"Semua manusia dilahirin sepaket sama otak. Cuma lo doang yang paketnya kena damage."
- Irham Aldebaran
.
"Sumpah ya lo, Nad. Gue tadi nanyain matematika lu gak noleh sama sekali. Sakit, Romeo, sakit!" rutuk Oji kelewat lebay. Tadi, semua angkatan (mulai dari kelas X sampai XII) sudah melaksanakan PAS. Enam bulan yang sudah terlewat terasa begitu lama bagi Riana, entah karena banyak peristiwa yang dialami ataupun hari-harinya yang tak selalu berjalan sesuai rencana.
"Berisik, lo." Nada memalingkan wajah, malas meladeni teman sekelasnya itu. "Kalau lo cuma bisa nyontek, gimana nanti? Sekemampuan ajalah, apa yang udah lo hafalin sebelumnya."
"Masalahnya, yang gue hafalin gak nongol di soal!" rutuk Oji kesal, membuat kelas terasa ramai. "Coba aja gue punya sihir."
"Terus, kalau lo punya sihir mau ngapain?" tanya Anira sambil menopang dagu. "Gak jelas lo!"
Oji sedikit melirik, menarik napas dalam. "Mau jajan ah anjir pusing." Dia berdiri, pergi begitu saja sambil mengacak rambutnya. Mungkin, dia juga gemas dengan dirinya sendiri. Kenapa coba, Oji marah-marah ke Nada dan Anira? padahal mereka tidak bersalah.
"Gila tuh orang. Heran, gue." Anin menggelengkan kepala dengan pandangan yang tak lepas dari punggung Oji. Teman sekelas mereka sudah tidak aneh lagi melihat kelakuan Oji. Ketua Kelas yang bisa menjadi bijak, sopan, tegas, namun lebih sering petakilan dan semaunya. "Seisi kelas tuh gaada yang bener! Cuma gue doang."
Anira, Riana, dan Nada menarik napas pasrah. Yang kalem di kelas tuh cuma Nada sama Riana. Namun, Riana pun kadang-kadang ikut bercanda karena topiknya yang menarik untuk dibahas.
-
Jam istirahat, Riana dan yang lainnya berniat pergi ke kantin. Mereka jelas sangat lapar, biasanya kalau berangkat ke sekolah cuma makan roti saja. Sampai pintu kantin, semua orang menoleh ke arah Riana. Semuanya, termasuk Ibu kantin yang tadinya sedang memotong wortel jadi berhenti sejenak.
Mereka merasa tidak enak diperhatikan banyak orang, dalam hati bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan mereka? Nada, Anin, Riana, dan Anira sempat saling pandang sebelum memilih duduk di kursi dekat pintu. Setelah itu, mereka kembali ke dunianya masing-masing. Tidak memperdulikan Riana lagi.
"Mereka kenapa, sih?" tanya Anira kebingungan. Dia sempat melihat ke meja yang ditempati Darel dan teman-temannya, lalu mengerjap ketika melihat Maura ada di sana. "Ah...."
Nada menatap Anira, kemudian menatap objek yang Anira pandang. Kini dia paham, mengapa orang-orang menatap Riana segitunya. Nada berdeham, mengalihkan pandangan sambil meminum air mineral yang tadi dia beli.
Riana ikut penasaran, dia menggeser kursinya agar bisa memandang objek yang sama. Dalam hitungan detik, gadis itu membeku. Jantungnya berdebar, dadanya terasa sesak melihat itu.
Memangnya Leon kenapa? Maura lagi?
Sementara di sana, Leon sedang terdiam sambil menatap Riana. Memutar ponselnya di meja dengan pandangan yang tak lepas dari kedua mata Riana. Di sampingnya, Maura terlihat kesal karena dari tadi pria itu hanya diam saja tak merespons.
"Lihatin apa sih, Yon?" tanya Maura. "Riana lagi?"
Zio, Arion, dan Keano menatap Maura bersamaan. Terkejut dengan ucapan wanita di depannya ini. Zio berdecak pelan, mendorong semangkuk bakso ke hadapan Maura.
"Mending lo makan deh tuh. Berisik, ngoceh mulu lo dari tadi," ujar Zio terdengar sinis.
"Yoi. Leon mandangin Riana juga wajar, lah! Orang dia pacarnya," balas Arion yang dibalas jempol oleh Zio.
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
Teen FictionBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...