12. Finger Heart

84 23 70
                                    

Setelah pulang  Sekolah, Riana menunggu Daffin di kelas. Dia tidak berniat menunggu di depan gerbang, karena dia pikir akan pegal. Sekolah sudah sepi, hanya anak-anak ekstrakurikuler yang masih stay di lapangan.

Dia bosan, wajahnya ia tenggelamkan ke dalam lipatan tangannya di meja. Pikirannya melalu-lalang kesana-kemari, matanya sudah berat hendak menutup. Ngantuk.

Drrtt....

Riana merogoh saku bajunya, lalu menempelkan ponselnya ke telinga. Matanya masih terpejam, rasa ngantuknya mengalahkan semuanya.

"Dimana, dek?" tanya Daffin di sebrang sana.

"Kelas, kak."

"Nunggunya di depan gerbang, dong. Gue males nyari kelas lo," katanya.

Riana mengangguk, meskipun kakaknya tak melihat. Dia segera bangkit, lalu melangkahkan kakinya menuju gerbang. Di lapangan, banyak sekali siswa-siswi Paskibra yang terlihat kepanasan.

Ya, itu memang konsekuensinya. Riana tidak terlalu tertarik dengan Paskibra. Selain panas, dia juga malas bertemu dengan kakak kelas yang sok berkuasa, sok mengatur atau apapun. Bukan apa-apa, dia mudah tersinggung.

Riana juga tak masuk Organisasi OSIS, dia tidak mau ikut-ikutan memperlakukan adik kelas seperti robot. Ketika Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, sudah tahu, 'kan apa yang dilakukan mereka? Menyuruh membawa barang-barang yang--entah untuk apa itu.

Selain itu, siswa-siswi baru juga diharuskan menjalankan apa yang panitia perintahkan. Apalagi menyuruh panas-panasan ditengah lapangan, atau membentak mereka yang tak menuruti perintahnya.

Riana malas seperti itu. Hatinya terlalu tidak tega. Dan juga, dia tidak terlalu aktif. Malas.

Dia sampai di depan gerbang, matanya memandang sana-sini. Jalan raya sangat ramai, tentu dengan bisingnya suara klakson. Riana menyandarkan punggungnya pada pagar. Sekali lagi, dia mengedarkan pandangannya.

Ketika dia menengok ke sebelah kiri, dia melihat laki-laki sedang duduk santai di motornya. Dia menunduk, memainkan handphone-nya.

"Kak Leon?" gumamnya. Dia terus memperhatikan Leon, hingga satu motor dengan dua orang duduk di sana, mendekati Leon. Riana menyipitkan matanya, dia melihat pakaian yang dikenakannya.

"Bajunya sobek-sobek." Riana sangat penasaran, mereka siapa? Kira-kira, tiga meter dari Leon berada, satu orang itu mengendap-endap sambil terus memandang Leon, dan memandang sekeliling.

Huftt....

Sialan. Satu orang tadi hendak menyambar ponsel di tangan Leon. Namun, dengan santainya, Leon memindahkan posisi ponselnya ke sebelah kanan. Dia mendongak, sambil tertawa renyah melihat pencopet tadi yang kini ngacir ke arah temannya.

Yang paling parah, Leon malah memberikan mereka finger heart, lalu melambaikan tangannya. Dia gila. Masa pencopet dikasih finger heart?!

Riana tertawa, lalu berteriak, "Kak!"

Leon menoleh, lalu turun dari motor. Dia melangkah, mendekati Riana tanpa ekspresi. Dasar kulkas!

"Belum pulang?" tanya Leon. Riana menggeleng, dia tersenyum hangat pada Leon.

"Belum. Kak Daffinnya baru jemput." Leon mengangguk, dia ikut menyandarkan punggungnya ke pagar, sambil memasukkan tangannya ke saku celana.

Ganteng.

"Gak pegel?"

"Enggak, soalnya lihat aksi," jawab Riana. Leon menoleh, sambil mengerutkan keningnya.

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang