhenti sejenak. "Jijik, Yo! Bukannya di-bis dua ada gebetan lo?" tanyanya.

Belum sempat Zio menjawab, pak Arka sudah nyeroscos terlebih dahulu, "Kalian ini kenapa, sih? Baru SMA udah punya gebetan-gebetan. Bapak juga punya pacar pas kuliah."

Anak-anak yang lainnya tertawa, membuat pak Arka mesam-mesem sendiri. "Itu mah takdir bapak, harus lama ngejomblo," ucap Darel enteng.

"Makanya, pak. Kalau lagi SMA harus wangi, pake parfum minimal lima belas semprot pas mau ke Sekolah," saran Arion sambil menaik-naikkan alisnya.

"Yang ada pada pingsan, Ar!" jawab pak Arka keras. Semuanya berhenti, ketika pak Arka sudah duduk dan meyimpan ranselnya. "Di sini, kalian bisa dirikan tenda sekarang."

Banyak siswa-siswi yang sedang mendirikan tenda, atau duduk sejenak sambil minum air. Riana memilih satu tenda dengan tiga temannya. Sedangkan Leon, dia akan tidur dengan Zio dan Keano. Sisanya, tahu sendiri, lah.

"Eh, boleh minta tolong, gak?" tanya Rima. Mereka berempat mengangguk, lalu berdiri.

"Boleh. Bantu apa, kak?" tanya Riana sambil tersenyum ramah.

Rima mengedarkan pandangan, "Kita cari kayu bakar. Buat nanti malam," jawabnya.

Mereka kompak mengangguk, kemudian berjalan beriringan. Baru beberapa langkah mereka berjalan, suara bass dari belakang menghentikan mereka. Semuanya menoleh, mendapati Arfa yang kini berdiri menatap mereka.

"Arfa? Ada apa?" tanya Rima. Arfa menghembuskan napas pelan, lalu mendekat ke arah mereka.

Riana dan teman-temannya saling, pandang. Apakah ada urusan penting? Atau ada hal yang harus dibicarakan berdua?

"Jangan jauh-jauh. Bahaya," katanya pelan. Mereka berempat semakin lama saling pandang, lalu menengok ke arah Rima. Pipinya memerah, entah apan yang dia pikirkan.

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang