31. Ice Cream

50 8 22
                                    

Sekarang Leon bisa bernafas lega karena ternyata Riana belum tahu rahasianya. Mungkin, ini belum waktunya atau bukan saat yang tepat untuk menceritakan semuanya pada Riana. Jadi, Leon masih bisa menghabiskan waktu untuk merangkai kata-kata.

Jaketnya dia pegang, terlanjur kegerahan akibat kejadian tadi. Karna belum waktunya pulang, Leon berniat kembali ke SMA. Baru sampai pagar, dia harus berhenti mendengar seseorang meneriaki namanya. Saat berbalik, keningnya berkerut melihat Riana sedang melambaikan tangannya.

"Ikut!" rengeknya.

"Katanya mau tidur?" Leon maju beberapa langkah menyusul Riana. "Ngapain?"

Riana menarik nafas sebentar. "Tuhan nyiptain malam buat orang tidur. Tuhan nyiptain siang buat manusia kerja, Sekolah, beraktivitas, pacaran. Terus, mereka nangis-nangis karena patah hati." dia sok bijak.

"Ada, yang lebih menyakitkan dari patah hati?" Leon menatap datar.

"Ketika seseorang membuat aku begitu berharga kemarin, lalu hari ini membuat aku merasa gak berharga sama sekali." Riana tersenyum samar sambil mencengkram tali tasnya.

Leon terpaku, lidahnya kelu tak dapat berucap. Rasanya sulit sekali mencari kalimat selanjutnya, dia bukan orang yang handal membuat rangkaian puisi ataupun rangkaian kata-kata indah. Mendengar hal begini saja langsung diam, entah harus bereaksi bagaimana.

Kekehan terdengar oleh Leon, Riana mendekat ke arah Leon lalu berjinjit untuk menepuk puncak kepala Leon. Astaga! Riana baru tahu ternyata laki-laki juga bisa tersipu malu ketika diperlakukan demikian oleh perempuan. Leon menarik kedua ujung bibirnya, mood-nya kembali membaik .

Dia menarik tangan Riana sampai ke mobil. Di dalam, Riana bercerita tentang Ikan Badutnya yang telah mati. Betapa gemasnya dia saat itu, hampir saja membuat Leon mencubit pipinya. Namun, yang namanya laki-laki masih punya gengsi yang teramat besar. Leon hanya menanggapinya dengan menganggukan kepala, atau berdeham pelan padahal hatinya berbunga-bunga.

Dengan lincahnya, Leon mengemudikan kendaraannya dengan hati-hati. Sampai beberapa menit di perjalanan mereka tiba di Sekolah dengan selamat. Jangan lupakan reaksi orang-orang terhadap mereka!

Banyak yang mengira mereka sudah berpacaran, bukan karena gosip atau sebab lain. Yang pertama mereka perhatikan adalah sikap Leon terhadap Riana. Katanya, Leon jarang bersikap manis ke perempuan, orang pertama yang diperlukan manis olehnya adalah Riana Maudy Keyna.

Ya, sebenarnya mereka sok tahu dengan kehidupan Leon. Buktinya, Anin yang sekarang adalah mantan kekasih Leon saja tidak diketahui banyak orang, kan?

Untuk itu, Riana dan Leon tidak terlalu ambil pusing. Setiap orang punya rasa ingin tahu, jadi wajar kalau reaksi orang disekitarnya beranggapan demikian. Leon hanya mengikuti alur kehidupannya, jika mungkin nanti dia dan Riana tidak bisa bersatu, Leon akan terus mengubah kalimat tidak bisa menjadi pasti bisa.

"Temen-temen masih di kantin, kan?" entah bagaimana nasib Anin sekarang. Apa Anira dan Nada masih ngejar-ngejar dia yang entah mau ke mana? "Aku lupa bilang mau pulang." dia sedikit mendongak ke arah kanan karena sedang berjalan bersebelahan dengan Leon.

"Gue gak tahu," jawabnya singkat. Dia tidak menatap Riana sama sekali, membuat Riana kesal setengah mati.

"Kenapa, sih cowok gampang banget berubah sikapnya? Kamu itu Bunglon, power rangers atau Gurita, sih?!" dia gregtan sendiri. Kemudian berdecak pelan menghentikan langkah. "Nyesel banget gak tidur aja, tadi. Kan bisa rebahan sambil ngehayal pacaran sama Simon Dominic!"

"Pacar apa, sih, Ri?!" Leon emosi. Kini, mereka berada di tengah-tengah koridor yang tidak sepi. Leon menghadap ke arah utara, sedangkan Riana ke arah berlawanan.

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang