Keempatnya duduk di kursi pojok, sedikit tegang karena takut diusir Argi. Dia yang paling tidak suka kalau ada orang lain yang menduduki kursinya, maka dari itu kursi ketiga dari kanan mereka kosongkan.
Segitu hafalnya urutan tempat mereka duduk, gara-gara keseringan natap wajah tampan mereka, ya?
Mereka seperti sedang diselidiki karena tatapan datar yang Leon berikan. Sebenarnya bukan hanya Leon, tapi semua teman-teman dekatnya yang duduk bersebelahan dengan Leon menatapnya.
Anira menoleh, "Gue traktir, mau pesan dulu." dia berdiri, kemudian pergi memesan empat porsi bakso lengkap dengan jus Jambunya.
Apa yang harus mereka lakukan? Kursi yang biasanya ditempati oleh cowok famous di Sekolah mereka duduki, kenapa rasanya sangat ragu? Toh ini Sekolah yang menyediakan. Tidak ada peraturan "Meja pojok milik Leon and the gengs", kan?
Bodoh amat dengan yang satu ini, Riana menyenggol Nada. " Kenapa pada diem?" nada suaranya sedikit pelan. "Kalau mereka ngelihatin kita, balik tata aja," lanjutnya yakin.
Nada dan Anin sama-sama menoleh ke arah Riana. Kebetulan dia duduk di tengah-tengah.
"Kenapa?" tanya Anin penasaran.
Riana menatap Leon sekilas, kemudian beralih menengok Anin dan Nada bergantian. Riana tersenyum tipis, membiarkan kecantikannya terpancar hanya dengan seulas senyum.
"Kak Zio kalau dilihatin Nada jadinya nervous. Sedangkan cowok, dipandang cewek klepek-klepek." Riana melipat tangannya di meja, lalu menatap malas meja di depannya itu.
Nada dan Anin hanya saling pandang, ini anak pikirannya gini amat, tapi berguna juga, batin Nada.
Tentu saja, Nada membatin seperti itu hanya bercanda. Dia menepuk pundak Riana sambil melepas tawa. "Oke. Kita pandang balik mereka!" katanya.
-
Di meja dekat pintu, Leon sedang mencebik kesal dengan kelakuan temannya. Dia menyandarkan punggungnya ke tembok, sambil sesekali menatap Riana.
"Anjir, kenapa malah ditatap balik?!" ucap Darel. Dia menyenggol lengan Zio, berharap dapat jawaban dari Zio. "Itu mereka ngelihatin kita, bego!"
Zio tidak mengindahkan teriakan Darel, dia masih setia memandang lekat mata Nada walaupun dari kejauhan.
"Yon, kok Riana cantik banget?" tanya Argi datar.
Leon mendongak, memasang ekspresi datar yang menunjukkan bahwa Leon mendengar ucapan Argi barusan. Leon menatap Argi, kemudian beralih melirik Riana.
Tiba-tiba, Leon berdiri. Membuat Rafi kaget karena gebrakannya pada meja. "Ke mana, Yon?" tanyanya. "Nyamperin Riana?" Rafi berucap lagi.
Belum sempat Leon jawab, Arion malah ikut menggebrak meja. Semua pandangan tertuju padanya.
"Kebelet."
Dengan wajahnya yang terlihat miris, dia ngacir tanpa memerdulikan umpatan orang lain yang behasil dia tabrak.
"Kenapa, Yon? Lagian kalian ngapain, sih tatap-tatapan gitu? Childish tahu, gak?" ucap Keano santai. Memang, dalam situasi seerti ini hanya Keano dan Leon yang terlihat dewasa. Yang lain? Boro-boro kelihatan dewasa, ada yang lewat aja digangguin.
Argi berdiri, kemudian menepuk pundak Leon pelan. "Gue ... ketularan Rion." kemudian pergi terbirit-birit membelah ramainya kantin.
Sedangkan Keano, dia hanya duduk santai sambil memainkan ponsel ditangannya.
"Gue ikut kebelet, deh!" giliran Rafi yang berdiri, membuat Leon ngakak yang tertahan. "Darel ikut gue, deh." Dia menarik Darel, lalu membawanya kabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
Teen FictionBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...