52. Elang Dirga & 84600 Detik

45 4 16
                                    

Sudah beberapa hari, Leon merasakan perubahan pada sikap Riana terhadapnya. Kadang-kadang, gadis itu menghindar setiap kali Leon menghampirinya.

Seperti sekarang, Riana pergi saat Leon dan teman-temannya baru tiba di kantin. Riana kurang berbakat dalam hal menyembunyikan perasaan. Dari sikapnya pun semua orang bisa menebak ada sesuatu antara dirinya dengan Leon.

Begitu mereka berpapasan, Riana hanya tersenyum kepada teman-teman Leon, tentu saja pria itu dilewati. Darel sampai memutar badan, memandangi kepergian Riana dengan kerutan di keningnya.

Leon berhenti sejenak, memasukkan tangannya ke saku celana. Sudah cukup lama, Riana mendiamkannya seperti ini. Leon pun berkali-kali menanyakan perihal ini pada Riana, namun jawabannya tetap sama, "Enggak apa-apa."

"Cinderella kenapa, dah?" tanya Darel begitu mereka duduk di kursi yang biasa mereka duduki. "Woy anjir dia kenapa?"

"Emang Riana kenapa?" Argi menatap Leon yang kini sedang terdiam. "Kelihatan sih dari mukanya. Gara-gara Bang Gara pasti," celetuknya.

Leon melirik Argi, merasa bahwa apa yang dia ucapkan benar adanya. Tapi, apa yang salah dengan Leon? Setiap hari dia berpikir mengapa Riana seperti itu.

"Lo gak mikir, Yon?" ucap Zio, "Riana ngelihat lu sama Maura."

"Ngapain lagi tuh cewek mepet Leon mulu! Udah tahu lu udah punya pacar." Arion ikut kesal mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Kini, dia menatap Leon yang sedang menatapnya. "Mungkin aja sekarang dia lagi gak mau ketemu lo dulu."

"ANJIR BAHASA LO, AR!" Darel menoyor kepala Arion, agak terkekeh mengingat ucapan Arion barusan.

"Ngapain sih anjir lu, Rel! Gini nih orang kurang kerjaan. Ngejamet terus!"

Leon terkejut saat mendengar itu, kenapa tidak terpikirkan sampai sana? Jelas-jelas Riana tidak suka kalau Leon dekat dengan Maura. Dia juga kesal mengapa Zio dan Arion baru memberitahu ini sekarang.

Leon berdiri, membuat mereka mengernyit. Anira, Nada, dan Anin pun sama-sama memusatkan perhatiannya pada Leon. Sadar dengan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

"Sebagai teman, gue cuma bisa kasih saran ke Riana." Anira mengerucutkan bibirnya, tidak berselera lagi untuk makan. "Kasihan gue sama dia, kisah dia sama Leon tuh kayak ada di novel."

Anin meneguk minumannya, ikut memandang ke arah Leon dan teman-temannya. "Hm, gue juga gak terlalu nyalahin Maura."

Nada mendelik. "Kenapa?" ujarnya merasa kurang setuju dengan Anin. "Riana berhak marah sama Maura. Dia pacarnya, siapa yang gak sakit hati kalau orang yang dia sayang malah gitu ke cewek lain?"

"Bukan gitu, Nad." Anin melengos sambil memutar bola mata, sebal karena baru kali ini Nada tertarik dengan urusan cinta. "Jujur deh sama gue. Lo udah suka ya sama Kak Zio?" tanyanya.

Zio dan teman-temannya langsung menoleh merasa sedang digosipkan. "Ada apa, nih manggil-manggil?!" teriaknya tengil. "Hai, Nad!" Zio melambaikan tangannya.

Nada yang sudah menduga akan seperti ini langsung berdecak, menatap Anin dengan tatapan ingin menghujat. "Gila, lo," ujarnya.

"Maksud gue tuh, Maura gak sepenuhnya salah di sini. Manusiawi dong kalau dia suka sama Leon. Leon ganteng, pinter juga. Maura juga gak bisa gimana-gimana karena dia emang udah suka sama Leon. Perasaan gak bisa dibohongin, guys!" jelas Anin panjang-lebar.

"Nah iya!" Anira menjentikkan jari telunjuknya. "Tapi, dia harusnya ngerti dong sama Riana. Kita sama-sama perempuan, loh."

Di sana, Darel tersenyum singkat. Mendengar suara Anira saja, dia bisa senyaman ini. Entahlah, dia tidak tahu harus bagaimana.

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang